Mohon tunggu...
Utari Eka Bhandiani
Utari Eka Bhandiani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang yg bercita-cita membawa perubahan bagi masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bersikap Arif dan Bijak dalam Mengikuti Ajang Menulis

1 Januari 2017   22:14 Diperbarui: 1 Januari 2017   22:28 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: grafonomi.wordpress.com

Bagi seorang penulis memiliki karya berbentuk buku dan diterbitkan oleh penerbit mayor adalah impian sebagian besar penulis. Tapi sayangnya, untuk menembus penerbit mayor bukanlah hal yang mudah. Dan bukan sembarang penulis yang diterima karya tulisnya oleh penerbit mayor, dan dari kemampuan menulis pun bukan yang amatiran ataupun abal-abal baik karya tulis fiksi ataupun yang non fiksi. Dan cara yang dilalui agar mengupgrade keahlian menulis adalah melatih kemampuan menulis baik lewat blog, wattpad dls. Ada juga yang menguji keahlian menulisannya dengan mengikuti perlombaan kepenulisan, baik fiksi ataupun nonfiksi.

Termasuk saya sendiri, yang mencoba peruntungan mengikuti perlombaan kepenulisan dan Alhamdulillah lolos dan salah satu penghargaanya Insya Allah akan dibukukan meski dalam penerbit yang masih kecil. Dari pengalaman tersebut, saya merasa “ketagihan” untuk mengikuti ajang yang serupa. Dan yang ada dalam pikiranku adalah “sambil menyelam minum air”, kalau tidak lolos bisa digunakan ajang melatih kemampuan menulis dan kalau menang ditambah karyanya bakal di buku kan sekaligus diterbitkan. Sempat tergoda mengikuti perlombaan kembali, sampai aku menemukan artikel yang membahas mengenai perlombaan kepenulisan dimana tidak ada pemenangnya. Disitu saya mulai cari informasi di google, dan ternyata banyak perlombaan yang kurang ‘kredible’ dalam pelaksanaannya. Tidak saya sebutkan, khawatir terkena sanksi UU ITE atas tindakan pencemaran nama baik. Mungkin bisa dicari sendiri lewat mesin pencarian hehe.

Saya menyampaikan hal ini karena ada perasaan khawatir didalam hati dan perlu saya sampaikan. Kita semua tau bahwa pengalaman adalah guru yang paling berharga. Tapi ketika ada pengalaman dari orang lain yang bisa dijadikan pembelajaran, jangan menunggu kita yang terkena hal serupa karena tidak bisa belajar dari  pengalaman orang. Ibarat kita tidak perlu membakar diri untuk mengetahui api itu panas atau tidak. Tidak masalah sebagai seorang penulis pemula ( termasuk saya sendiri ) mengikuti dan mencoba berbagai event lomba menulis, tapi kita juga harus cermat dan teliti agar tidak dirugikan oleh penyelenggara yang hanya mengambil keuntungan dari hasil karya tulis kita. Memang benar sih, niat awal kita adalah melatih kemampuan menulis. Tapi ketika karya yang telah dibuat dengan susah payah ternyata disalah gunakan, diakui karya oleh orang lain tanpa sepengetahuan penulis asli dls. bisa googling sendiri akan lebih banyak informasi akan peserta yang merasa di ‘kibuli’ oleh event menulis dengan iming-iming berbagai hadiah.

Nah, kalau dari saya pribadi ada beberapa cara agar tidak terpengaruh oleh penyelenggara yang merugikan peserta lomba dan tidak mudah ‘tergiur’ oleh reward yang masih tanda tanya :

  • Lihat bibit, bebet, dan bobot penyelenggara lomba

Tidak semua penyelenggara lomba / penerbit yang masih keci memilikil 3B (bibit, bebet,bobot) yang kecil pula. Ada juga beberapa penyelenggara lomba / penerbit yang memang memiliki 3B yang cukup bagus, hanya saja masih merintis jadi tidak bisa dibandingkan dengan penerbit mayor sekelas Gramedia, Bentang Pusataka, Mizan dls. Kalian bisa melihat dari visi, misi dan program dari penyelenggara tersebut. Adakah kesesuaian antara visi dengan realisasi penyelenggara lomba. Kepo ataupun men’stalking’ website dan sosmed yang intinya menggambarkan identitas penerbit hukumnya wajib. Why? Ya sebagai tindakan antisipatif agar tidak dirugikan juga.

Pernah saya mau mengikuti even lomba menulis cerpen yang katanya tingkat nasional yang infonya juga lewat sosmed begitu. Karena memang bawaan saya sendiri yang tukang stalking hehe, akhirnya saya kepoin itu penyelenggara. Saya baca visinya, dan buka websitenya. Dan akhirnya saya memutuskan tidak mengikuti lomba cerpen tersebut karena ada beberapa keganjalan yang saya temukan dari hasil stalking website penyelenggara lomba. Pertama, saya melihat visinya yang menyatakan ingin “memajukan literasi” dan akhirnya saya cari websitenya. Dan yang membuat ganjal adalah, penerbit sekaligus penyelenggara ini menerima seluruh naskah yang diterima tanpa ada penolakan. Nah, disini saya tidak merasa ada ketersambungan antara website sama visinya. Namanya ingin “memajukan literasi”, pastinya karya yang dimuat dan diterbitkan haruslah pilihan, baik dari cara kepenulisan apalagi dari kontennya. Tapi yang dijelaskan di websitenya adalah menerima seluruh naskah tanpa penolakan. Saya sulit membayangkan andaikan ada naskah yang berbau mistis dan takhayul dikirim di penerbit ini akan diterima, padahal dari visi ingin memajukan literasi di Indonesia (mikir berat). Kedua, penjelasan di website penyelenggara tersebut kan ada beberapa yang sulit aku pahami atau ada istilah yang asing ditelinga. Akhirnya saya coba cari kata kunci di google, dan yang saya temukan adalah ada penjelasan yang sama persis di website selainnya bahkan telah di post jauh sebelumnya (setahuku ada yang 6 tahun lalu). Dan inilah yang membuat saya tambah ragu. Bagaimana bisa penerbit yang mengatakan profesional (meski masih merintis) tapi penjelasan di websitenya adalah hasil copy-paste dari blog atau website lain.

Dari penemuan itulah yang menyebabkan saya mengurungkan niat mengirim karya tulis di even lomba menulis ini. Walau masih sekadar cerpen tapi dari saya pribadi tidak ingin memberikan karya tulis di tempat yang salah. Masih ada penerbit dan penyelenggara lain yang lebih jujur sekaligus menghargai karya tulis peserta

  • Produk buku yang telah di hasilkan dari penyelenggara lomba / penerbit

Penerbit yang sudah memiliki produk buku meskipun kelasnya masih minor dan indie sekalipun, setidaknya keberadaannya diakui oleh ‘penjual buku’ dan para konsumen. Saat penerbit sekaligus penyelenggara even lomba menulis tidak memiliki produk buku yang pernah diterbitkan, sulit untuk melihat rekam jejak / track record penerbit. Ditambah tidak ada dokumentasi ataupun foto-foto kegiatan dari penerbit yang mencoba memasarkan buku. Pentingnya track record sebuah penerbit minor ataupun penerbit indie menurut saya sih seperti ‘jaminan keamanan’ ketika karya tulisnya bakalan di kirim di lomba tersebut. Karena eksistensi penerbit tersebut sudah ada, dan peluang kecil menghilang tanpa jejak atau bahasa lugasnya kena tipu

  • Sering – sering cari informasi dan tanya yang berpengalaman

Penulis pemula selain keahlian menulis masih kurang, pengalaman pun juga minim. Mencari informasi ataupun tanya kepada mereka yang berpengalaman yang lalu lalang di dalam literatur agar tidak terjebak dalam penerbit dan penyelenggara even lomba abal-abal

Begitulah ijtihad dari saya dan beberapa data hasil pencariaan. Semua kembali ke penulis masing-masing. Memang tidak ada yang salah ketika kita melatih kemampuan menulis, lebih agar waspada kepada penyelenggara even lomba. Kalau memang dari yang bersangkutan ikhlas jikalau karya tulisnya disalah gunakan, dengan alasan niatnya hanya untuk melatih kemampuan itu juga terserah dari kalian. Tapi dari saya sendiri hanya menghimbau saja, kena tipu ataupun di PHP adalah hal yang menyakitan (bukan pengalaman pribadi). Karena ada hak yang diambil secara tidak fair oleh orang lain. Dan sekadar mengingatkan juga, karya tulisan sebagus apapun dan keahlian yang sering dilatih lewat lomba manapun ketika di kirim di tempat yang salah hanya memberikan keuntungan kepada mereka yang tidak jujur. Bukankah kita sebagai seorang pemuda juga berusaha melawan kesalahan tersebut? Ya, jangan memberikan kesempatan kepada penerbit atau penyelenggara yang hanya mau cari untung berkembang. So, jangan mudah tergiur oleh penghargaan yang masih tanda tanya dengan bersikap arif dan bijak dalam menentukan lahan aktualisasi calon penulis Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun