Mohon tunggu...
Uswatun Khasanah
Uswatun Khasanah Mohon Tunggu... -

uin sunan kalijaga ,ilmu komunikasi,2015

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sekaten vs Meron

26 Desember 2015   10:59 Diperbarui: 26 Desember 2015   12:19 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Tradisi meron di kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang menjadi kirab budaya tahunan biasanya digelar untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad atau maulid Nabi.
Apa sich guys...meron itu??mungkin kata-kata meron masih menjadi tanda tanya dipikiran anda semua guys.apa sich makna meron itu, meron merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa yang selama ini telah melimpahkan segala rahmat dan anugerah selama setahun dengan hasil pertanian yang melimpah.kalau menurut orang sukolilo dinamakan meron,namun jikalau diyogyakarta dinamakan Sekaten. Rasa syukur ini dalam bahasa Jawa dikenal "selametan"dan menyambut hari kelahiran Rasulullah Muhammad Saw. Sebagai pembawa risalah umat Islam,kelahiran Nabi selalu diperingati oleh umatnya dari berbagai penjuru dunia, termasuk warga Sukolilo yang berada di wilayah lereng pegunungan Kendeng ini.melestarikan tradisi dari kisah yang pernah berlangsung saat Pati dan Mataram berseteru. Ketiga arti dan makna tradisi Meron itulah kemudian para warga Sukolilo hingga kini terus melestarikan dan mempertahankan sebagai adat istiadat dari generasi ke generasi.

Negara Indonesia tak akan lepas dari semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang menunjukkan kemajemukannya. Keragaman ini bisa dilihat dalam realitas berbagai kelompok masyarakat (sukolilo) ataupun diseluruh nusantara yang juga bermuara pada perbedaan adaptasi interaktif atau komunitas terhadap ekosistem lokalnya yang melahirkan kearifan lingkungan yang berbeda satu sama lain. Namun keragaman tersebut kini disatukan sebagai bangsa Indonesia dan lalu dipilah-pilah kedalam berbagai suku bangsa, kelompok penutur bahasa tertentu, maupun kelompok penganut ajaran agama yang berbeda satu sama lain.

Tradisi Meron merupakan kegiatan mengarak gunungan menuju halaman Masjid Sukolilo. upacara diadakan di pasar Sukolilo pada tahun 1971. Acara ini dilaksanakan setiap Maulud Nabi Muhammad SAW. Gunungan dipersiapkan oleh perangkat desa yang telah disepakati dalam kepanitian. Gunungan tersebut terbuat dari bahan ketan yang dirangkai sesuai dengan ketentuan tradisi yang ada. Bahan ketan tersebut dibuat ampyang (rengginang), cucur, dan once (ampyang yang dibuat kecil-kecil kemudian dironce sebagai lambang bunga melati). Para tetangga dan kerabat dari segenap perangkat desa bekerjasama dalam membuat gunungan. Jumlah gunungan tidak boleh kurang dari 12. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, apabila kurang dari 12 akan mendatangkan malapetaka.

Buat yang menyaksikan meron tersebut hati-hati ya guys,karena jalanan sesak penuh orang dan kendaraan.karena tradisi ini sudah turun temurun dari nenek moyang. Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun dari nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan. melalui tradisi meron yang merupakan salah satu upaya penolakan pemberangusan. Mereka mempunyai cara tersendiri untuk tetap eksis, meski zaman telah berubah.

Dalam acara meron ini membuat jalanan sesak dan macet total . jalan utama pati sukolilo purwodadi. Kirab budaya ini berlangsung dengan serangkaian acara, seperti arak-arakan nasi tumpeng dalam kapasitas yang besar di mana oleh penduduk setempat dinamakan Meron. Tak hanya itu, pawai dan karnaval drumband . menjadi bagian dari tradisi perayaan Meron.
Salah satu bagian dari keanekaragaman adalah konsepsi yang berlangsung dalam masyarakat di Desa Sukolilo, Pati, Jawa Tengah. Masyarakat yang hidup dilereng pegunungan kendeng ini, mempunyai perangai yang ramah sesuai dengan karakter orang Jawa pada umumnya. Sifat halus adalah ciri khas masyarakat Jawa. Kehidupan diyakini harus dijalani dengan tenang sehingga ketenangan batin tetap terjaga.
Beberapa peserta memakai seragam khas petani yang menggunakan caping yang melambangkan simbol pertanian yang subur. Beberapa di antaranya dijumpai perempuan-perempuan memakai pakaian khas ala keraton, naga, dan drumband anak-anak serta remaja. Tampak hasil tani penduduk setempat dirangkai dalam gunungan seperti terong, petai, kacang, cabe, padi, hingga buah-buahan. Mirip seperti karnaval yang mengkolaborasikan antara seni, tradisi, dan budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun