Ketika berada dalam kesukaran, kita tentu merasa dalam kesulitan dibanding orang lain. Itu bukanlah sesuatu yang egois
Sebuah kalimat  ini saya ambil dari buku yang ditulis oleh Baek Se Hee, membuat saya tersadar bahwa terkadang kita juga perlu menghentikan langkah bukan untuk menyerah tapi menikmati pemandangan di sekeliling yang terabaikan selama kita berjalan atau bahkan berlari tanpa jeda. Berhenti untuk mengambil jeda dan melakukan refleksi diri, saya rasa bukan berarti menggambarkan diri kita pribadi yang pesimis atau mudah menyerah.
Kita tidak perlu merasa gengsi untuk mengakui bahwa kita butuh jeda untuk istirahat. Rasa gengsi yang begitu tinggi diimbangi dengan rasa syukur yang rendah, tidak jarang membuat kita lupa bahwa diri ini hanya seonggok daging, yang Tuhan berikan ruh lalu diperkaya dengan hati dan dilengkapi oleh akal. Namun seringnya so tahu nya, melebihi Tuhan, itulah manusia yang katanya banyak lupanya, besar maunya, sedikit syukurnya apalagi maafnya. Kita hanya manusia biasa tegasku pada diri agar tidak lagi menuntut kesempurnaan pada manusia.
Manusia, si makhluk penuh harap, bergelimang mimpi namun runtuh ketika dipertemukan dengan tembok kecewa. Begitulah manusia, yang katanya bukan mahkluk sempurna, namun selalu berusaha terlihat sempurna, berusaha menjadi versi terbaik yang terkadang bersanding atas standar orang lain karena terlilit oleh gengsi.Â
Selalu berdalih be your self namun masih saja berpikir mengikuti jalan orang lain karena gengsi dianggap berbeda dan berada di bawah standar orang lain dan itu juga katanya. Tentunya makhluk penuh kesadaran ini nyatanya masih harus tetap disadarkan, agar tidak terdampar dan tersungkur hingga akhirnya tidak dapat bangun melihat kebenaran tentang apa yang dibutuhkan bukan hanya tentang tuntutan dunia.
Rasanya berat dan engap kalau terus ngomongin manusia makanya tugas tersebut cukup kita percayakan pada netizen yang budiman :). Baiklah ngomongin manusia dan gengsi rasanya sudah seperti satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan seperti halnya molekul H2O jika dipisahkan tidak akan menjadi air. Begitu juga manusia jika dipisahkan dengan yang namanya gengsi nilainya akan berkurang dan pendapat tersebut pastinya masih bersifat subjektif.
Lantas apakah salah seseorang memiliki gengsi? Menurut saya pribadi memiliki gengsi bukan suatu kesalahan jika porsinya tepat, sebagaimana gengsi sendiri merupakan sebuah benteng yang dibuat oleh seseorang untuk menjaga harga diri dan menutupi kekurangnnya dan saya rasa itu hal yang manusiawi jika disesuaikan dengan kadar dan kapasitas yang kita miliki.Â
Gengsi akan menjadi boomerang untuk kita ketika kita meninggikannya di atas kadar dan kapasitas kita yang jika dibiarkan akan merugikan diri kita sendiri dan tidak menutup kemungkinan akan merugikan orang lain juga. Maka dari itu hal yang perlu kita lakukan adalah mengelola gengsi sesuai dengan porsinya. Berikut adalah beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mengelola gengsi agar gengsi yang kita miliki tetap sehat tidak menimbulkan penyakit untuk diri kita sendiri ataupun orang lain.
Bersyukur dengan apa yang Tuhan titipkan untuk kita
Bersyukur, yups rasanya itu adalah pondasi awal yang harus kita tumbuhkan dalam menjalani hiruk pikuk dan hingar bingar perduniawian yang jika terus kita kejar tak tahu ujungnya dimana, karena kita bukan Tuhan yang tahu akhir cerita kita akan seperti apa, jadi apa pun jalan ceritanya kerjakan peran kita dengan sebaiknya, jika kita merasa capek ataupun stress ingat wajar, kita manusia bukan malaikat tanpa sayap :). Walaupun wejangan tentang bersyukur sering sekali kita dengar dan kita baca, realitanya mempraktekannya tidak semudah mengucapkannya, ringan diucapkan, berat dijalankan namun besar pengaruhnya untuk hidup kita, itulah syukur.
Lantas bagaimana caranya kita tetap bersyukur dalam situasi apapun? Mungkin itu adalah salah satu pertanyaan mendasar yang akan keluar dari pikiran kita jika wejangan tentang bersyukur kita dapatkan. Membangun rasa syukur tentunya tidaklah mudah namun juga bukan sesuatu yang tidak mungkin dan untuk membangun rasa syukur dapat kita mulai dengan menyadarkan diri kita bahwa apa yang kita peroleh sekarang yang kita anggap milik kita nyatanya hanya sebuah titipan dan kita hanyalah tempat penitipan yang suatu saat, apa pun yang ada di tempat kita akan diambil oleh pemiliknya.Â