Mohon tunggu...
Uswatun Khasanah
Uswatun Khasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta Semester 4

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum perdata Islam di Indoneisia, Perkawinan, Perceraian, Pencatatan Perkawinan

21 Maret 2023   18:45 Diperbarui: 21 Maret 2023   18:47 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

secara sosiologis diakuinya perkawinan dapat dilihat dari beberapa perspektif antara lain pengakuan dari masyarakat dan pemerintah. Pengakuan dari masyarakat penting karena manusia merupakan makhluk sosial yang mana akan terdapat interaksi antara masyarakat satu dengan lainnya. Pengakuan dari pemerintah supaya mendapat kepastian hukum jika mungkin terjadi persengketaan dalam perkawinan tersebut. Jika tidak dicatatkan perkawinan masyarakat menjadi ragu apakah perkawinan tersebut benar-benra sah atau tidak, yang mana akan menimbulkan fitnah dari masyarakat. jika tidak ada pengakuan dari pemerintah maka status perkawinan tersebut tidak bisa di tanggungjawabkan di dalam hukum.

Dalam agama (religius) pencatatan perkawinan tidak terlalu penting karena bukan termasuk syarat sah perkawinan, tetapi dalam agama islam juga mengatur umatnya untuk mematuhi peraturan dari pemerintah untuk tegaknya kenyamanan dan jaminan hidup bernegara. 

Secara yuridis, pencatatan perkawinan sangat dianjurkan. Perintah mencatatkan perkawinan terdapat dalam UU No.1 Tahun 1974 Pasal 2 Aayat (2) yang menyebutkan sahnya perkawinan yaitu dengan dicatatkan ke pihak yang berwenang. yang tujuannya untuk mendapat perlindungan hukum dan terjamin hak-hak wanita dan anak dari perkawinan tersebut, jika tidak dicatatkan perkawinan itu menjadi tidak sah dan tidak ada perlindungan hukum serta tidak terjaminnya hak wanita dan anak dari perkawinan tersebut.

Pendapat Ulama tentang Perkawinan Wanita Hamil

Pakar hukum Islam/ahi hukum fikih berceda pendapat mengenai diperbolehkan atau tidaknya menikahi wanita hamil.

  • Hanafi : Beliau membolehkan perkawinan wanita hamil zina, tetapi tidak boleh tidur dengan suaminya sebelum anak yang dikandungnya lahir, karena tidak adanya ketentuan syara' secara tekstual yang melarang perkawinan wanita hamil karena zina.
  • Imam Syafi`i : membolehkan atau menganggap sah perkawinan wanita hamil akibat zina baik dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya mapun laki-laki lain tanpa harus menunggu bayi yang dikandungnya lahir. Pernikahan yang dilakukan wanita meskipun dalam keadaan hamil diperbolehkan menurut madzhab syafi'i selama pernikahan tersebut memenuhi syarat nikah dan adanya ijab qabul. wanita yang hamil akibat zina, maka tidak ada hukum kewajiban 'iddah baginya, dan diperbolehkan untuk menggaulinya.
  • Maliki : Ulama Maliki tidak membolehkan perkawinan wanita hamil zina secara mutlak sebelum yang bersangkutan benar-benar terbebas dari hamil (istibra') yang dibuktikan dengan tiga kali haidh selama tiga bulan. Apabila wanita tersebut menikah sebelum istibra', maka pernikahan tersebut fasid (batal dengan sendirinya), karena khawatir bercampurnya keturunan di dalam rahim, dan Nabi Saw melarang kita menyirami tanaman orang lain.
  • Imam Hanbali : Menurut Imam Hambali, perempuan pezina baik ia hamil atau tidak tidak boleh dikawini oleh laki-laki yang mengetahui keadaannya itu, kecuali dengan syarat:

1. Telah habis masa iddahnya, tiga kali haid. Namun jika ia hamil maka iddahnya habis dengan melahirkan anaknya, dan belum boleh mengawininya sebelum habis masa iddahnya.

 2. Telah bertaubat perempuan itu dari perbuatan maksiatnya, dan jika ia belum bertaubat, maka ia tidak boleh mengawininya.dengan tiga kali haidh selama tiga bulan. Apabila wanita tersebut menikah sebelum istibra', maka pernikahan tersebut fasid (batal dengan sendirinya), karena khawatir bercampurnya keturunan di dalam rahim, dan Nabi Saw melarang kita menyirami tanaman orang lain.

Upaya Untuk Menghindari Perceraian

  • Menjaga komunikasi yang baik dengan pasangan

Hal ini merupakan kunci utama dalam menjaga keharmonisan rumah tangga. Selalu berusaha terbuka dan jujur dalam komunikasi dengan pasangan dan mendengarkan pendapat dan perasaan pasangan.

  • Menghargai pasangan dan memperlakukan dengan baik

Merupakan salah satu cara menjaga keharmonisan rumah tangga. Meminimalisir tindakan yang merugikan atau menyinggung perasaan pasangan.

  • Tindak kekerasan dihindari

Salah satu faktor perceraian adalah tidak kekerasan dalam rumah tangga, maka sebaiknya menghindari tindak kekerasan dalam bentuk apapun.

  • Tidak boleh egois

Jangan memikirkan kepentingan sendiri dan mengabaikan kepentingan pasangan. Berusaha memahami dan memperhatikan kebutuhan pasangan.

  • Memohon pertolongan dan petunjuk kepada Allah jika ada permasalahan dalam rumah tangga.

Kesimpulan Book Review

Judul              : Hukum Perkawinan di Indonesia (Masalah-masalah Krusial)

Penulis          : Drs. H. M. Anshary MK, S.H.,M.H.

Buku tulisan M. Anshary yang berjudul Hukum Perkawinan di Indonesia (Masalah-masalah Krusial) menjelaskan secara lengkap dalam bentuk deskripsi mengenai masalah perkawinan, perceraian, poligami dan berbagai masalah dalam perkawinan. Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu Negara maka dengan demikian suatu perkawinan harus diatur sesuai ketentuan hukum di Indonesia baik hukum menurut UU maupun hukum yang berlaku di masyarakat dan juga hukum agama. Dengan ditata nya suatu keluarga maka akan tercipta pula Negara yang damai dan nyaman.

Kesimpulan dan inspirasi yang dapat diambil dalam buku ini yaitu dalam suatu perkawinan pasti ada berbagai permasalahan, mulai dari awal sahnya perkawinan perlu adanya pencatatan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) bertujuan untuk mendapat perlindungan hukum dan apabila ada suatu permasalahan yang tidak bisa diselesaikan sendiri dan perlu bantuan dari pengadilan yang syaratnya harus ada bukti pernikahan atau akta nikah. Serta berbagai manfaat lainnya baik yang menyangkut anak, harta atau yang lainnya. Setelah membaca buku tersebut menjadi mengetahui pentingnya pencatatan perkawinan yang mempengaruhi sah atau tidaknya perkawinan. Dan mengetahui berbagai permasalahan rumah tangga serta penyelesaiannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun