Tidung adalah satu dari beberapa kepulauan seribu yang tersebar di teluk Jakarta. Ketenarannya yang sekarang diawali oleh sebuah liputan dari sebuah biro perjalanan bernama ‘Jalan-jalan’ yang kemudian didokumentasikan dalam bentuk artikel di majalah bulanan mereka. Hal itu terjadi kira-kira dua tahun lampau. Kini, semua mata penduduk ibukota, khususnya Jakarta, menoleh kepadanya ketika hari libur tiba. Mereka kabita ingin berlibur di pulau kecil tersebut, disambut oleh penduduk yang ramah, serta berenang diantara terumbu karang sambil dikelilingi ikan-ikan hias yang tadinya hanya bisa dilihat dalam akuarium raksasa di Ancol. Macam memakai susuk, pesona Tidung menebarkan magnet bagi orang banyak, seperti pemandangan pagi ini (2/7/2011) di Muara Angke, ratusan orang memenuhi pelabuhan yang menyediakan kapal menuju Tidung dengan harga yang cukup terjangkau, yaitu sekitar tiga puluh lima ribu rupiah. Saking padatnya, para pelancong berebut untuk mendapatkan tempat di kapal. Panitia perjalanan masing-masing grup akan sibuk bernegosiasi dengan Kapten kapal yang ternyata kadung banyak janji dengan banyak perusahaan hari itu, demi meraup untung yang lebih banyak lagi. Perjalanan Muara Angke-Tidung dengan kapal biasanya membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam. Namun hari itu dibutuhkan waktu lebih banyak karena kapal tiba-tiba mogok dan mengeluarkan asap berbau solar. Kapten kapal terlihat panik, para abk sibuk memompa dan mencari masalah pada mesin kapal. Para penumpang kelihatan khawatir dan memegang erat pelampung yang sudah dibagikan sebelum berangkat. Tak lama kemudian, kapal dapat melaju lagi hingga sampai ke dermaga tidung 3 jam kemudian, meleset setengah jam dari biasanya. Para pelancong tak sabar turun. Ada yang cepat-cepat karena ingin ke wc, ada yang muntah-muntah karena mabuk laut, ada yang memang sudah siap untuk melancong. Sebelum memulai petualangan yang biasa ditawarkan, pelancong dipersilahkan beristirahat di rumah penduduk yang biasa dijuluki “homestay”. Ada berbagai macam tipe 'homestay' ada yang berupa satu rumah dengan kamar yang banyak, atau ada yang dibuat macam kontrakan dihiasi dengan halaman dimasing-masing petak.Dulu, warga tidung mungkin belum berpikir untuk mempunyai lebih dari satu rumah, namun kini, rata-rata mereka mempunyai dua rumah, satu untuk keluarga dan satu lagi untuk disewakan. Seiring dengan permintaan, kini rumah-rumah yang disewa rata-rata memiliki pendingin ruangan di setiap kamarnya. Menelusuri jalan menuju penginapan atau homestay, mengingatkan akan gang-gang kecil dekat rumah ketika saya kecil. Tidung yang sederhana, kini berkembang begitu pesat, di kanan kiri bergantung spanduk penyewaan alat snorkeling, serta berjejer-jejer penginapan dengan fasilitas yang disesuaikan dengan kegemaran orang kota; alas tidur dari kasur busa berpegas, televisi, serta pendingin ruangan. Pulau Tidung dapat dicapai dengan sepeda dari ujung ke ujungnya, saya melihat ada bangunan Puskesmas yang kelihatannya masih baru, kantor pemerintahan daerah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, tempat pemakaman umum dan markas polres. Saya tidak menemukan bank, atm, toko handphone dan elektronik ataupun mini market di sana. Warga harus menyebrang lautan jika ingin menabung, menerima transfer, atau membeli bahan-bahan untuk berjualan seperti mie instant, makanan kecil; kacang, kuaci, dan sukro atau membeli handphone sebagai alat komunikasi dengan berbagai panitia perjalanan yang akan membawa rombongan yang ingin melepas penat di pulau tersebut. Uang berputar dengan cepat di Tidung dua tahun terakhir, perkembangannya terlampau pesat. Warga yang tadinya bercocok tanam, pencari ikan yang merantau hingga luar pulau, kini nyaris semuanya beralih profesi menjadi tur guide, pengusaha penyewaan alat snorkeling, membuka warung makan atau pemilik penginapan, contohnya Halim. Ia adalah tur guide rombongan saya untuk dua hari ini. Umurnya sekitar 25 tahun. Badannya atletis, mata agak menyipit dan berbicara dengan logat yang unik. Macam logat pulau luar Jawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H