Mohon tunggu...
Usmar Hanafi
Usmar Hanafi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

perantau, pekerja sosial.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesiapan Jokowi Jadi Gubernur Jakarta

16 September 2012   03:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:24 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Debat kandidat yang ditayangkan di stasiun televisi JakTV beberapa waktu lalu menyisakan banyak tanda tanya bagi saya akan kapabilitas Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta. Selama mengikuti jalannya debat kandidat Wali Kota Solo ini, sepertinya memang tidak akan disiapkan sebagai pemimpin nomor satu di Jakarta.
Joko Widodo bahkan terlihat lemah dalam meladeni debat antara dirinya dengan Fauzi Bowo. Terlihat sangat jelas dari layar televisi setiap kali diserang oleh Fauzi Bowo soal fitnah-fitnah yang dirasakan oleh Fauzi Bowo, Joko Widodo hanya bisa terpaku diam.
Positifnya bagi pendukung Joko Widodo, hal tersebut bisa dimanfaatkan oleh mereka dalam mengeksploitasi emosi Fauzi Bowo yangterkadang meluap-luap. Satu hal yang selama ini jadi kelemahan masyarakat Jakarta.
Wajar sebenarya emosi Fauzi Bowo meluap-luap. Bisa jadi selama ini dia merasa perlu mengklarifikasi tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Dan tempat yang tepat adalah di debat kandidat tersebut dimana orang banyak bisa mereka saling berargumentasi secara langsung. Bukan lewat media massa yang saat ini bisa jadi lebih berpihak ke Joko Widodo.
Sayangnya, tidak ada silang pendapat yang bisa diharapkan dari Joko Widodo. Satu kali saja dia bersilang pendapat soal gesekan yang terjadi di Jakarta. Dia membantah pernyataan Fauzi Bowo yang mengatakan tidak ada kerusuhan dan gangguan keamanan di Jakarta. Hal tersebut discounter oleh Joko Widodo dengan menunjukkan kasus Mbah Priok dan Taman Palem baru-baru ini. Dari situ keduanya sempat bertarung lidah sayangnya waktu saja yang menghentikan keduanya bertempur lebih lanjut. Padahal akan sangat menarik jika waktu tersebut dilanjutkan.
Kelemahan Joko Widodo terlihat pada saat ditanya soal dukungan anggota dewan dalam merealisasikan semua program yang dia tawarkan. Simplifikasi adalah ajian yang selalu diandalkan oleh Joko Widodo. Dia berkilah bahwa semua program yang bagus tentunya pasti didukung oleh masyarakat.
Idealnya memang semua akan berjalan seperti itu. Hanya saja pada kenyataannya tidak semua program bisa diamini oleh anggota dewan. Perlu keluwesan birokrasi agar hal tersebut bisa berjalan dengan sebagaimana mestinya.
Cara Joko Widodo memaparkan program juga cenderung menuai kritikan. Seperti saat dia membawa beberapa konsep gambar yang langsung ditunjukkan kepada masyarakat. Salah satu gambar yang menarik perhatian adalah gambar tentang pengelolaan kampung-kampung kumuh di Jakarta.
Sayangnya, Joko Widodo lebih banyak mendeliver program tersebut dengan pemaparan yang dangkal. Dia tidak menjelaskan dimana rumah susun tersebut akan ditempatkan. Siapa saja yang berhak tinggal di rumah susun tersebut.
Tentu perlu waktu yang lebih panjang untuk membahas masalah tersebut. Hanya saja cara Joko Widodo memaparkan program-program tersebut sangat jauh dari harapan. Kurang sedikit teknis dan tak lebih seperti orang yang sedang menghapal. Alhasil, Fauzi Bowo sempat-sempatnya menyindir Joko Widodo persis seperti developer. “Kalau mau bicara pembangunan jangan cuma nyodor-nyodorin gambar. Itu mah cara-cara developer,” sindir Fauzi Bowo.
Sebaliknya, sang pendamping yakni Basuki Tjahaja Purnama justru terlihat lugas, paham dengan pertanyaan para panelis dan mampu menjabarkan apa yang ada di pikirannya untuk menjawab pertanyaan tersebut.
“Muka” Joko Widodo sangat terselamatkan oleh Basuki Tjahaja Purnama. Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta ini sangat tahu bagaimana caranya berbicara, caranya memotong pembicaraan untuk mengklarifikasi, dan pengelaborasian masalah yang dia ingin sampaikan.
Berkali-kali dia menjadi penyelamat Joko Widodo untuk menyudutkan Fauzi Bowo. Misalkan soal birokrasi lurus yang akan terjadi jika yang di atas lurus. Lalu soal transportasi untuk anak-anak pelajar dari keluarga miskin. Basuki Tjahaja Purnama terlihat jauh lebih matang ketimbang Joko Widodo. Bahkan dia lebih capable untuk sekadar jadi Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Joko Widodo memang perlu lebih banyak belajar dari Basuki Tjahaja Purnama. Waktunya yang lebih banyak bersolek di media sepertinya terlalu membuatnya terlena. Sehingga lupa untuk memperkaya dirinya dengan hal-hal teknis yang perlu diketahui oleh seorang Gubernur DKI Jakarta.
Kemampuan Basuki Tjahaja Purnama yang lebih di atas rata-rata dari Joko Widodo semakin menguatkan dugaan bahwa Joko Widodo tidak akan lama menjabat Gubernur DKI Jakarta jika terpilih nanti. Dan Basuki Tjahaja Purnama dipastikan akan menggantikan dia sebagai pemimpin tertinggi di DKI Jakarta. Menjadi wajar jika Joko Widodo memang tidak pernah disiapkan untuk menjabat sebagai gubernur.


Sebenarnya dari segi kapabilitas yang cukup, Basuki Tjahaja Purnama layak-layak saja menjadi seorang Gubernur. Hanya saja, kalau memang tujuannya seperti ini? Kenapa tidaklah Basuki Tjahaja Purnama yang sedari awal dibawa sebagai calon Gubernur.


Usai debat kandidat saya sempat terpikir, alangkah baiknya jika pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini dikocok ulang. Kalau saya sih berharap Fauzi Bowo dan Basuki Tjahaja Purnama yang bisa bersanding bersama. Bagaimana dengan Anda?

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun