Hukum perdata islam di Indonesia
Hukum perdata islam adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum perkawinan, kewarisan dan pengaturan masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, penjam meminjam, aturan jual beli, kerja sama bagi hasil, penghasilan hak dan segala yang berkaitan dengan transaksi. Hukum perdata Islam merupakan semua hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban perseorangan di kalangan warga negara Indonesia yang menganut agama Islam. Hukum Perdata Islam adalah privat materiil sebagai pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan yang khusus diberlakukan untuk umat islam di Indonesia.
Prinsip Perkawinan dalam UU Tahun 1974 dan KHI
Asas dan prinsip perkawinan menurut UU No.1 tahun 1974 ada enam.
1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, suami istri perlu saling membantu  melengkapi, untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil.
2. Sahnya perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing, disamping itu perkawinan harus dicatat menurut peraturan undang-undang yang berlaku.
3. Asas monogami,yaitu hanya jika dikehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum agama mengizinkan, seorang suami dapat beristri lebih dari seorang, namun terdapat berbagai persyaratan yang harus dipenuhi.
4. Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa raganya, untuk bisa mencapai tujuan perkawinan secara baik tanpa ada perceraian dan masalah lainnya yang disebabkan karena kurang matang jiwa raganya.
5. Mempersulit terjadinya perceraian, karena tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera.
6. Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang, hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama suami istri.
Asas hukum menurut Kompilasi Hukum Islam
1. Asas persetujuan, Tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan perkawinan (Asas persetujuan terdapat dipasal 16-17 KHI)
2. Asas kebebasan, Asas kebebasan memilih pasangan dengan tetap memperhatikan larangan perkawinan. Pasal 18 (tidak terdapat halangan perkawinan),39-44 KHI (laranganperkawinan).
3. Asas kemitraan suami-istri
Merupakan asas kekeluargaan atau kebersamaan yang sederajat, hak dan kewajiban Suami-Istri: (Pasal 77 KHI).
Suami menjadi kepala keluarga, istri menjadi kepala dan penanggung jawab pengatur rumah tangga. (Pasal 79 KHI).
4. Asas untuk selama-lamanya
Pasal 2 KHI: akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah dan menjalankan ibadah.
5. Asas kemaslahatan hidup
Pasal 3 KHI: Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah. Dan rahmah.
6. Asas kepastian hukum
Pasal 5-10 KHI
Perkawinan harus dicatat dan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah. Isbath Nikah di Pengadilan Agama.
Rujuk dibuktikan dengan kutipan Buku Pendaftaran Rujuk dari Pegawai Pencatat Nikah.
Putusnya perkawinan karena perceraian dibuktikan dengan putusnya Pengadilan.
Pentingnya pencatatan nikah dan dampak sosiologis, religius dan yuridis jika tidak dicatatkan
Pencatatan nikah dilakukan untuk mendapatkan kepastian hukum atas perkawinan dan kelahiran anak dari perkawinan tersebut, sehingga pencatatan perkawinan merupakan hal yang sangat penting dan wajib dilakukan meski tidak berkaitan dengan syarat sah suatu perkawinan. Perlu adanya edukasi bagi masyarakat untuk melakukan pencatatan perkawinan. Dan akibat dari tidak dicatatkan perkawinan itu menurut UU No.1 Thn 1974 dan KHI perkawinan tersebut menjadi tidak sah. Pencatatan perkawinan juga bertujuan untuk mewujudkan ketertiban administrasi perkawinan dalam masyarakat dan untuk menjamin tegaknya hak dan kewajiban suami istri.