Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Teringat Pesan Ibuku, "Cintanya Bakal Cepat Hilang!"

12 Februari 2016   11:19 Diperbarui: 12 Februari 2016   14:12 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasihat berupa puisi ibu senantiasa terngiang di telinga. Iya sebentar ada lengkingan, sebentar ada mendayu-dayu. terimaksih ibu! , Namamu senantiasa berlabuh di dermaga hatiku (usman d,ganggang)

 

(Ketika diamku tak pernah diam)

Rupanya malam telah membangunkanku. untuk membuat perhitungan antara gelap dan kebekuan.sekaligus memilah untuk memilih siang atau kecemasan. Lalu teringat pertanyaan ibuku di desa, ketika bersamanya di desa tempo doeloe, puitis sekali pertanyaannya,"Nak, kau tahu, apa itu malam?" Tanpa menunggu jawabanku, ibuku berujar,"Malam adalah matahari terbenam, meski tak sungguh-sungguh terbenam".

Pertanyaan itu, sulit kujawab kala itu. Nah, kini setelah diterpa sekian persoalan, barulah diketahui apa maksud pertanyaannya.Ternyata, malam tidak dimaknai secara lugas, atau secara polos. Malam menghadirkan makna konotatif atau makna sampingan. Konkretnya, malam boleh jadi dimakanai sebagai sebuah penderitaan. Tetapi di sana juga ada mentari memberikan sejumlah pijar- pijar untuk menerangi kegelapan malam.

Nah, sekarang ketika aku berada pada persimpangan jalan, terasa pertanyaan Ibuku yang bernuansa nasihat itu, segera kumaknai, aku harus pandai memilah, apakah cintanya kuterima atau kutolak? Ibuku tercinta, terimaksih, nasihatmu senantiasa berlabuh dalam dermaga hatiku. Salah satunya, " Kalau kau disirami cinta, maka terimalah cintanya!" Sebaliknya, Jka kau disirami uang, maka percayalah pada nasihat ibumu, "Cintanya bakal cepat hilang"

Iya, meski kedinginan kian meronta, tokh ananda senantiasa berusaha melirik kehebatan mentari yang meski bakal tenggelam, tokh esok akan kembali bersinar. "Jangan biarkan mentari berlalu tanpa makna, Nak!" sambung ayah ketika kucari ketiaknya untuk membuat perhitungan kegaamangan rembulan dalam menyingkap awan yang setia menemaniku. ***)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun