Penggunaan media sosial, terutama aplikasi berbagi video seperti TikTok, telah menjadi fenomena global yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan mental. Generasi Z, yang lahir pada rentang tahun 1997-2012, merupakan pengguna aktif media sosial, khususnya TikTok. Aplikasi ini menyajikan fitur agar pengguna dapat menciptakan, mengedit, hingga membagikan konten (Andriani et al., 2024, 1). Menjadikan TikTok sebagai media ekspresi dan kreativitas bagi pengguna.Â
Generasi Z pastinya merasakan dampak dari penggunaan TikTok, baik dari dampak positif maupun negatif. Dampak negatif yang signifikan bagi Generasi Z diantaranya adalah kurangnya interaksi sosial, penurunan empati, bahkan isolasi diri karena keterlibatan pada media sosial (Atmajaya et al., 2023, 31142). Selain itu, TikTok juga mempengaruhi bagaimana Generasi Z berinteraksi. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 67,1% responden menyetujui bahwa TikTok mempengaruhi cara Generasi Z membangun hubungan sosial dan memandang diri (Hamdani et al., 2024, 192).Â
TikTok memiliki fitur bernama infinite scrolling, dimana algoritma TikTok akan merekomendasikan konten yang disukai pengguna, sehingga mereka dapat menghabiskan waktu di aplikasi tanpa sadar. Kecanduan ini dapat menurunkan produktivitas, gangguan tidur, hingga perasaan emosional. Karena dampak dari infinite scrolling, diadakan fitur seperti pengingat waktu dan alat untuk mengelola konten yang dilihat (Sangputra & Asifah, 2024, 230). Namun, TikTok menangkap algoritma konten viral dengan cepat, termasuk informasi yang salah. Tak jarang beberapa oknum memanfaatkan kondisi ini untuk membuat berita palsu. Menurut Nurhayati (dikutip dalam Paramitha dkk., 2024, 86), tersebarnya berita hoax dapat mempengaruhi persepsi dan pola pikir pembaca, bahkan memperkuat stereotip yang salah.Â
Munculnya fenomena FOMO (Fear of Missing Out) juga menjadi hal yang penting bagi Generasi Z. Alasan mengapa mereka mengikuti tren TikTok adalah karena mereka takut ketinggalan dengan apa yang sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat (Suliastianti & Sugiarta, 2022, 3460). Selain itu, adanya "standar kecantikan/kekayaan" juga dapat memicu rasa tidak percaya diri, rendah diri, bahkan kecemasan. Ini karena konten yang disajikan kreator TikTok seakan memiliki kehidupan yang "sempurna". Tak jarang Generasi Z menampilkan pakaian, kendaraan, hingga tempat mewah yang dianggap dapat mengangkat status sosial mereka (Bado et al., 2023, 504).Â
Kasus cyberbullying tentunya menjadi masalah serius. TikTok menjadi salah satu perusak mental dan etika Generasi Z karena mudahnya tersebar konten dan komentar negatif yang dapat memicu perilaku cyberbullying (Nahla et al., 2024, 141). Kini, telah banyak kasus cyberbullying terutama bagi mereka yang berusia muda atau sensitif, dengan dampak seperti memicu stres, depresi, hingga keinginan bunuh diri.Â
Selain dari dampak negatif, TikTok juga memberikan berbagai manfaat bagi Generasi Z. Keberadaan TikTok menjadi media edukasi para remaja sebagai media pembelajaran dan pengetahuan (Wulan et al., 2024, 4805). Banyak pengguna memanfaatkan TikTok untuk mendistraksi masalah hidup. Berdasarkan informasi dari @iyoo1000, ia mengatakan bahwa, "Aku menggunakan TikTok saat sedang banyak beban pikiran dan tidak berharap lebih untuk apapun itu.'' (Aliah & Nurfazri, 2023, 58). Konten kesehatan mental menjadi viral setelah muncul konten anak muda yang mendiagnosis kesehatan mental diri lewat TikTok (Vida & Diana, 2023). Banyak kreator berbagi pengalamannya dalam mengatasi kecemasan atau depresi, yang dapat menjadi sumber inspirasi bagi pengguna lain.Â
Generasi Z juga memanfaatkan aplikasi TikTok sebagai media menuangkan ide dan kreativitas. Mereka dinilai mampu membuat konten yang relevan dan cukup kreatif untuk memikat audiens (Putra & Raymond, 2024, 105). Salah satu alasan mengapa Generasi Z menjadi pengguna aktif pada aplikasi TikTok karena mereka dianggap sebagai generasi paling kreatif dan mahir menggunakan teknologi serta media sosial lainnya (Budiana, 2024, 18). Disana, mereka dapat menuangkan hobi seperti menari, bernyanyi, memasak, story telling, bahkan menciptakan tren baru.Â
TikTok juga menjadi wadah untuk mengembangkan berbagai keterampilan. Di era digital saat ini, pengguna dapat mengasah kemampuan dalam dunia fotografi dan editing video pada aplikasi TikTok. Sehingga, aplikasi ini dapat meningkatkan kemampuan otak kanan remaja dalam mengasah keterampilan membaca, berbicara dan mendengarkan (Afendi et al., 2023, 26). TikTok memfasilitasi interaksi antar sosial dan memungkinkan pengguna untuk terhubung dan menjalin konektivitas dengan orang dari berbagai latar belakang. Dengan adanya TikTok, pengguna dapat dengan mudah terhubung dengan orang lain dari berbagai belahan dunia tanpa batasan geografis yang memungkinkan pertukaran informasi dan pengalaman secara langsung (Wijaya & Muktarruddin, 2024, 1967).
DAFTAR PUSTAKAÂ
 Afendi, A. R., Fauziyah, N., Saputra, M. R., & Kamaria. (2023, 05 04). Pemanfaatan Aplikasi Tiktok dalam Mata Pelajaran PAI sebagai Media Pembelajaran Inovatif Era Digital. Borneo Journal of Islamic Education, 3, 19-29. https://doi.org/10.21093/bjie.v3i1.6257Â
Aliah, A. R. H., & Nurfazri, M. (2023, 06 8). TikTok as a Media for Self-Existence among Gen Z in the Middle of the Covid-19 Pandemic. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, 4, 49-65. https://doi.org/10.23917/sosial.v4i1.1706