Pelaksanaan Aksi Bela Islam jilid II pada 4 November 2016 yang berakhir ricuh kemarin diklaim sebagai aksi yang mempersatukan umat Islam Indonesia karena dilakukan tanpa membawa nama ormas manapun, namun berada dibawah Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI (GNPF-MUI). Ketua Pembina GNPF - MUI, Habieb Rizieq mengatakan bahwa GNPF - MUI terbentuk sebagai representasi kemarahan umat muslim terhadap penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok.
Namun, fakta dilapangan ternyata menunjukan bahwa GNPF - MUI hanyalah FPI yang berubah nama. Hal ini dapat dilihat dari susunan organisasi pada GNPF - MUI yang didominasi oleh para tokoh ulama FPI. Mulai dari Ketua Pembina GNPF - MUI, Habib Rizieq Shihab yang merupakan Imam besar dan mantan ketua FPI . Wakil Ketua I GNPF - MUI, KH Misbahul Anam yang merupakan Ketua Majelis Syura FPI dan pimpinan pesantren Al Umm, pesantren tempat pembentukan FPI serta Panglima lapangan GNPF - MUI Munarman yang merupakan Jubir FPI. Selain itu, hal ini diperkuat dengan banyaknya atribut FPI yang tersebar dalam aksi kemarin.
Lalu pertanyaannya adalah, kenapa FPI bergerak menggunakan nama GNPF-MUI bukan FPI ? Hal ini sudah jelas dan nyata bahwa selama ini FPI sudah mendapatkan nama buruk di mata masyarakat. Citra FPI sebagai ormas yang selalu main hakim sendiri dan berbuat anarkis sudah melekat diingatan masyarakat. Penggunaan nama FPI tentunya dikhawatirkan akan berdampak pada minimnya jumlah peserta yang mengikuti aksi tersebut. Penggunaan nama GNPF - MUI digunakan untuk menarik simpati masyarakat agar mau mengikuti aksi 4 November.
Oleh karena itu, sebagai umat muslim yang berpendidikan sudah seharusnya kita melihat dengan jelas. Aksi 4 November 2016 dapat dimaknai sebagai aksi umat islam atau hanya sebagai aksi sekelompok orang semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H