Segelas kopi hangat dan gorengan adalah teman akrab. Keduanya cocok menjadi teman saat melihat hamparan sawah yang hijau.
Begitulah yang ada dibenak saya ketika duduk di bangku yang terbuat dari besi. Sapuan cat berwarna coklat menyamarkan kesan kaku dari bahan utamanya. Warna yang menjadi jembatan antara kekarnya gedung besar dengan hamparan sawah berwarna hijau di depannya.
Meski tidak ada kopi panas dan gorengan, saya sungguh bisa menikmati suasana yang sejuk. Karawang yang biasanya panas, kali ini tampak sangat bersahabat. Hujan yang turun membuat udara menjadi dingin.
Tirai air itu membuat area persawahan terlihat magis. Meski demikian kehidupan tampak tidak berhenti. Dua orang petani berjalan di pematang sawah sambil mengusung batang-batang bambu. entah untuk apa.
Sementara di langit tampak seekor burung bangau terbang, menjauhi area persawahan. Mungkin akan kembali ke sarangnya. Atau, pergi mengunjungi petak sawah lainnya.
Di dekat saya, dua ekor burung emprit, tanpa rasa takut sedikit pun, asyik melompat-lompat di dekat jendela kaca. Mereka tampak tidak terusik dengan kehadiran sebuah bangunan baru di kawasan tempat tinggalnya.
Dari tempat saya duduk juga bisa melihat lalu lalang kendaraan yang melintas di jalan tol. Lansdkap yang lengkap dan unik.
Stasiun KCJB Karawang
Stasiun dengan luas 19.028 meter persegi ini terlihat menjulang di tengah area persawahan. Fisik bangunan yang besar ditopang oleh baja. Tiang-tiang ini disusun sedemikian rupa dan tampak begitu menyatu.
Meski besar, bangunan terlihat terang berkat pemakaian kaca-kaca besar sebagai dinding ruangan. Sinar matahari dengan leluasa masuk dan menyinari bagian dalam stasiun. Trik yang jitu untuk menghemat pemakaian listrik bagi penerangan.