Banyak faktor yang membuat saya mengambil sikap ini. Faktor ekonomi bukanlah satu-satunya alasan mengapa saya jarang makan. Saat ekonomi sedang baik pun saya tetap tidak makan. Seekor ulat yang “menjijikkan”, ketika ingin mengubah dirinya menjadi seekor kupu-kupu yang indah, maka ia tidak makan selama 40 hari 40 malam. Sang ulat akan ber-“khalwat” di dalam kepompong sampai hari terakhir, yang pada akhirnya dia akan memiliki sepasang sayap yang indah dan ia pun dapat terbang dengan lincah. Ular yang buas pun tidak makan jika ia ingin memperoleh kulit baru yang lebih indah (proses ecdysis). Nabi Isa pernah mengatakan,
Kosongkanlah perutmu dan tanggalkanlah keinginan-keinginan jasadmu agar hatimu dapat melihat Allah. [Jami’ al-Sa’adat 2:7]
Rasulullah saaw bersabda,
"Cahaya hikmah itu adalah lapar, sedangkan yang menjauhkan dari Allah itu adalah kenyang dan yang mendekatkan kepada Allah itu adalah cinta pada orang-orang miskin dan mendekati mereka, karenanya janganlah kalian (selalu) kenyang agar tidak dipadamkan cahaya makrifah dari diri kalian". [Biharul Anwar]
Imam Ja’far al-Shadiq berkata,
Rasa lapar laksana bumbu bagi orang-orang beriman, sarana penguat jiwa, makanan bagi kalbu dan penunjang bagi kesehatan. [Imam Ja’far al-Shadiq, Misbah al-Syari’ah. Jami’ al-Ahadits]
Tak satupun yang lebih memudaratkan orang-orang mu’min ketimbang banyaknya makan, karena yang demikian itu mewariskan dua kejelekan : kesatnya hati dan bangkitnya syahwat. [Jami’ al-Sa’adat 2:7]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H