Mohon tunggu...
Usrotul Afifah
Usrotul Afifah Mohon Tunggu... -

usrotul afifah, mahasiswi ilmu komunikasi 2012, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Moral, Etika, dan Akhlak

7 Januari 2014   14:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:04 1641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ajaran akhlak dalam Islam berumber dari wahyu Illahi yang termasuk dalam Al-quran dan sunnah. Akhlak dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlak yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak untuk memperoleh kebahagian di dunia ini dan di akhirat kelak. Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlak menempati kedudukan yang istimewa dan sangat penting.

Di dalam Alquran saja banyak ayat-ayat yang membicarakan masalah akhlak . belum lagi dengan hadits-hadits Nabi, baik perkataan maupun perbuatan, yang memberikan pedoman akhlak yang mulia dalam keseluruhan aspek kehidupan. Akhlak dalam Islam bukanlah moral yang harus disesuaikan dengan suatu kondisi dan situasi, tetapi akhlak yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak, nilai-nilai baik dan buruk, terpuji dan tercela berlaku kapan saja, dimana saja dalam segala aspek kehidupan tidak di batasi oleh ruang dan waktu.

Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan fitrah manusia. Manusia akan mendapatkan kebahagiaan hakiki bukan semu bila mengikuti nilai-nilai kebaikan yang di ajarkan oleh Alquran dan Sunnah, dua sumber akhlak dalam Islam. Akhlak Islam benar-benar memelikhara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormay sesuai dengan fitrahnya itu. Hati nurani / fitrah dalam bahasa Alquran memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui keesaanNya. (QS Ar-Rum :30)

Karena fitrah itulah manusia kepada kesucian dan selalu cenderung kepada kebenaran. Hati nuraninya selalu mendambakan dan merindukan kebenaran, ingin mengikuti ajaran-ajaran Tuhan, karena kebesaran itu tidak akan di dapat kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenaran mutlak. Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan lingkungan. Fitrah hanyalah merupakan potensi dasar yang perlu dipelihara dan dikembangkan.

Banyak manusia yang fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi melihat kebenaran, oleh sebab itu ukuran baik dan buruk tidak di serahkan sepenuhnya hanya kepada hati nurani / fitrah manusia semata, harus dikembalikan kepada penilaian syara’ yaitu Alquran dan Hadits. Semua keputusan syara’ tidak akan bertentangan dengan hati nurani manusia, karena kudua-duanya berasal dari sumber yang sama yauti Allah SWT.

Demikian juga halnya dengan akal pikiran. Ia hanya lah salah satu kekuatan yang dimilki manusia untuk mencari kebaikan / keburukan . Dan keputusannya bermula dari pengalaman empiris kemudian diolah menurut kemampuan pengetahuannya, oleh karena itu keputusan yang diberikan akal hanya bersifat spekulatif dan subjektif. Demikanlah tentang hati nurani dan akal pikiran.

Di samping istilah akhlak juga di kenal istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedaanya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah Alquran dan Sunnah, bagi etika standarnya pertimbangan akal pikiran, dan bagi moral standarnya adalah adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari kata khuluq yang artinya budi pekerti. Pengertian akhlak menurut istilah di ungkapkan oleh Imam Al-Ghazali , Ibrahim Anis, dan Abdul Karim Zaidan. Menurut Al-Ghazali akhlak adalah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seseorang manusia yang dapat melahirkan  suatu indakan dan kelakuan dengan mudah dan spontan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Sedangkan menurut Ibrahim Anis akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam  perbuatan baik / buruk tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Dan menurut Abdul Karim Zaidan adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan pertimbangan seseorang dapat menilai perbuatannya baik / buruk untuk kemudian memilih melakukan / meninggalkannnya.

Ketiga defenisi di atas kita bisa menyatakan bahwa akhlak / khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia. Sehingga dia muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran /pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. Berarti akhlak itu haruslah bersifat konstan dan spontan tidak memerlukan pertimbangan serta dorongan dari luar.

Sedangkan pembagian akhlak terbagi menjadi dua macam yaitu akhlakul karimah yaitu akhlak yang terpuji (yang mulia). Akhlak yang baik itu dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik pula yaitu sesuai dengan ajaran Allah SWT dan RasulNya, misalnya bertaqwa kepada Allah, berbuat baik kepada kedua orang tua, suka menolong orang yang lemah. Karena akhlak yang baikakan memberatkan timbangan kebaikan seseorang nanti pada hari kiamat. Rasulullah juga bersabda bahwa tidak ada satu pun yang akan lebih memberatkan timbangan (kebaikan) seorang hamba mukmin nanti pada hari kiamat selain dari akhlak yang baik.

Selain akhlakul karimah juga ada akhlakul madzmumah yaitu akhlak yang tercela / akhlak yang tidak terpuji. Akhlakul madzmumah ialah akhlak yang lahir dari sifat-sifat yang tidak sesuai dengan ajaran Allah SWT dan rasulNya, seperti musryik, pergaulan bebas (zina) dan minum minuman keras.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun