DITENGAH hiruk-pikuknya permasalahan yang dihadapi bangsa kita akhir-akhir ini, tidak ada kata manis selain ungkapan dan harapan agar Indonesia kita selalu dalam rahmat dan lindungan Yang Maha Kuasa. Marilah mulai saat ini kita alihkan setiap persoalan dan kemelut yang melanda bangsa kita akhir-akhir ini menjadi inspirasi untuk terus-menerus berinovasi, mulai dari diri kita masing-masing dengan menitikberatkan mental dan spiritual diri.
Untuk sama-sama kita mafhumi, bahwa Inovasi yang akhir-akhir ini marak kita lihat, dengar, dan lakukan adalah terfokus untuk sebuah metode atau sistem dalam memperbaharui metode dan sistem yang telah ada semata, bukan inovasi untuk sebuah pengkajian diri kita dan generasi masa depan bangsa ini. Oleh karenanya, inovasi yang dilakukan tersebut hanya menyisakan kemelut ribut, bahkan kebingungan dalam kegersangan spiritual kita masing-masing.
Lihatlah bagaimana generasi kita akhir-akhir ini di media, pemberitaan dan kabar tentang mereka seakan-akan mengiris pilu dan membuat kita tercengang dalam keresahan. Namun, di tengah keresahan kita tersebut, justru semakin menambah pemberitaan dan kabar yang semakin tidak mengenakkan tentang mereka.
Mencoba merenungkan, apa yang salah pada diri kita selama ini selaku orang tua, pendidik, birokrat, dan punggawa negeri ini? Sepertinya di benak generasi kitalah jawabannya, dan untuk menafsirkan semua itu akan terasa sulit untuk mereka ungkapkan.
Terlepas dari semua itu, ada baiknya melalui tulisan ini marilah kita mencoba menelusuri setiap penyebab gaduh dan rusaknya moral generasi kita tersebut. Pertama, mulai dari orang tua sebagai fundamen terpenting dalam menjadikan setiap individu agar senantiasa berada dalam barisan lurus masa depan mereka. Sudahkah orang tua tersebut menjadi tauladan terbaik bagi anak-anak mereka? Sudahkah orang tua tersebut memikirkan jalan lurus yang akan ditempuh anak-anaknya? Dan, Sudahkah orang tua mulai berinovasi agar keseharian anak-anak mereka dalam bayang-bayang kasih sayang dan menjadi motivasi jika anak-anak mereka menemukan jalan kesukaran?
Kedua, pendidik atau guru sebagai pembentuk jiwa berpikir dan orang tua kedua dari generasi bangsa kita. Sudahkah melakukan pengkajian agar bagaimana generasi ini menjadi pengguru yang selalu menghargai jasa, pengabdian, dan selalu mengenang mereka selama hidup peserta didiknya? Sudahkah mereka melakukan pembelajaran yang tidak hanya mengejar balasan, melainkan menjadikan kewajiban dalam kesungguhan sebagai jalan mendapatkan penghargaan? Dan, sudahkah setiap pendidik mengharmonisasikan kegalauan dengan solusi bermakna dalam kehidupan peserta didiknya?
Ketiga, pemerintah sebagai penanggungjawab dunia akhirat akan nasib umatnya. Sudahkah mereka melihat ke bawah di mana kebathilan yang harus dijadikan pedoman agar kesesatan tidak lagi merusak generasi bangsa kita? Sudahkah mereka menekan ambisinya untuk sebuah prestasi dalam kejujuran? Dan, sudahkah mereka menengok lugu titah dan harapannya untuk memajukan dan membentengi generasi kita agar selalu berada dalam lautan persembahan keberhasilan?
Jawaban dari beberapa pertanyaan di atas, kita kembalikan kepada tiga unsur penentu dari masa depan generasi kita. Dan, jika kita menjadi bagian dari unsur tersebut, hendaklah memberanikan diri untuk menjawabnya, kemudian melakukan inovasi agar keseluruhan dari dilema dalam lingkaran syetan di negeri ini segera teratasi dengan baik dan mudah.
Pembelajaran terdekat dalam membentuk generasi bangsa yang baik adalah Ujian Nasional. Mengapa? Karena dari beberapa sumber dan mungkin telah sama-sama kita ketahui, bagaimana jalannya Ujian Nasional tahun-tahun yang lalu. Bagaimana orang tua yang mengerti masa depan anak-anaknya, hingga mereka merasakan resah jika anak-anaknya tidak lulus di suatu jenjang pendidikan. Lantas, apa yang dilakukan orang tua tersebut? Jawabannya pun beraneka ragam. Ada yang siap mengeluarkan uang untuk bimbingan belajar anak-anaknya (bagi yang mampu), ada yang berpuasa dikala anak-anaknya tengah ujian dengan harapan ujian anaknya dimudahkan, dan yang lebih parah lagi, ada diantara mereka yang berani tampil beda dengan membeli soal bocoran dari pihak entah asalnya darimana.
Bagaimana pihak sekolah yang berlomba-lomba menginginkan agar semua peserta didiknya lulus 100%, hingga gurunya mungkin ujian terlebih dahulu. Yang lebih mengherankan lagi, bukan di sekolah-sekolah umum yang demikian keji dalam pelaksanaan UN-nya, di Madrasah dan sekolah keagamaan pun demikian maraknya. Dan, masih banyak kejanggalan-kejanggalan pelaksanaan UN yang menjadi dilema untuk segera dibenahi dengan segera.
Ujian Nasional bagaikan sketsa untuk melukiskan pribadi anak-anak bangsa kita. Banyak dari mereka yang lulus sempurna dengan modal pengorbanan dan doa. Banyak juga mereka yang lulus dengan noda hitam dan pembocoran akhlak kejujuran. Dan, banyak pula yang lulus dengan bantuan Bapak/Ibu gurunya, dan seterusnya.
Dengan telah resmi dikeluarkannya Peraturan UN tahun ini yang jauh berbeda dengan UN tahun-tahun sebelumnya, apakah dilemma-dilema buruk pelaksanaan UN tersebut akan masih saja berlangsung seperti biasanya?
Jika jawabannya nanti masih saja pembocoran dihalalkan, guru-guru ujian duluan, pihak Pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikannya berlomba-lomba untuk meraih nilai peringkat kesombongan dengan berbagai cara, maka masa depan generasi ini telah dirusak oleh mereka yang mengerti tentang arti pendidikan itu sendiri.
Oleh karenanya, jika Pemerintah berani mengubah pola UN dari biasanya yaitu menjadikan UN untuk memotivasi peserta didik agar rajin belajar, mendorong guru untuk menguasai kompetensi, sebagai bahan acuan dalam memberikan informasi detil dan menyeluruh terhadap kompetensi peserta didik, digunakan sebagai acuan pendidikan antar provinsi, dan sebagai dasar pertimbangan untuk peserta didik menuju pendidikannya yang lebih tinggi, maka marilah kita juga harus berani berinovasi dengan mengubah pola UN dari keburukan menjadi bagian terpenting untuk menjadikan generasi kita, generasi yang membanggakan, bahagia dengan masa depannya, dan bersinergi dengan keyakinan bahwa innama’al ‘usri yusra (Sesungguhnya dalam setiap kesukaran itu terdapat kemudahan [al-ayaah])
Demikian tulisan sederhana ini, semoga menjadi inpirasi bagi kita semua dalam menyongsong Ujian Nasional yang jujur, bersendikan akhlak mulia, dan menghasilkan generasi yang selalu merindukan indah dan baiknya negeri yang tercinta ini. Amin ya rabbal’alamin!!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI