Mohon tunggu...
Zukra Budi Utama
Zukra Budi Utama Mohon Tunggu... profesional -

Pembelajar Sosial dan Ekonomi Manajemen SDM

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Lion Air, Masalah Kebijakan dan Solusi

21 Februari 2015   05:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:47 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisruh keterlambatan penerbangan Lion Air disaat liburan Imlek di penghujung Pebruari 2015, merupakan peristiwa kesekian kalinya yang terjadi di gerbang masuk Indonesia. Peristiwa ini tentunya tidak saja merugikan penumpang, namun  juga berdampak pada kredibilitas bangsa di mata dunia. Jika dilihat dari sudut kebijakan, ada beberapa langkah yang dapat dijadikan solusi oleh departemen perhubungan (dephub) dan maskapai. Dalam hal ini pemenuhan aspek "apa yang dijanjikan" ke konsumen yaitu "mengantar dari tempat asal ke tujuan",  merupakan prioritas utama.

Dephub dapat mengantisipasi kejadian seperti diatas, diantaranya dengan menyusun aturan yang mengacu prinsip kegotong-royongan yang jadi nilai luhur bangsa ini (yang kerap digunakan dalam membuat Undang-undang). Diatur agar setiap maskapai dapat menerima penumpang yang dialihkan oleh dephub dari maskapai yang terlambat dari skedul yang diatur UU, cukup dengan menukarkan tiket dengan nomor urut terendah sampai nomor akhir (sehingga tidak berdesakan).

Jika kursi maskapai lain sudah terisi penuh dan penumpang tidak mau menunggu, penuhi hak konsumen untuk memilih dengan menyediakan loket refund yang dibuka sejak pertamakali mulai jatuh tempo batas keterlambatan yang sudah diatur UU. Dengan demikian segala kerugian seperti yang terjadi dapat diatasi dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Segala konsekuensi biaya diatur secara berkeadilan sesuai dengan fakta penyebab keterlambatan, yang tentunya tidak dibebankan kepada penumpang. Langkah berikutnya yang terpenting adalah evaluasi ulang terhadap seluruh kebijakan yang diterapkan dalam mengatur jalur lalu-lintas udara.

Industri penerbangan adalah industri hi-tech, sehingga tuntutan operasionalnya, seluruhnya seharusnya (diluar kondisi alam) sudah terantisipasi dengan baik . Semua proses harus sistematis dengan penggunaan sistem peringatan dini (alert system) dalam operasionalnya. Inilah yang harus dipertimbangkan betul dari sisi investasi.

Target penjualan memang fokus utama dalam setiap bisnis, namun harus didukung operasional yang handal. Mengingat sensitifnya operasional industri penerbangan, maka dibutuhkan ahli manajemen operasional dalam membangun simulasi sebagai dasar membangun proses sistematis yang dilengkapi dengan sistem peringatan dini tersebut.

Mengambil hikmah peristiwa diatas, hendaklah pemerintah memahami betul kebutuhan stakeholder yang ingin diaturnya. Buatlah regulasi berdasarkan pemenuhan kebutuhan yang berkeadilan, lalu bangunlah mekanisme kendali untuk memastikan regulasi benar-benar dijalankan. Lalu simulasikan segala macam kemungkinan dari masalah yang mungkin muncul akibat belum eksplisit diatur UU atau akibat kesalahan stakeholder dalam menerapkan UU. Kemudian lakukan evaluasi dan perbaikan untuk memastikan tidak ada masalah yang sama terjadi dua kali. Sekali lagi terapkanlah mekanisme kendali implementasi kebijakan, salahsatunya diperkenalkan dengan nama Policy Control Engine (PCE) disini.

PCE memastikan mana saja wilayah yang menjadi tanggungjawab suatu institusi serta menjamin seluruh tanggungjawab itu dilaksanakan sesuai Undang-undang, sekaligus menjamin seluruh masalah yang mungkin timbul dari pelaksanaan tanggungjawab tersebut sudah terantisipasi dengan baik, serta mampu mengadaptir setiap perubahan eksternal dan internal dengan cepat dan cerdas. Itulah syarat dasar dari suatu sistem manajemen yang mampu dijalankan oleh PCE dengan baik dan benar.

Pemenuhan syarat tersebut hanya mungkin terjadi dalam institusi yang memiliki SDM strategis. PCE mempunyai cara jitu dalam menumbuh-kembangkan SDM strategis. Setelah terpenuhi syarat diatas, maka barulah suatu institusi layak untuk berbicara pertumbuhan berkesinambungan dengan cara yang sehat dan beradab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun