Mohon tunggu...
Witut Jepara
Witut Jepara Mohon Tunggu... wiraswasta -

jujur sejujur-jujurnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Semoga Karimunjawa di Klaim Negara Lain

20 Februari 2014   02:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:39 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1419676240219586860

[caption id="attachment_361942" align="aligncenter" width="300" caption="suasana demo"][/caption]

Saya tidak habis pikir dengan kondisi Karimunjawa sekarang ini. Kenapa pemerintah begitu santai dengan keadaan ini, kenapa tidak ada tanda-tanda mencari jalan keluar terbaik dari masalah ini? Kebijakan larangan penggunaan solar subsidi untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sangat merugikan warga Karimunjawa. Pasalnya sejak beberapa hari yang lalu, listrik di kepulauan Karimunjawa tersebut hanya menyala 3,5 jam sehari semalam. Warga hanya teraliri listrik mulai pukul. 18:00 WIB hingga pukul 21:30 wib.

Saat ini wilayah kepulauan Karimunjawa yang teraliri listrik selama enam jam hanya di kawasan Kota Kecamatan Karimunjawa saja. Sedangkan listrik di pulau lainnya, seperti Pulau Parang, Pulau Kemojan, dan Pulau Nyamuk, saat ini hanya menerangi warga selama 3,5 jam.

Karena menggunakan solar non subsidi, PLTD Karimunjawa yang dikelola desa (catat ya DIKELOLA DESA) mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah. Hal ini membuat menajemen PLTD mengambil kebijakan mengurangi jam pelayanan hanya sampai pukul 00:00 wib saja. Tetapi belakangan jam pelayanan aliran listrik di pulau-pulau kecil kembali dikurangi sehingga hanya sampai pukul 21:30 wib.

Keadaan ini membuat aktivitas warga karimunjawa pada malam hari menjadi lumpuh. Anak-anak sekolah jadi repot kalau mau belajar, mereka harus menyalakan lilin atau lampu sentir (lampu tempel dari minyak) untuk penerangan.

PLTD rugi karena solar bersubsidi dilarang. Artinya rakyat tidak boleh disubsidi, harus pakai biaya sendiri, harus berusaha sendiri. Tidak masalah jika rakyat Karimunjawa semakin terjepit, semakin merana, tidak masalah! Hak mendapat listrik 24 jam seperti tempat lain di negeri ini saja belum pernah dinikmati warga, hak rakyat Karimunjawa tidak wajib dan tidak harus seperti rakyat yang lain.

Kalau Bali dalam setahun ada kebijakan tanpa listrik sehari saat hari Raya Nyepi, dipuji karena "katanya" bisa menghemat sampai Rp 4 miliar (baca berita dari kompas). Karimunjawa listrik cuma 12 jam sehari semalam dalam setahun, dan sekarang dikurangi jadi 6 jam saja di kawasan kota kecamatan, dan 3,5 jam di pulau-pulau sekitar itu wajar.

Mungkin jika pemerintah tetap santai dan tidak segara mengatasi keluhan warga, maka tuntutan warga saat aksi damai pada hari senin 17 februari 2014 kemarin, akan direalisaikan. Yaitu jika pemerintah tidak mengembalikan listrik minimal 12 jam sehari saat beberapa waktu yang lalu seperti saat memakai bbm subsidi dan menolak solusi kenaikan harga TDL karimunjawa karena biaya Tarif Dasar Listrik di kepulauan karimunjawa 500% lebih mahal dari TDL di Jepara (daratan), maka warga akan memboikot pemilu dan menolak membayar pajak karena warga karimunjawa tidak merasakan hasil pajak (catatan: Jalan-Jalan di Karimunjawa rusak parah hampir 80% dari total keseluruhan panjang jalan).

Apakah harus diklaim negara lain dulu agar pemerintah mau "melirik"?

salam dari karimun jawa jepara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun