Menjelang hari raya idhul adha di musim pandemi , setiap masjid atau mushola tetap membentuk kepanitiaan penerimaan hewan kurban bagi warganya. Tentunya dilaksanakan sesuai protokol kesehatan.  Pengalaman saya menjadi panitia kurban, mencari pendonor hewan kurban yang berada di lingkungan perumahan, tentu tidak terlalu sulit. Biasanya sudah ada pendonor tetap, walaupun jumlahnya sangat berkurang  dibandingkan masa-masa sebelum pandemi.
Tahun ini adalah hari raya kurban  kedua di masa pandemi. Apalagi di masa-masa PPKM darurat, ekonomi masyarakat kian terpuruk. Yang memiliki gaji tetap saja, masih merasakan sulitnya ekonomi dan harus mengencangkan ikat pinggang, apalagi yang berpenghasilan harian, pasti sangat mengeluh. Karena ekonomi yang sulit ini, jumlah pengkurban sangat berkurang. Walaupun di perumahan-perumahan yang notabene warganya lebih mampu dan memiliki kesadaran tinggi untuk berkurban
Jika di wilayah perumahan saja berkurang jumlah pendonornya, di wilayah perkampungan perkotaan dan di desa lebih "nelongso" lagi. Di perkampungan ataupun di desa, rata-rata penghasilan masyarakatnya sedikit, dan banyak yang belum memiliki kesadaran berkurban. Â Walaupun juragan atau tuan tanah banyak juga, tapi kalau ilmu dan kesadaran belum ada ya, sama saja.
Di perkampungan atau di desa, juga memiliki pemahaman bahwa berkurban itu sekali saja dalam seumur hidup seperti ibadah haji.  Olehkarena itu hampir sedikit yang berkurban. Jadi jika tiba hari raya kurban, tidak sedikit masyarakat desa atau perkampungan yang  gigit jari melihat wilayah perumahan yang ramai menyembelih hewan kurban. Jika di wilayah perkampungan atau desa terdapat yayasan sosial yang berbaik hati mengusahakan hewan kurban atau bersedia mengkoordinir kegiatan hewan kurban, tentu saja sangat membantu warga yang kurang mampu.
Tahun 2020 yang lalu, saya bersama teman-teman yang tergabung dalam komunitas pengajian sekolah ibu, merasakan keprihatinan luar biasa, banyak wilayah perkampungan perkotaan yang merasakan hari raya kurban tidaklah semeriah di wilayah perumahan.
Salah satunya, kami menyusuri kampung Ketileng Lama. Menurut beberapa tokoh masyarakat, dengan hampir 800an KK, yang berkurban hanya sedikit. Hanya beberapa kambing, jika dibagi ke seluruh warga tentu saja tidak mencukupi.
" Kambing yang didapat panitia hanya 8 ekor. Kalo sudah dicacah mungkin satu ekor kambing hanya 25 kresek  kecil. Tidak cukup untuk semua warga," seorang pengurus masjid sekaligus tokoh masyarakat berkata demikian.
Dari beberapa tokoh masyarakat pun, kami mendapatkan informasi di beberapa wilayah kampung tidak ada satupun warga yang berkurban.
Alhamdulillah, bersama tim komunitas pengajian sekolah ibu berkonsultasi dengan lembaga kemanusiaan Human Initiative Jawa Tengah. Melalui lembaga tersebut, tim komunitas mendapatkan informasi di Bank Indonesia terdapat peluang mengajukan proposal hewan sapi untuk masyarakat yang membutuhkan. Menyebarkan dan menyalurkan hewan kurban berupa sapi merupakan salah satu program sosial dari bank tersebut.
Data-data tentang wilayah yang membutuhkan pun kami kumpulkan, seperti jumlah penduduk, jumlah penduduk laki-laki dan perempuan, jumlah KK, pendapatan perkapita masyarakat, jenis pekerjaan masyarakat, gambaran kondisi wilayah masyarakat, dan kontak person tokoh masyarakat. Â Bersama lembaga kemanusiaan HI, proposal pun diajukan.