Masa sekolah dasar sering dianggap sebagai masa emas anak. Karena, pada usia ini anak sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan di segala aspek, baik dalam fisiknya maupun mentalnya. Secara fisik, perkembangan mereka terlihat dari tubuh yang sehat dan proporsional. Sedangkan secara mental anak-anak mulai menunjukkan perkembangan cara berfikir dan kondisi emosional yang lebih matang. Pada usia ini, media pembelajaran yang berupa cerita bergambar  yang digunakan untuk menyampaikan sastra anak.Â
Dalam konteks ini, ceritanya merupakan sastra itu sendiri hadir dalam kata, sementara gambarnya hadir untuk memperkaya cerita. Bahasa dan gambar yang digabungkan menciptakan cerita bergambar yang menarik bagi anak-anak. Ilustrasi berfungsi sebagai jendela ajaib yang dapat membantu anak-anak menumbuhkan imajinasinya dan memahami setiap cerita, seolah-olah mereka dapat melihat dunia cerita itu secara langsung melalui gambar yang penuh warna (Jalu Norva Illa Putra, 2020).
Buku cerita bergambar adalah buku yang sering biasanya dibacakan untuk anak agar mereka lebih mengenal sastra. Buku cerita bergambar isinya mengenai cerita yang disaampaikan menggunakan kombinasi gambar dan kata yang disampaikan untuk menjelaskan konsep, informasi, dan menjadikan buku lebih menarik menjadikan guru dan orang tua sering memakai buku cerita brgambar untuk media pembelajaran (Rizkiyah, 2022).Â
Pembuatan buku cerita bergambar perlu memperhatikan beberapa hal yaitu gambarnya harus mendominasi isi buku yaitu sekitar 70%-90%, tema dalam ceritanya berupa kenyataan, fantasi, atau cerita rakyat, untuk anak prabaca tokohnya dibuat sederhana sedangkan untuk anak pembaca dini tokohnya dibuat lebih banyak dan lebih rumit dari dari tokoh buku cerita prabaca, perlunya gambaran latar tempat yang jelas dan sesuai dengan ilustrasi yang ditampilkan, sebaiknyaa, alur ceritanya alur cerita yang sederhana dengan konflik yang ringan agar membuat anak penasaran,Â
pesan moralnya tidak perlu dijelaskan secara lebar biarkan anak untuk memahami sendiri, sudut pandang ceritanya bebas sesuai keinginan penulis, menggunakan kata yang sedaerhana sehingga mudah dipahami tetapi tetap menambahkan kosakata baru untuk mendukung perkembangan bahasa anak dan imajinasinya (Rizkiyah, 2022).
(Billa et al., 2023). Menurut Ratnasari & Zubaidah (2019) dalam (Apriliani & Radia, 2020) Ilustrasi pada buku cerita dengan gambar bisa membantu anak-anak lebih mudah mengingat dan memahami ceritanya. Gambar-gambar apada buku cerita tersebut dapat menjadikan lebih menarik dan membantu anak menangkap makna dengan cara yang lebih sederhana. .
Menurut Yurhie Kehnia & Umar Darwis (2021) dalam (Billa et al., 2023) Buku cerita bergambar memiliki keunggulan dalam mengembangkan imajinasi anak. Dengan gambar-gambar menarik yang mendukung teks, anak-anak jadi lebih gampang mengerti cerita dan menikmati pengalaman membaca.Â
Buku cerita bergambar tidak hanya berisi kombinasi antara teks, ilustrasi, dan desain, tapi juga menunjukkan nilai-nilai sosial, budaya, sejarah, dan pengalaman yang cocok untuk anak-anak. Respon peserta didik dalam pembelajaran menggunakan cerita bergambar semakin bertambah. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyak. anak yang mulai menunjukkan kreativitasnya, seperti berani bertanya, berani menjawab pertanyaan, hingga memberikan jawaban atau tebakan dengan tepat(Hamdani, 2020).
Untuk membantu anak menjadi lebih kreatif lewat buku cerita bergambar, guru bisa melakukan beberapa hal. Pertama, guru harus membaca dulu buku yang akan dibacakan ke siswa.Â
Saat guru membaca cerita, pakailah suara yang pelan dan gaya yang seru supaya anak-anak tertarik. Di bagian tertentu, guru bisa berhenti sebentar untuk memberi komentar atau meminta anak-anak untuk memberi pendapat. Guru juga harus sering menunjukkan gambar yang terdapat dalam buku cerita tersebut dan memastikan semua siswa dapat melihat dengan jelas.Â
Posisi jari guru harus siap untuk membuka halaman selanjutnya supaya cerita mengalir dengan lancar. Pembacaan cerita dilakukan sesuai dengan rentang perhatian anak, maksimal 10 menit supaya mereka tetap fokus. Guru duduk di tengah ruangan agar anak bisa melihat dari segala arah. Selain itu, guru juga harus mampu menciptakan komunikasi dua arah. Guru dapat menyebutkan mama bukunya dan nama penulis supaya anak-anak belajar menghormati karya orang lain (Hamdani, 2020).