Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kau di Mataku dalam Sebuah Paragraf

1 Januari 2014   10:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:17 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1388547577343225886

Pagi bersinar terang, seterang hatiku yang suka berklinong-ria. Ujungnya, kubereskan pakaian selama perjalanan, termasuk kaos oblong dan jeans kesukaan suamiku. Program ini, kesepakatan bersama, karena itu, aku langsung ajak suami untuk bersiap-siap ke Pantai dekat Pulau Bidadari. "Jelang akhir tahun nanti kita ke Pantai, iya pantai yang panoramanya harus menghadirkan decak kagum", ujarnya yang kurekam baik dalam hati. "Iya, sebuah program bagus, pasti aku mau ko", tanggapku, karena bagaimana pun program ini, terutama terkait dengan upaya melepas lelah. Tetapi, ternyata Abang Muhaji kekasihku, pagi ini, menanggapi dingin, alasannya, masih sibuk dengan kegiatan laporan akhir tahun. "Aku masih sibuk adinda, bagaimana kalau adinda aja yang pergi pagi ini?" ujarnya enteng. "Gimania Abang ini, ini kan kesepakatan bersama, apalagi hari ini hari libur, . Urus negara ini, bukan hanya Abang saja!" aku mulai sewot dan terus nggerundel. Abang Muhaji, berusaha membaca isi hatiku. Itu pula sebabnya, dengan cepat dia berpesan," Saya izinkan, tapi ingat jangan terbuai dengan untaian kata2nya sehingga jatuh dipeluknya!" "Wah...., kok Abang Muhaji tahu , isi hatiku!" batinku. Meski hatiku berkata demikian, aku berusaha menyembunyikannya. Apa pun alasannya, aku harus pergi. Di sana aku tumpahkan semua duka yang kualami selama bersama Abang Muhaji. Aku deskripsikan semua, dari janjimu, haem…berbulan madu, hingga kesibukanmu tanpa henti. Semua yang kurasakan, kusimpan baik. “Biar semuanya kurasakan sendiri”, batinku. "Ok-lah kalau begitu, tapi Avanza, aku bawa!" kataku bernada marah, tetapi hatiku berbunga-bunga.

Foto ilustrasi ( Usman D.Ganggang)

Dan pagi menjelang siang itu, aku pun berangkat bersama avanza. Lagu : "Mengapa harus Jumpa" ciptaan DLLYOD kuputar. /Mengapa kita harus berjumpa/di kala kau telah berdua/Berdosakah diriku kepada-NYA/Pabila aku mencintaimu..........

Akhirnya, lagu itu pun berakhir sebelum tiba di Pantai Bidadari. Begitu turun, hanya sebentar aku tengok keindahan Bidadari, selebihnya kucermati makna lagu dari DLLYOD yang berjudul: Mengapa Harus Jumpa. Teringat aku, setahun silam, awal jumpaku dengan Abang Muhaji. Begitu singkat dan bermakna pertemuan itu.

Ah, mengapa harus jumpa, kalau pada akhirnya, Abang Muhaji selalu sibuk? Padahal dulu, Abang Muhaji selalu memuji kecantikanku. Dan ini dia, ternyata Abang Muhaji di kala itu,telah berdua. Tetapi aku telah terpikat kegantengannya. Haem…berdosakah diriku kepada-NYA pabila aku mencintaimu…

Dan, tiba-tiba aku teringat suratnya setahun lalu. “Selamat berjumpa dinda Ewhy, hehehe…nama lengkapnya?” sapanya di awal jumpa.

“Boleh aku masuk?” tanya Abang Muhaji

“Mengapa harus dilarang?” jawabku.

Abang Muhaji pun masuk dan kami langsung bercanda-ria. Iya, awal yang baik. Bagaimana tidak, meski baru bertemu tetapi rasanya seperti sudah lama kenal satu sama lain. Maka pertemuan selanjutnya pun lebih gampang, hingga dengan muda pula, aku terima cinta Abang Muhaji, meski aku tahu, dia sudah berdua dengan Mbak Mega Momangmose.

Apakah, ini karena mataku buta? Tetapi tak perlulah aku kembali. Nasi sudah jadi bubur. Pagi ini aku kuberikan harus tegar. Dan untuk membuktikannya, kutulis hasil penggelandangan imajinasiku. Ketika pulang nanti, kuberikan hasilnya kepada Abang Muhaji, biar dia cermati, sekaligus mengambil kesimpulannya.

Kabar dari Pantai Lawata

Seorang cewek marah hingga wajahnya merah ketika diajak diam menguburkan pisau luka sejatinya tak ingin kecewa untuk temukan lelah, batinnya apalagi dilarang mencintai bunga-bunga di atas batu tapi kemudian dia diam sejenak saksikan buih menepi sayang, berkali-kali dia diam di bibir pantai bahkan penggelandangan imajinasi kian membunga seketika marahnya meledak memecah sunyi Ah...kuburkan semuanya biar dunia kembali saksikan bibir pantai bisa memecah sunyi dan dunia baru berlari padamu bersama keramahan senja kian merona 30/12/2013

Lagu”Mengapa harus jumpa” kuputar ulang. Begitu sampai pada larik, ”dua tahun sudah kusabar menanti/ kulanda sepi…./ terasa sepi/ Bulan madu tanpa kenyataan/Desember kelabu….terasa sepi//. Air mataku mengalir jatuh ke kedua pipiku.

Sejenak, kuputuskan, untuk pulang. Begitu tiba, aku berikan kepada Abang Muhaji, puisiku ini: Kabar dari Pantai Lawata.***)

01/01/14

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun