Tinggal beberapa hari kita akan meninggalkan Ramadhan. Kita sudah menjalani Ramadhan ini dengan khusuk meski terasa ada banyak yang hilang. Tidak sebagaimana tahun-tahun lalu yang seluruh rangkaian ibadah Ramadhan dilaksanakan secara berjamaah dan penuh kehangatan dalam kebersamaan.
Seluruh ibadah, dari sholat Isya dan tarawih, iftar/takjil bersama, tadarus, TPA, dan aktifitas-aktifitas lainnya, kita laksanakan di rumah. Sejenak kita berpikir bahwa serangkaian ibadah yang kita laksanakan pada Ramadhan kali ini hambar barangkali karena pola pikir kita telah terbingkai dalam sebuah “kebiasaan dan rutinitas”.
Kita pun mungkin jarang berpikir jika apa yang kita lakukan dan rasakan sekarang memiliki arti di baliknya. Suasana Ramadhan ini merupakan sebuah “kehadiran” dalam kehidupan kita, dan tentu saja ia terkait dengan kehadiran-kehadiran yang lain yang menghampiri hidup kita.
Merenungkan kondisi Ramadhan yang kita jalani saat ini serta menyadari bahwa semua itu merupakan sebuah “kehadiran” yang terkait dengan “kehadiran” yang lain, kita dapat melihatnya sebagai sebuah jejak (trace). Jacques Derrida –seorang filsuf dan sastrawan Perancis kontemporer adalah orang yang mengkonsepkan trace ini.
Secara sederhana konsep ini dapat kita maknai sebagai sebuah kondisi yang akan menjadi dasar bagi “hadirnya” sesuatu. Kehadiran sesuatu itu sendiri hakikatnya merupakan sebuah tanda (sign) dari sesuatu yang lain yang ditandai (signified), dan hal-hal yang terjadi pada sesuatu yang ditandai adalah penanda (signifier).
Kehadiran sebuah tanda selalu berhubungan dengan tanda-tanda yang lain, dan semua itu selalu didahului oleh trace (jejak). Trace sendiri merupakan sebuah konsep metafisis yang merujuk pada entitas yang lain di luar yang ada sekarang ini.
Entitas itu juga terjalin-berkelindan dengan entitas-entitas yang lain lagi di luar dirinya lagi. Jalinan-jalinan itu dipandang sebagai teks yang merupakan sebuah tanda yang membuka berbagai penafsiran dan pemaknaan terhadap setiap kehadiran (entitas) yang terangkai satu sama lain tersebut.
Seiring dengan cara pandang tentang trace ini, fenomena serangkaian ibadah Ramadhan yang kita lakukan di rumah merupakan sebuah entitas yang hadir dalam hidup kita, dan ini merupakan sebuah tanda. Kehadiran suasana Ramadhan sekarang ini bukan hal yang ada secara mandiri, akan tetapi terjalin dengan kehadiran dan tanda dari entitas yang lain, misalnya wabah Covid-19.
Wabah ini pun merupakan sebuah tanda yang hadir dan terjalin dengan realitas yang lain lagi, demikian seterusnya. Demikian pula, fenomena “Ramadhan di rumah” yang kita alami sekarang ini terjalin dengan entitas lain yang akan “hadir” pada waktu sekarang dan mendatang.
Seluruh jalinan ini merupakan sebuah “teks”. Sebagai teks yang memuat jalinan tanda, terbuka untuk kita tafsirkan dalam rangka menggali makna yang terkandung di dalamnya.
Aktifitas Ramadhan kita tahun ini merupakan sebuah “tanda” yang muncul karena ada “jejak” konseptual yang perlu kita cermati. Tugas kita adalah menggali makna, dan bukan mempersoalkan dan menyalahkan kehadiran fenomena wabah Covid-19.