Nelson Mandela pernah berkata bahwa pendidikan adalah senjata yang ampuh untuk menguasai dunia. Kata-kata dari mantan presiden Afrika Selatan itu menegaskan bahwa betapa pentingnya pendidikan dalam mengubah kehidupan manusia, bahkan untuk kemajuan bangsa dan untuk menguasai serta mengubah dunia agar menjadi lebih baik. Bangsa yang maju menandakan setiap warganya bisa mengakses pendidikan dengan baik, termasuk anak dari kalangan orang tidak mampu sekalipun.
Di Indonesia sendiri, setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan wajib mengikuti pendidikan dasar, seperti dituliskan dalam pasal 31 UUD 1945. Yang menjadi suatu masalah disini adalah apakah semua anak di Indonesia sudah dapat mengakses pendidikan? Di atas kertas, sekolah memang gratis, namun nyatanya di lapangan masih banyak sekali ditemukan pembayaran yang harus dibayar oleh peserta didik kepada sekolah.
Dari uang masuk sekolah, uang gedung, seragam, buku, uang ujian, uang untuk daftar ulang hingga iuran-iuran meskipun "berskala kecil" yang seringkali membuat orang tua dari kalangan orang miskin terpaksa menyuruh anaknya untuk berhenti atau putus  sekolah saja.
Sebentar lagi, misalnya; setelah pelaksanaan ujian jenjang SMP ini, orang tua siswa akan dihadapkan oleh beragam keperluan, mulai perpisahan hingga pendaftaran ke sekolah lanjutan. Semua itu adalah nilai rupiah yang tidak kecil yang harus dikeluarkan oleh orang tua dari peserta didik. Belum lagi untuk mereka yang lulus jenjang SMA, biaya yang dikeluarkan oleh orang tua peserta didik untuk masuk ke perguruan tinggi biayanya tentu akan lebih besar.
Bagi orang tua peserta didik yang dikatakan mampu, tentu saja biaya yang jumlahnya  berskala besar itu tak akan menjadi suatu masalah. Bahkan, orang tua yang memiliki ekonomi menengah ke atas itu rela mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik untuk anaknya. Masalahnya di sini akan membebani bagi orang tua yang dikatakan tak mampu alias miskin. Akhirnya, tak sedikit dari anak-anak kalangan orang tak mampu untuk putus sekolah.
Sekolah merasa tidak bersalah jika telah membebani orang tua peserta didik dengan berbagai macam alasan, misal terlambatnya pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), kecilnya anggaran dana BOS, kurangnya dana BOS untuk kepentingan sekolah, dan lain sebagainya. Bahkan, untuk pembangunan sekolah pun, masih menarik iuran dari siswa, misalnya untuk membangun musolla, kamar mandi, taman, ruang UKS, hingga ruang kelas. Padahal sebaiknya semua itu merupakan tanggung jawab pemerintah. Berbeda lagi jika itu sekolah swasta.
Untuk sekolah swasta pun, sebaiknya juga memberikan perhatian terhadap anak-anak dari kalangan orang tak mampu. Negara pun tetap harus terlibat, misalnya; dengan membuat aturan untuk setiap sekolah swasta harus menyediakan 25% bangku untuk anak-anak miskin dengan biaya yang relatif lebih murah, bahkan lebih baik jika gratis. Sekolah swasta bisa juga menerapkan program anak asuh untuk bisa menampung anak-anak yang ekonominya kurang mampu. Program anak asuh ini dana nya bisa digulirkan bagi setiap guru atau para guru di sekolah tersebut iuran untuk membiayai anak-anak yang dari golongan orang tidak mampu tersebut.
Tidak hanya itu, negara juga harus berperan aktif untuk melakukan pengawasan supaya sekolah tidak melanggar hak dan kewajiban anak dalam memperoleh fasilitas pendidikan yang memadai. Seperti, melakukan pengawasan yang ketat terhadap kebijakan sekolah, terutama yang berkaitan dengan biaya pendidikan, supaya tidak membebani peserta didik yang berasal dari golongan orang ekonomi rendah.Â
Selain itu, para pegawai pemerintah juga perlu turun ke lapangan untuk melihat kondisi pendidikan apakah sudah sesuai dengan makna yang telah tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 bahwa anak-anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan negara wajib membiayainya dan mencari anak-anak miskin yang putus sekolah agar memperoleh pendidikan yang layak dan juga memadai.Â
Negara wajib hadir dan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anak-anak dari golongan orang yang tidak mampu. Hal ini disebabkan karena hanya lah sekolah acuan satu-satunya supaya mereka bisa merubah nasib dan keluar dari pijakan kemiskinan. Dengan bersekolah untuk mendapatkan pendidikan seperti pepatah yang telah diucapkan mantan presiden Afrika Selatan di atas, anak-anak dari golongan orang yang tidak mampu bisa mempunyai senjata untuk menguasai dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H