"Abah, sudah kirim ucapan selamat hari ulang tahun?"
"Siapa yang berulang tahun, anakku?"
"Kim, Abah", sambungnya.
Iya, boleh jadi, tadi, Kim memberi tanda bahwa hari ini ulang tahunnya, "Mengapa Abah, tidak kirim ucapan?" batinku. Iya, aku yakin seyakin-yakinnya , deringan tadi itu sebuah tanda, yang kurang kuperhatikan maknanya. Padahal dulu sewaktu kecil, sering Ibu beritahu, kalau ada deringan berupa ngiangan, itu pertanda ada yang sebut nama kita.
Sebelum kutelpon dia, kubaca isi ucapan anandaku  Annisa Dinar. Heiii  Kimmm, met ultah plen, panjang umur, sehat terus, murahkan rezeki, selalu diberi yang terbaik sama Allah buat Kim, Aamiin, Semoga. Harapanku, diberkurangnya hidup ini, semakin bermakna dan bijak dalam hidup".  Tanpa menunggu jawaban atau boleh jadi kamu sibuk, nanda Annisa Dinar terus menyampaikan ucapan buat kamu yang lagi sibuk,
"Eh, semoga rezeki buanyak biar, bisa traktir teman-temanmu di sana Jakarta", harapnya.
"Terima kasih Nisa, atas doa dan harapannya", kubaca juga balasan dari Kim akhirnya.
 Akhirnya, aku tak sabar lagi untuk mengirimkan ucapan ultahnya. Tidak hanya di facebook, tetapi juga lewat telpon. Dan tidak beberapa lama, dibalas melalui telpon.
"Terima kasih Abah, oh ya, gimana kabar?" tanyanya
"Alhamdulilah masih diberi nafas panjang anakku"
"Abah! Hidup itu Cuma sebentar, ngejomblonya yang kelamaan", kamu berpremis.