Mohon tunggu...
usman efendi
usman efendi Mohon Tunggu... -

Saya bukan siapa-siapa, hanya manusia pembelajar, mencoba berbagi ilmu dan menambah ilmu untuk kebaikan dunia dan akhirat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masih Mau jadi "Jongos"?

29 Juli 2016   09:42 Diperbarui: 29 Juli 2016   09:54 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita mungkin tidak asing dengan kata ini “Jongos” ...ya kebanyakan persepsi masyarakat kata ini mengandung makna yang negatif, dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) arti kata “Jongos” adalah pembantu (laki-laki), pelayan atau bujang. Itu saja tidak ada penjelasan lebih detail. Sehingga orang yang kita panggil jongos seolah-olah berada di tingkat kasta terendah di masyarakat.

Tapi ada makna lain yang saya kutip dari buku TJW (The Jongos Ways) tulisan dari mas Muhsin Budiono seorang anak muda karyawan perusahaan BUMN PERTAMINA, yang juga sebagai pakar Folowership pertama di Indonesia,  buku berjudul The Jongos Ways : Pekerja Tangguh, Bahagia dan Penuh Manfaat Itu Anda. Buku ini menceritakan tentang pengalaman pribadi penulisnya hingga beberapa tips & trik bagaimana menjadi karyawan yang tidak biasa atau terjebak pada kesibukan rutinitas harian yang akhirnya mengesampingkan bakat dan potensi diri kita yang sebenarnya.

Siapa itu Jongos?Seringkali Jongos diartikan sebagai orang yang bebas anda suruh-suruh dan dia akan menuruti kemauan anda. Baiklah, itu definisi yang sangat sempit. Dalam buku De Javansche Vorstenlanden in Oude Ansichten : 1970, dijelaskan bahwa ‘jongos’ adalah istilah yang mengacu pada pengertian abdi, pembantu, atau babu. Akan tetapi dalam praktek kehidupan sehari-hari istilah jongos ini mengalami penyempitan arti atau peyorasi. Jongos lebih diidentikkan sebagai babu (laki-laki). 

Asal muasal kata jongos berasal dari bahasa Belanda : jongen. Arti ‘jongen’ kurang lebih adalah muda, pemuda, junior, atau semacam itu. Dari kata jongen inilah muncul istilah jongos. Pada masa penjajahan belanda Dalam perkembangannya jongos sering identik dengan begundal atau kaki tangan orang Belanda. Oleh karena itu jongos mengalami penyempitan makna. Makna yang berkembang kemudian menjadi sedemikian negatif atau rendah.

Di Negara kita ini banyak sekali JONGOS yang ternyata merasa dirinya sebagai Korban kemiskinan, menjadi jongos yang bekerja secara biasa-biasa saja. Permulaan bekerja sebagai Jongos (secara tidak sadar)  untuk menjadi ‘Korban’ dan ujung-ujungnya kejiwaan bisa terganggu. Potensi tidak berkembang, pekerjaan lakukan setengah hati dan menganggap diri ini sebagai pecundang. Rasanya sungguh tidak nyaman dan jauh dari kata bahagia. Sangat sulit untuk menghilangkan mental sebagai ‘Korban’,

Padahal  untuk bisa nyaman/bahagia dalam bekerja kita harus mencintai pekerjaan itu meskipun tidak menyukainya. Ini bisa diawali dengan memulai mencintai diri sendiri. Kita tidak boleh membiarkan diri terpuruk dan berpikiran kalau bekerja sebagai seorang Jongos adalah hal yang rendah, membosankan dan remeh. Karena Tidak ada pekerjaan yang buruk, remeh dan membosankan kalau kita mencintai diri kita sendiri.

Dalam era industri seperti sekarang ini bagi banyak organisasi/perusahaan adalah lumrah memberi label seorang pekerjanya dengan sebutan “Jongos”. Karena semua profesi di dunia ini pada prinsipnya adalah pelayanan. Sampai kepada profesi wakil rakyat dan para pejabat pemerintahan juga pada hakikatnya adalah “pelayan” bagi rakyatnya, itu artinya sama-sama bisa kita sebut JONGOS

JONGOS – zers

Siapapun kita dan apapun pekerjaan kita apakah anda tukang cuci, pembantu rumah tangga, sopir, salesman, karyawan,  PNS, guru, pengusaha, buruh, petani, dokter, polisi, sopir forklift,  wakil rakyat, bahkan president sekalipun, yang penting  halal yang kita lakukan saat ini, kita haruslah memberikan MAKNA dan NILAI pada pekerjaan tersebut untuk bisa meraih kebahagiaan, performansi dan semangat kerja yang baik. Dengan memaknai pekerjaan, orang punya alasan betapa hidupnya jadi berarti. Kesadaran ini akan memotivasi dirinya untuk berbuat lebih dan memberi makna dalam hidupnya. Kalau dalam dunia korporasi, ibaratnya ia mampu melampaui pekerjaan lebih dari sesuatu yang bersifat fisik atau materi sehingga ia merasa ada sesuatu hal yang manfaat telah dilakukannya di kehidupan singkat ini. Mungkin itulah yang membuat seseorang jadi kreatif, kerasan, produktif dan ingin terus memberi yang terbaik. Itulah disebut dalam buku TJW  seorang JONGOS -ER..seorang pekerja yang bahagia, tangguh dan bermanfaat itu ANDA.

Bersambung....

  • Usman Efendi, S.T. C.STMI
  • Salesman Jongoser, Trainer & Writer
  • 0813.1030.3944

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun