Mohon tunggu...
USMAN HERMAWAN
USMAN HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Belajar untuk menjadi bagian dari penyebar kebaikan

BEKAS ORANG GANTENG, Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Peristiwa di Akhir Tahun

10 Januari 2024   00:56 Diperbarui: 26 Januari 2024   05:23 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kupikir ada baiknya kalau minta endorsemen kepada Mas Gong, tutor menulisku yang masih mengemban tugas sebagai Duta Baca Indonesia. File pdf-nya kukirim kepada Mas Gong. Harus kapan? Balasnya. Sesempatnya, balasku. Dilanjutkan dengan kiriman poster acara Diskusi Literasi di Mauk disertai teks: Datang. Kita obrolin. Di tempat Yori Tanaka. Aku membalas,ya, insyaalloh. Kukira itu momen penting, aku harus hadir.

Ada  empat teman yang kuajak untuk ikut guna menambah wawasan pengetahuan, tapi semuanya tak bersedia. Bagiku bertemu sang maestro adalah wajib. Pada saatnya, karena jadwal acaranya pukul 15.00 maka aku berangkat sekitar pukul 13.30. Namun sayang, begitu aku siap berangkat tiba-tiba hujan, tapi aku tidak mau menyerah karena hujan. Kupakai jas hujan lalu berangkatlah. Rute yang kutempuh, Babakan - Binong - Cijengir - Dumpit - Gandasari - Jatiuwung - Sangiang, lalu ke jalan Moh. Toha, arah Mauk. Pada peta google jaraknya 25 km. Lewat dari Gandasari jalanan kering, tak ada hujan, sehingga aku menepi untuk membuka jas hujan.

Setelah melewati pasar Sepatan dekat dengan perbatasan Mauk aku berhenti untuk melihat peta google. Namun seketika aku tersadar bahwa tak ada yang mengganjal di saku belakangku. Langsung kuraba saku belakang, ternyata tak ada dompetnya. Aku tergagap. Aku mengingat-ingat saat keberangkatan di rumah. Sebelum berangkat di dompetku ada uang seratus ribuan dua lembar. Satu lembar seratus ribuan aku tukar dengan lima puluh ribuan dua lembar. Untuk cadangan bayar parkir aku ambil sepuluh ribu di dompet yang biasa digunakan di rumah. Semula hendak memakai celana jeans lalu ganti dengan celana bahan. Setelah itu langsung berangkat.

Untuk memastikan, aku telepon istriku agar mengeceknya barangkali dompetku tertinggal di rumah. Ternyata tidak ada, yakin. Berarti terjatuh. Istriku meminta aku putar balik, kembali untuk mencarinya di sepanjang jalan. Jika begitu, berarti aku tidak jadi hadir di acara diskusi literasi. Setelah berpikir beberapa saat aku memutuskan untuk tetap maju meneruskan perjalanan. Hematku, terlalu kecil kemungkinan dompet dapat kutemukan. Dalam hati aku berharap dompetku ada yang menemukan dalam keadaan baik. Seandainya terlindas mobil, terpental ke semak atau got pinggir jalan, atau jatuh di genangan air mungkin tak akan ada yang memungut. Mustahil dompet bisa kembali ke tanganku.

Ponsel kuselipkan pada tali di bagasi depan. Tanda panah pada peta sampai pada titik akhirnya. Tak sampai satu menit kemudian tanpa kuduga ternyata tiba, persis di tepi jalan. Sesuai namanya Tepian Cafe. Aku masuk bertemu dengan suami Yori. Aku menanyakan apakah Mas Gong sudah tiba? Ternyata sudah. Diarahkannya aku ke tempat beliau dan rombongan berada. Mereka sedang makan bersama Ibu Tias, beserta teman-teman alumni kelas menulis Rumah Dunia, yakni Putri, Gege dan suami, dan Rudi. Kuceritakan kepada mereka bahwa dompetku hilang. Mereka berempati, bahkan turut berbelasungkawa. Tanpa harus kusebutkan isinya, semua bisa memahami bahwa pastilah berisi dokumen penting.

Aku berharap dompetku ditemukan oleh orang baik. Isinya KTP, uang 210 ribu, ATM dan struk penarikan, STNK, SIM A dan C, tiga lembar meterai 10.000, dan sebuah batu cincin pemberian teman.   Terbayang repotnya jika semua dokumen itu tidak kembali.

Soal endorsemen yang kuminta, ternyata Mas Gong belum membaca membaca cerpen-cerpenku. Wajar jika endorsemen yang hanya beberapa baris belum dibuatnya. Aku tidak bisa memaksakan. Kuungkapkan gambaran umum cerpen-cerpenku agar dia segera membacanya. Mas Gong menawarkan kata pengantar. Tadinya kupikir takut merepotkan, tapi kalau beliau bersedia menulis kata pengantar dengan senang hati aku mau. Aku siap menanti kapan saja, sesempatnya beliau, tentu dalam waktu yang tidak terlalu lama karena aku ingin segera menyelesaikan pekerjaanku. Seumpama pada buku kumpulan cerpenku terdapat kata pengantar Mas Gong aku akan lebih percaya diri dalam mensosialisasikan bukunya nanti.

Acara dimulai, Mas Gong menyampaikan paparannya mulai dari perkenalan dan mencerikan sebab lengan kirinya diamputasi akibat jatuh dari pohon. Dikemukakan pula bahwa pada masa remajanya dia pernah jadi juara bulutangkis kaum difabel se-Asia Fasifik di Jepang, dan lain-lain. Selanjutnya membahas materi seputar literasi dan tanya jawab. Ada buku dan pena yang dibagikan sebagai doorprize kepada peserta yang bertanya.  Selesai acara pokok sesi berikutnya foto bersama. Aku pun berfoto selfy dengan Mas Gong untuk kutunjukkan kepada istriku. Setelah itu aku pamit pulang lebih dulu.

Kendati tipis harapan bisa menemukan dompetku, sepanjang jalan aku lebih banyak melirik ke kanan barangkali ada benda hitam berupa dompet milikku. Sepanjang perjalanan pulang pula aku merapal salawat berkali-kali. Setiap benda hitam aku amati jangan-jangan dompetku. Tak kurang dari enam puluh gajlukan atau polisi tidur dan banyak lubang aku lalui. Sampai di rumah pukul 18.40. Walhasil, nihil. Istirahat sebentar sambil menyimak istri nyapnyap karena tak langsung pulang. Siapa tahu bisa ditemukan karena jatuhnya belum lama, katanya.

Minggu pagi, walau tipis kemungkinan ketemu dan demi memenuhi desakan istri aku mencoba menyisir rute sekira sepuluh kilometer. Sampai pasar Jatiuwung lalu memutar balik dan mampir di pangkalan ojek dekat bekas toko Sabar Subur. Aku hampiri seorang pengatur lalulintas di pertigaan, juga tukang ojek yang ada di situ. Aku beritahu mereka bahwa aku kehilangan dompet di jalur itu dengan maksud barangkali ada yang menemukan dan memberi tahu mereka. Aku minta agar bersedia mengantarkan ke alamatku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun