Mohon tunggu...
Eka Hendra Jatnika
Eka Hendra Jatnika Mohon Tunggu... Guru - Ust. Edu

Penulis, Trainer, Konsultan WA 085767136799

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

[Seri Kisah Nabi ke-9] Berhala: Upaya Mengambil Alih Eksistensi Rasul Allah

9 Maret 2017   12:36 Diperbarui: 9 Maret 2017   12:41 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa´, yaghuts, ya´uq dan nasr". (Q.S. Hud/71: 23)

Modus penjerumusan manusia melalui musik dan tarian sudah mampu terpatahkan oleh gerakan Nabi Idris. Iblis laknatullah harus mencari modus baru untuk kembali menenggelamkan manusia dalam kesesatan. Tentunya harus berbeda dengan modus sebelumnya.

Mencermati isi ajaran tauhidullah yang tidak membedakan seseorang, Iblis pun menemukan ide untuk membuat perbedaan dalam status sosial masyarakat. Lalu Iblis membisikkan idealisme ini kepada shudur (dada) para bangsawan (sebagai pihak yang dianggap memiliki status sosial yang tinggi). Mereka pun terkelabui.

Lalu para bangsawan mendatangi Nabi Nuh. Mereka menyampaikan bahwa ajaran Allah yang mulia harus digulirkan oleh orang-orang mulia pula. Maka mereka menawarkan diri untuk menjadi bagian aparatur Nabi Nuh dan memintanya supaya meninggalkan orang beriman sebelumnya (yang notabene disokong oleh orang-orang golongan mustad’afien atau kaum lemah).

Nabi Nuh menolak. Beliau mengatakan bahwa tidak boleh ada perkara yang dilakukan di luar kewenangannya. Kewajiban beliau hanyalah menyampaikan wahyu Allah sesuai petunjuk-Nya dan tidak boleh mengada-ada.

Para bangsawan tidak senang dengan perlakuan ini. Mereka terus mencoba menyampaikan argumennya. Namun Nabi Nuh tetap kuat memegang teguh petunjuk yang telah sampaikan kepadanya. Semakin kuat mereka mendesak, semakin kuat pula Nabi Nuh mempertahankannya

Para bangsawan sadar bahwa Nabi Nuh tidak bisa diajak kompromi. Mereka lalu bersepakat untuk membuat makar. Mereka berpikiran bahwa satu-satunya jalan adalah mencari tandingan yang bisa mengalihkan masyarakat dari Nabi Nuh. Mereka berpikir keras dan akhirnya menemukan jalan keluar.

Maka diputuskanlah bahwa akan ada ajaran yang dipopulerkan di masyarakat yang diambil dari para tokoh Soleh pada zaman sebelumnya. Terpilihlah lima tokoh soleh yaitu:1)  Wadd (yang populer di daerah Dimât al-Jandal), 2) Suwâ (di daerah Yanbû, sekitar Madinah), 3) Yaghūts (di daerah Saba), 4) Ya`ûq (di daerah Khaywan yang berjarak 2 malam perjalanan menuju Mekkah), dan 5) Nasr di daerah Balkha yang ada di Yaman).

Karena besarnya pengaruh para bangsawan di masyarakat, kelima ajaran ini menjadi sangat populer. Apresiasi masyarakat terhadap ajaran ini merebak dengan cepat. Akibatnya, setiap Nabi Nuh datang dan menyampaikan wahyu, masyarakat selalu menyanggahnya dengan mendasarkan kepada ajaran yang mereka dapat dari kelima tokoh itu.

Semakin hari, masyarakat Nabi Nuh semakin menjauh. Mereka tidak segan meletakkan jari di telinganya karena enggan mendengar perkataan Nabi Nuh. Mereka katakan bahwa ajaran Nabi Nuh tidak ada apa-apanya dibandingkan ajaran kelima tokoh itu. Mereka merasa bangga dengan ajaran ini.

Mereka lalu mengekspresikan ajarannya ke dalam simbol. Maka dibuatlah 3 simbol yang dijadikan media pengabdian mereka yaitu: 1) Ansab, yaitu batu yang digunakan saat pengorbanan, 2) Awsan, yaitu batu pengganti berhala yang harus dibawa kemanapun saat bepergian, dan 3) Asnam, yaitu  patung besar yang dibentuk menyerupai kelima tokoh itu. Asnam inilah yang mereka simbolkan sebagai berhala sebenarnya.

Demikianlah para pembesar melakukan upaya makar. Mereka menghadirkan berhala lalu meminta masyarakat untuk menyembahnya. Mereka menjadikan berhala ini sebagai tempat meminta rejeki dan memohon perlindungan. Mereka benar-benar mencintainya, rela berkorban untuknya, dan menjadikannya sebagai sumber ketenangan. Wallahu a’lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun