Mohon tunggu...
Uswah Hasanah
Uswah Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

mahasiswi aktif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyoal Dampak Penambangan di Gunungkidul: Bagaimana Program Corporate Social Responsibility (CSR)?

6 Juli 2024   07:48 Diperbarui: 6 Juli 2024   08:07 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kegiatan penambangan merupakan suatu tindakan besar yang tentunya mempunyai dampak yang cukup besar pula, baik dampak baik maupun dampak yang buruk. Dikatakan demikian karena pertambangan adalah membuka lahan dan mengubah  bentang alam sehingga berpotensi terhadap adanya perubahan tatanan ekosistem suatu wilayah, baik dari segi biologi, geologi dan fisik maupun tatanan sosio ekonomi dan budaya masyarakat. Permasalahan menyangkut lingkungan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar penambangan sudah seharusnya menjadi satu perhatian penting bagi perusahaan tambang. Guna mengantisipasi  adanya dampak buruk dari  aktivitas penambangan, Corporate Social Responsibility (CSR) agaknya menjadi bagian penting dalam bagian pertumbuhan dan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang.

Dewasa ini, banyak ditemukan perusahaan pertambangan yang mempunyai perhatian tinggi terhadap lingkungan dan peningkatan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah tambang, seperti PT Indocement. Sebagai Perusahaan yang besar, PT Indocement mempunyai perhatian terhadap  aspek sosial dengan melaksanakan program CSR kepada Masyarakat. Konsep pembangunan berkelanjutan yang dilakukan berdasar pada  tiga hal, yaitu memelihara lingkungan, memberikan manfaat bagi masyarakat lokal dan menjaga pertumbuhan perusahan. Contoh keberhasilan lain yaitu pelaksanaan CSR oleh PTBA Tanjung Enim Sumatra Selatan. Salah satu bentuk program CSR yang dilakukan yaitu  pembuatan pupuk bokashi. Program tersebut merupakan wujud pemberdayaan masyarakat yang secara ekonomi tentu saja dapat membantu perekonomian masyarakat. 

Namun demikian, masih terdapat perusahaan tambang yang abai terhadap lingkungan dan peningkatan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah tambang. Salah satu contoh  bukti ketidakbertanggungjawaban penambangan yaitu adanya kolong-kolong bekas penambangan timah yang ada  di Pulau Bangka. Sejak tahun 2017 hingga  2020, WALHI  Babel mencatat terdapat 59 korban yang meninggal dunia akibat kecelakaan tambang timah. Belum lama ini, viral video salah satu rumah warga yang terancam ambrol akibat penambangan yang jaraknya terlalu dekat dengan rumah warga. Lokasi penambangan tersebut berada di daerah Gunungkidul. Artikel ini akan mencoba membedah permasalahan tersebut dengan analisis teori pemberdayaan melalui program CSR.

Masalah Penambangan di Gunungkidul

Rabu, 15 Juni 2024 Harianjogja.com dan beberapa  media lain mengabarkan bahwa terdapat salah satu rumah warga Padukuhan Nglengkong, Kelurahan Serut, Gedangsari, Gunungkidul terancam ambrol akibat penambangan. Video kondisi rumah ini beredar di media sosial instagram setelah di bagikan oleh akun noto_suwarno_id. Video tersebut akhirnya menjadi viral. Sugiyanta selaku  Lurah Serut mengatakan bahwa hasil penambangan tersebut digunakan sebagai material uruk proyek tol Jogja-Solo. Atas kondisi ini, dia telah melaporkan ke Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral DIY (DPUP-ESDM DIY). Sehari setalah video viral tersebut dilaporkan ke dinas terkait, kemudian DPUP-ESDM DIY melakukan sidak dan menyatakan penambangan membahayakan, karena jarak antara rumah dengan tambang sangat dekat, sehingga membahayakan rumah tersebut. DPUP-ESDM lalu memberi saran agar dilakukan pengurukan. Paling tidak lima meter dari rumah. Pada 15 Juli 2024 perusahaan yang bersangkutan telah melakukan pengurukan, namun belum sempurna.

Antonius Hary Sukmono selaku kepala DLH Gunungkidul mengaku pihaknya telah melakukan pengecekan di lokasi penambangan serta melakukan koordinasi dengan penambang. Lebih lanjut, Hery menuturkan bahwa terkait permasalahan tersebut pemerintah meminta adanya pengurukan kembali dan pembuatan talut. Sejak adanya penambangan yang  membahayakan tersebut Hery juga telah berkoordinasi dengan DPUP-ESDM DIY supaya melakukan pengawasan pada aktivitas penambangan tersebut. Selanjutnya, pemerintah juga meminta adanya reklamasi melalui penanaman kembali tanaman lokal supaya ekosistem lingkungan dapat pulih kembali. Sekretaris daerah Kabupaten Gunungkidul Sri Suhartanto   menegaskan supaya tidak ada lagi penambangan yang serampangan. Penambang juga perlu melakukan konservasi SDA, memperbaiki lingkungan dan mempertahankan ekosistem lahan.

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan satu bentuk tanggung jawab perusahaan penambangan terhadap lingkungan dan masyarakat. Sri Subekti mendefinisikan bahwa CSR adalah komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui pilihan bisnis dan sumbangan dari sumber daya perusahaan. Dengan kata lain, CSR merupakan  salah satu upaya mengatasi permasalahan menyangkut lingkungan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar penambangan. Program CSR berkaitan dengan Pembangunan berkelanjutan, yang mana hal itu telah tercantum dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) No. 40 tahun 2007 pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa TJSL adalah komitmen perseoran untuk berperan dalam pembangunan ekonommi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat paa umumnya. Namun demikian, dewasa ini CSR lebih mengarah pada kegiatan kesukarelaan perusahaan terhadap  lingkungan sekitar. Penerapan konsep  CSR mengarah pada upaya untuk pemberdayaan masyarakat. Partisipasi masyarakat dan adanya sinergi antara kedua belah pihak dapat menjadi faktor optimalisasi pelaksanaan program. Sebagaimana diketahui dalam teori pemberdayaan bahwa pemberdayaan dan partisipasi Masyarakat merupakan strategi yang sangat  potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi social dan transformasi budaya.

Masalah penambangan di Gunungkidul sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, agaknya menjadi satu contoh belum diterapkannya program CSR. Perusahaan terlihat abai terhadap lingkungan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar penambangan. Nampak dalam video yang viral tersebut seorang warga yang mengeluhkan adanya aktivitas penambangan yang jaraknya sangat dekat dengan rumah warga yang masih dihuni. Hal itu tentu saja berbahaya karena dapat mengakibatkan longsor  jika tidak segera ditindaklanjuti. Pada video tersebut warga mohon perhatian kepada  pihak terkait untuk menindaklanjuti apakah penambangan tersebut sudah sesuai prosedur atau belum, karena warga tidak menerima apa-apa tapi menerima imbasnya. Padahal seharusnya, perlu adanya Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai satu bentuk tanggung jawab perusahaan penambangan terhadap lingkungan dan masyarakat. Beruntungnya, berkat viralnya video keluhan warga tersebut, akhirnya pihak terkait segera menindaklanjuti kasus itu. Hal tersebut agaknya dapat menjadi pelajaran ke depan bagi perusahaan supaya dalam kegiatan penambangan tetap memperhatikan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar penambangan. Selain itu, adanya controlling bagi pemerintah dan pihak-pihak terkait perlu dilakukan supaya tidak ada lagi penambangan yang serampangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun