Mohon tunggu...
Uswah Kumala
Uswah Kumala Mohon Tunggu... Mahasiswa - :)

broken crayons still color.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Stres Kerja? It's Okay!

12 November 2021   21:09 Diperbarui: 12 November 2021   21:16 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak pernah mengalami stress dalam bekerja? Tentu semua orang pernah mengalaminya. Dari stress menghadapi revisi dari client, stress menunggu waktu gajian tiba, hingga stress karena tidak berhenti dikontrol atasan dengan perintah-perintahnya.

Menurut Richard (2010) stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Sedangkan stres kerja menurut Vanchapo (2020: 37) adalah keadaan emosional yang timbul karena adanya ketidaksesuaian beban kerja dengan kemampuan individu untuk menghadapi tekanan tekanan yang dihadapinya. Sehingga dapat disimpulkan stress kerja adalah ketidaksesuaian pada diri sendiri dengan beban kerja yang dihadapi. Ketidaksesuaian ini meliputi berbagai hal, baik dari segi fisiologis, emosional, dan kognitif.

Perkembangan jaman tentu tidak dapat terhentikan, gaya bekerja saat ini dan gaya bekerja 5-10 tahun lalu sangat berubah, pekerja di masa lampau tidak dapat se-efisien saat ini dalam bekerja, pekerja saat ini membutuhkan waktu beberapa menit untuk mengirim laporan melalui email, namun pada nyatanya perubahan itu tidak membawa kabar baik pada pekerja-pekerja. 

Semakin maju sebuah jaman, maka semakin cepat pula pergerakan yang diharapkan, itu tentu menuntut kita semua untuk terus beradaptasi pada kondisi yang tidak tentu. Jika seorang pekerja tidak dapat beradaptasi dampaknya adalah rasa kecewa, takut, dan tertekan, semua itu akhirnya menimbulkan dampak stres kerja yang berlebih.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Savvy Sleeper pada 2019, banyak kota dan penduduknya mengalami stress tingkat tinggi. Tokyo menjadi kota dengan penduduk yang mengalami tingkat stress paling tinggi. Sedangkan Ibukota negara Indonesia, Jakarta, berada di urutan ke 6 kota paling stress di Dunia. Hasil statistik ini menjadi bukti bahwa terdapat ketidaksesuaian beban kerja dan kemampuan diri dalam menghadapi dunia pekerjaan di belahan dunia, terutama di kota-kota besar.

Data lain disebutkan Yuval Noah Harari pada bukunya, Homodeus. Hasil survei terhadap masing-masing negara ternyata menunjukkan masyarakat Costa Rica memiliki tingkat kepuasan hidup lebih tinggi dibandingkan orang Singapura. Dari salah satu hasil data statistik ini dapat disimpulkan negara maju yang dapat mengelola segala hal yang bersifat material di negaranya belum tentu dapat menciptakan kebahagiaan bagi pekerjanya pula.

Negara pada dasarnya mengkaji dan mewujudkan sistem pendidikan, hukum, dan kesehatan bukan untuk mensejahterakan masyarakatnya, negara menciptakan hal tersebut untuk meningkatkan kualitas negaranya dalam persaingan di pasar dunia. Negara membutuhkan pekerja yang dapat bangun pagi tanpa terlambat dan sehat bugar ketika diharuskan bekerja, hal ini disebut juga Hustle Culture.

Mengalami stres pada saat bekerja kerap sekali disandingkan oleh hustle culture. Fenomena ini terjadi di kota-kota maju, budaya yang menjadikan pekerjanya menjadi gila kerja, bahkan selalu memikirkan pekerjaan. 

Dan ternyata berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, 25,87% dari total populasi merupakan generasi milenial, lho. Mereka yang mengalami ini terjebak tidak pernah bisa beristirahat, sekalinya beristirahat pun akan selalu mengingat pekerjaannya, huh serem, ya!

Hustle Culture tersebut tentu dapat membuat pekerjanya stres berat karena selalu memikirkan pekerjaan yang belum juga selesai, kebiasaan ini tentu merupakan hal yang buruk, karena pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan atas hal-hal lain selain bersifat material yang dihasilkan dari penghasilan pekerjaan. 

Kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan emosional, misalnya memiliki perasaan ketenangan, ketentraman, hingga kedamaian yang dirasakan, serta tidak memiliki konflik yang membuat menderita seperti depresi, kecemasan dan sebagainya.

Lalu, kebutuhan sosial, memilki hubungan yang harmonis antar orang-orang terdekat seperti keluarga, kerabat dan sebagainya. Dan juga yang terakhir, memiliki penuh kebutuhan spiritual, seperti dapat merasakan episode kehidupan dari perspektif makna hidup yang lebih luas.

Salah satu cara dalam menyelesaikan permasalahan stres kerja adalah pengelolaan diri. Filsafat hidup Stoicism menjelaskan bagaimana mudahnya menjalani hidup bila kita dapat memisahkan hal-hal yang dapat kita kontrol dan juga hal-hal yang tidak dapat kita kontrol.

Filosofi Stoic ini sangat popular bahkan hingga saat ini. Belakangan ini sempat ramai diperbincangkan, terutama setelah buku The Subtle Art of Not Giving a F*ck oleh Mark Manson, Filosofi Teras oleh Henry Manampiring, dan buku-buku terkait lainnya mulai digandrungi kaum milenial.

Stoicism bisa dikatakan sebagai aliran filosofi yang paling berhasil dan berpengaruh dalam aliran filsafat Yunani Kuno. Relevansinya terhadap sikap manusia dan sistem pemerintahan saat itu masih tetap berlaku hingga sekarang. Filsafat hidup ini tidak lekang oleh waktu, tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, dan bisa diimplementasikan oleh siapa saja.

Berikut langkah penerapat filosofi stoicism yang dapat anda terapkan di kehidupan sehari-hari:

  • Menerima apa saja yang tidak dapat diubah
  • Terkadang banyak hal yang kita tidak tahu tidak berada dalam kontrol kita, sehingga membuat kita seakan-akan ingin merubahnya, namun itu tentu tidak dapat dilakukan, karena pada dasarnya ada hal yang bisa kita kontrol atau ubah, dan juga ada yang tidak. Jika dalam konteks lingkungan kerja, amarah bos atau hasil revisian yang tidak kunjung kelar tidak dapat kita protes dan kontrol, namun kita dapat mengubah pola piker kita untuk menciptakan mekanisme kerja yang lebih baik dan efisien.
  • Berfikir sebelum bertindak (emosional)

Belajarlah memahami diri sendiri dan mengenal diri sendiri, sebelum melakukan tindakan seharusnya kita dapat berpikir agar tidak mengeluarkan masalah lebih besar dengan tindakan emosional yang gegabah yang kita lakukan. 

Contohnya seperti ketika menerima pekerjaan yang menumpuk kita tidak bisa melempar pekerjaan itu ke tong sampah karena saking kesalnya, namun kita dapat mengelola diri dengan menyalakan musik atau lilin aroma terapi untuk dapat menenangkan diri kemudian dapat menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya

  • Jangan memikirkan reaksi orang lain

Jangan membuang tenaga dan waktu sia-sia untuk mengkhawatirkan reaksi orang lain, yang tentunya tidak dapat kita kontrol. Hal yang dapat kita kontrol dan kelola hanyalah diri sendiri, seperti tidak berbicara seenaknya atau mengucapkan sesuatu yang pantas saja. 

Contohnya pada kasus pekerjaan adalah ketika atasan memberikan pekerjaan yang banyak, lalu kita hendak protes sebaiknya diupayakan untuk menggunakan bahasa yang sopan, namun tidak terlalu harus memikirkan dampak dari perkataan yang diucapkan

  • Nikmati hal yang saat ini terjadi

Kerap kali kita memikirkan sesuatu yang akan datang di masa depan terlalu berlebihan, atau mungkin membayangkan kenangan yang sudah sangat lampau terjadi. Masa lampau tidak dapat diubah, dan masa depan tidak dapat secara pasti diwujudkan sesuai keinginan, namun kita bisa belajar dari masa lampau dan merencanakan masa depan dengan menjalani masa kini dengan menikmatinya. 

Sebagai contoh dalam pekerjaan kita sering memikirkan kesalahan yang pernah kita buat sebelumnya dan mengkhawatirkan apa yang terjadi kedepannya, padahal yang harus kita lakukan adalah meyakini bahwa menjalani masa kini dapat melupakan masa lalu dan membuat masa depan yang lebih baik.

Begitu saja artikel yang dapat saya tulis kali ini, semoga dapat menjadi pelajaran baik untuk diri sendiri atau orang lain di sekitar Anda. Stres kerja adalah hal yang lumrah dirasakan sebagai seorang manusia yang memiliki hormon yang mempengaruhi emosi, seperti marah bahkan senang. Namun, kabar baiknya banyak hal yang dapat kita kontrol untuk menjadikan stres kerja itu berlalu dengan hasil yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun