Mohon tunggu...
Eka Hendra Jatnika
Eka Hendra Jatnika Mohon Tunggu... Guru - Ust. Edu

Penulis, Trainer, Konsultan WA 085767136799

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

[Seri ke-5] QABIL DAN KETURUNANNYA: Terjebak Dalam Tipu Daya Iblis

21 Februari 2017   07:51 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:24 4940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. an-Nur/24: 21)

Menyadari akan kemurkaan ayahnya atas tindakannya (membunuh Habil), Qabil (menurut salah satu riwayat) segera membawa lari Iqlima menuju tempat yang jauh. Ia mencari lembah yang memungkinkan dijadikan tempat membina keluarga dan keturunannya. Allah berkehendak (mengizinkan) Qabil memiliki keturunan yang banyak.

Qabil pun mengajarkan berbagai macam kebaikan kepada keturunannya. Tentunya bukan berdasarkan wahyu Allah (10 mushaf yang dibawa dan diajarkan Nabi Adam a.s.) namun disesuaikan dengan prasangka nalar dan logikanya. Walaupun ia telah berbuat salah namun hati kecilnya tetap berharap keturunannya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga mampu membangun peradaban yang sempurna. Segala daya upaya pun ia kerahkan. Dan mewujudlah masyarakat Qabil yang beradab (sesuai prasangkanya). Di tengah masyarakat seperti inilah, Iblis laknatullah memilih dan menjadikannya sebagai lahan subur untuk melancarkan tipu-dayanya.

Maka Iblis pun melakukan penjajakan. Ia memilih waktu dan momen yang tepat untuk melakukan pendekatan. Saat momen (yang ditunggunya) tiba, ia tawarkan hidup yang penuh kenikmatan dan kepuasan (sebagaimana yang pernah ia lakukan kepada Rasulullah Adam sehingga menyebabkan terjadinya “Tragedi Buah Khuldi”). Tanpa memerlukan usaha keras, masyarakat Qabil dengan serta merta menerima dan menyambutnya. Iblis pun lalu memperkenalkan dan memperdengarkan beberapa alat yang akan dijadikan senjata tipu-dayanya. Benda-benda ini memiliki kelebihan berupa suara merdu yang akan keluar saat ditiup dan ditabuh dengan seksama.

Awalnya kaku. Namun seiring irama merdu yang keluar dari setiap tiupan dan tabuhan, tanpa sadar tubuh masyarakat Qabil mulai relaks mengikuti irama. Semakin lama gerakan tubuh mereka semakin lentur. Bahkan mereka mulai menciptakan ekspresi-ekspresi unik melengkapi keindahan irama. Ada yang memperagakan dan ada pula yang memberikan komentar. Maka terciptalah beberapa tarian yang terus mereka peragakan. Mereka pun merasakan bahwa kepenatan dan rasa lelah setelah bekerja seharian seolah terasa hilang seiring kesenangan yang mereka dapatkan.

Keturunan Qabil semakin banyak yang ketagihan.Tidak hanya laki-laki tapi juga perempuan. Mereka pun membuat kesepakatan. Mereka memilih satu hari dalam seminggu yang akan mereka jadikan hari perayaan untuk bersuka-cita dan bergembira. Di hari itu para lelakinya membawa hadiah yang akan diberikan kepada para wanitanya. Para wanitanya pun berdandan (tabaruj) agar bisa menjadi pusat perhatian agar para lelaki memilih dan memberikannya banyak hadiah.

Seiring waktu berjalan, masyarakat Qabil semakin melewati batas. Mereka terjerembab kepada budaya dan gaya hidup tanpa hijab dan aurat. Maka terjadilah perlakuan-perlakuan layaknya binatang. Tidak ada budaya malu. Yang ada adalah perasaan bangga tatkala mampu melakukan hal yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Jiwa mereka akhirnya diperbudak oleh hasrat untuk mendapatkan kepuasan belaka.

Inilah gambaran masyarakat Qabil. Mereka telah terperangkap dalam tipu-daya Iblis. Padahal (sebelumnya) Qabil berusaha keras menanamkan kebaikan-kebaikan. Namun ternyata kebaikan-kebaikan versi logika (Qabil) tidak berdaya guna apa-apa. Bukannya mendapatkan peradaban yang sempurna, malah mengundang malapetaka dan kecelakaan. Tentunya tidak akan ada yang mereka dapatkan kecuali penyesalan. Wallahu a’lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun