[caption caption="sumber foto : princessharah.blogspot.com"][/caption]
CAHAYA ETOILE
oleh : #UswahCajou
_
Ada banyak hal yang sering kita lihat, namun jarang kita perhatikan. Seperti gelas plastik bekas air minum kemasan yang kita lempar ke tempat sampah. Ke mana larinya? Mungkin, ada baiknya kita temui seorang ahli dalam bidang ini.
Salah satunya seorang pria bernama Lumiere.
_
Ia mengamati dan memilah dengan cekatan gelas demi gelas. Membaginya berdasar warna, tinggi dan diameter yang sama. Jangan pertanyakan, ia lebih pintar dari guru matematikanya soal hitung-menghitung.
_
Tahap persiapan selesai. Lelaki itu lekas mengambil gunting dan mulai memisahkan lingkaran bagian atas dari gelasnya. Juga membagi sisi gelas dengan lima potongan yang sama besarnya. Lihatlah, tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan pengguntingan ini.
_
Tiba gilirannya menyalakan lilin untuk memanaskan jarum hingga membara merah. Dilengkungkannya sisi gelas ke tengah, lalu ditusuk jarum panas hingga kedua sisi melekat erat. Alhasil, kelima sisi gelas kini serupa kelopak bunga nan elok. Potongan lingkaran bagian atas tadi digunakan untuk menyambung satu bunga dengan bunga lainnya. Dan, tara ... jadilah kerai yang siap jual.
_
"Kerai yang cantik, Lumiere," ujar Etoile yang muncul dari balik pintu membawa segelas kopi hitam.
"Begitu? Tapi aku punya yang lebih cantik dari ini. Kau ingin melihatnya, Sayang?"
"Tentu," sahut wanita itu.
"Emmmh, yaitu makhluk cantik yang membuatkanku kopi hitam ini," goda sang pria.
Etoile tersipu, sembari duduk mengelus perutnya yang membuncit.
_
"Apa ini tak terlalu pagi untuk menyelesaikan karyamu, Lumiere?"
"Bahkan aku khawatir tak bisa menyelesaikannya tepat waktu, Sayangku. Ada hal yang membuatku ingin segera berbuat sesuatu ketika bangun dari tidur. Kau tahu? Yaitu 'junior' kita yang sedang tumbuh di rahimmu."
Etoile tak henti-hentinya tersenyum mendengar ucapan suaminya.
Lelaki ini selalu saja bisa menyulap sebuah beban menjadi sesuatu yang terdengar menyenangkan, batin Etoile.
Sekarang Lumiere berlutut di depan perut istrinya.
"Nak, lihatlah ayah-ibumu ini, amat gembira juga begitu takut menunggu kehadiranmu. Gembira, sebab engkau ialah harapan. Takut, sebab hidupmu nanti akan penuh tantangan. Engkau akan melihat orang jujur dimusuhi, pendusta dipuja-puja. Jalan kebenaran dianggap musuh, sedang jalan kebatilan nampak menyenangkan. Tapi, Nak, tetaplah memilih kebenaran. Meskipun engkau akan dimusuhi dan dibenci, tetaplah memilih kebenaran. Sungguh, tidak akan menyesal jika engkau mempertahankan kebenaran."
Lumiere berdiri seusai pidato panjang itu.
_
"Sayang, bagaimana menurutmu jika karyaku ini terpajang di galeri milikku sendiri?" tanya Lumiere.
"Itu bagus, Sayang. Kau selalu berhasil membuat sesuatu tampak indah," ujar istrinya.
"Hahaa. Itu sebuah impian yang tidak ada salahnya, 'kan? Tapi aku sungguh bersyukur, memiliki satu wanita yang bersedia hidup denganku. Kau, kuat sekali menghadapi cemoohan orang-orang itu, sebab bersuamikan seorang pemulung sepertiku." Lumiere menatap wanitanya lekat-lekat. Menemukan mata bening itu memantul cahaya.
"Berhentilah berucap begitu. Aku jauh lebih mengenalmu dibanding orang-orang itu. Lumiere-ku seorang seniman, seorang kreator, juga penyair paling hebat yang pernah kukenal. Engkau lelaki terhormat, Lumiere. Kau bukan peminta-minta, bukan pencuri, bukan koruptor. Aku selalu bangga karena engkau memilih cara yang istimewa untuk menafkahiku, di tengah-tengah zaman yang menarik-narik siapa pun menjadi penjahat. Itu yang membuatku memilihmu. Tapi nanti, suatu hari, mungkin aku lelah dengan rumah dan anak-anak. Mungkin aku akan mengeluh dengan sedikitnya pemberianmu. Jika saat itu datang, jangan pernah memilih menyerah, Lumiere. Ingatkan aku tentang hari ini. Ingatkan bahwa aku pernah mampu bertahan dengan apa adanya engkau."
***
Clp. 10.03.16
01.21 am
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H