Mohon tunggu...
Usman Jayadi
Usman Jayadi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pemerhati Pendidikan

Blogger, Pemerhati Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Untuk Tuan-tuan yang "Belum" Pintar

7 April 2016   09:02 Diperbarui: 7 April 2016   09:58 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Simpang siur penetapan Calon Peserta Sertifikasi Guru Tahun 2016 menjadi opini publik khususnya guru-guru honorer di berbagai daerah. Terbukti, akan banyak calon peserta sertifikasi guru yang sudah keluar namanya berdasarkan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun kemarin harus legowo digugurkan karena satu syarat yang tidak lengkap, yakni SK Pengangkatan dari Bupati/Walikota.

Merujuk pada undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, jelas mendefinisikan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (Pasal 1 ayat 1)

Peranan guru sangat penting dalam dunia pendidikan karena selain berperan mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta didik, guru juga dituntut memberikan pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter yang baik bagi anak didiknya.

Guru terdiri dari guru pegawai negeri sipil (PNS) dan guru bukan pegawai negeri sipil. Guru bukan PNS dapat melakukan penyetaraan angka kredit fungsional guru. Penetapan jabatan fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan angka kreditnya, bukan sebatas untuk memberikan tunjangan profesi bagi mereka, namun lebih jauh adalah untuk menetapkan kesetaraan jabatan, pangkat/golongan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku sekailgus demi tertib administrasi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil.

Berdasar pada penjelasan di atas, yang menjadi pertanyaan mendasar saat ini adalah, mengapa guru honorer yang telah dikeluarkan namanya menjadi calon peserta sertifikasi guru oleh Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan harus terbentur hanya dengan SK Bupati/Walikota, sedangkan honorer Kategori 2 yang diangkat dengan SK kepala sekolah dan penipuan yang luar biasa dapat diloloskan menjadi CPNS/PNS?

Selayaknya semua kalangan harus bercermin dengan keadaan ini. Terutama pemerintah daerah atau Dinas Pendidikan. Bukan hanya sebatas diam menyaksikan guru-guru honorer dengan pengabdian yang jauh lebih lama dibandingkan guru-guru PNS. Ada apa sebenarnya dengan sistem? Keadilan itu di mana? Yang goblok, pura-pura tuli, dan buta itu siapa?

Untuk apa ada UKG, untuk apa ada Dapodik, untuk apa guru harus ber-NUPTK sedangkan manfaatnya tidak akan pernah dirasakan penuh sesuai fungsi yang ditentukan jika harus terbentur dengan satu syarat yang mudah dan tidak akan melanggar undang-undang jika para pemerintah peduli dengan nasib rakyatnya.

Sudahkah Anda berpikir, jika anak atau saudara Anda mengeluh seperti demikian. Apa yang akan Anda lakukan? Bukan masalah uang, namun keadilan. Bukan malasah sertifikasi semata, tetapi problem kejujuran dan penistaan terhadap golongan. Semoga yang pura-pura buta, dibutakan. Semoga yang pura-pura tuli ditulikan. Semoga yang berkhianat, hancur selama-lamanya. Amin!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun