Mohon tunggu...
Utari Dian Rahayu
Utari Dian Rahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Matematika UIN Walisongo Semarang

Mahasiswa Pendidikan Matematika UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Webinar Moderasi Beragama: Sosiologi Agama di Tengah Masyarakat Majemuk

28 Februari 2022   10:19 Diperbarui: 28 Februari 2022   10:20 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tangkapan Layar saat pelaksanaan Webinar Moderasi Beragama Kelompok 42 KKN MIT DR 13 UIN Walisongo Semarang dengan tema Sosiologi Agama di Tengah Masyarakat Majemuk, Kamis (20/01/2022) pukul 17.00 WIB. Webinar ini mengajak kita sebagai umat beragama untuk dapat berperilaku moderat dan toleransi antar umat agar terciptanya sebuah kerukunan dalam menganut setiap keyakinan yang dimiliki.

Mewujudkan perdamaian dalam beragama tentunya bukan hal yang mudah, dimana permasalahan ini sudah ada sejak lama dan masih terus menjadi masalah hingga sekarang. Hal ini juga tidak bisa hanya digantungkan pada para ulama karena ini bukanlah tugas mereka saja, namun sebenarnya ini merupakan tugas seluruh umat.

Sebagai sesama umat beragama harusnya paham bagaimana caranya untuk dapat berperilaku moderat dan bertoleransi agar tercipta perdamaian antar umat beragama. Adanya moderasi beragama ini juga diyakini dapat mencegah munculnya ekstremisme dan terorisme.

"Nilai-nilai keagamaan semacam itu sampai dengan hari ini masih kita perlukan. Bagaimana kita menjadi seorang pemeluk agama yang moderat yang menghargai tradisi-tradisi masyarakat setempat tetapi tidak meninggalkan nilai-nilai keimanan yang kita anut," ujar Setyawan Budy selaku koordinator Persaudaraan Lintas Agama (PELITA) dalam acara Webinar Moderasi Beragama, melalui video conference pada kamis (20/01).

Menurut beliau dengan mempertahankan nilai nilai keagamaan yang sudah ada terlebih dahulu itu dapat membantu dalam mewujudkan umat manusia yang moderat dan lebih toleran. Beliau juga yakin bahwa Indonesia ini mampu menjadi negara yang damai dan rukun dalam hal beragama.

Walaupun dalam penerapannya masih sangat sulit, akan tetapi jika dilihat dari nilai dan prinsip yang masih tertanam ini bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan. Hal ini dibuktikan dengan sejarah bagaimana kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan terbesar di nusantara pada saat itu yang menganut agama atau kepercayaan Hindu atau Budha menerima kedatangan seorang Pastor Katholik dari negara lain. Ini merupakan satu bentuk toleransi dimana mayoritas itu tetap mau menerima mereka yang kecil bahkan melindungi.

Tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyaknya kekhawatiran masyarakat untuk masa depan Indonesia sebagai negara yang memiliki 6 kepercayaan di dalamnnya. Seperti yang dikhawatirkan oleh Ahmad Robith salah satu peserta webinar terkait permasalahan ini.

"Misalkan kita sudah berpikir moderasi atau mulai toleran terhadap keagamaan apakah sampai tahap tertentu atau sampai tahap paling ekstrim jadi Indonesia jadi negara yang seliberal mungkin sampai kita itu tidak beragama. Karena pada hari ini saja kita sudah mulai yang namanya toleran terhadap agama, kita saling sapa saling guyon terhadap orang yang berbeda agama sudah sering. Tapi orang-orang yang saya temui itu yang masih kuno itu juga muncul kekhawatiran. Misalkan kalau ini terus berlangsung lama kelamaan Indonesia atau negara kita ini kalau terus-terusan toleran akan sampai pada tahap yang paling ekstrim sehingga agama itu tidak difokuskan. Apakah menurut mas Wawan sebagai pemateri apakah sampai di tahap itu bisa terjadi sampai ke taraf yang paling ekstrim negara Indonesia terlalu toleran sehingga agama tidak lagi difokuskan? Kemudian kalau memang berkemungkinan terjadi cara menanggulangi seperti itu bagaimana ya mas?," ungkapnya.

Koordinator PELITA meyakini bahwa apa yang dikhawatirkan terhadap Indonesia itu tidak akan terjadi, karena moderasi itu adalah usaha untuk memposisikan diri berada di tengah. Sedangkan toleransi itu adalah usaha untuk tidak memaksakan keyakinan yang dianut kepada orang lain. Jadi, selama masih berada di koridor-koridor itu maka semuanya akan aman.

"Terkait Indonesia menjadi negara yang mendekati liberal, ya sebenarnya antara toleransi dan liberal itu kan konsepnya memang sudah beda. Ditambah kita itu kan dasarnya punya Pancasila, jadi kenapa kita harus takut saat kita memberikan rasa hormat ke orang lain. Kenapa harus terbayang-bayang dengan nanti kita jadi negara sekuler dan liberal seperti itu. Jadi pada dasarnya balik lagi indonesia itu negara pancasila yang memang harus bisa menghormati orang lain," tambah Alifa selaku salah satu peserta webinar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun