Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Seperti Penggali Sumur, di Perbukitan

2 Oktober 2016   19:12 Diperbarui: 2 Oktober 2016   19:25 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 (buat adinda Yuyun Amiruddin yang ber-haute)

 Seperti penggali sumur,  di atas perbukitan,  kau terus menggali, meski akar-akar pepohonan besar tertebang, tokh batu-batu cadas menggelinding selalu. Iya, melintang pukang  tak habis tergali. Tetapi seperti penggali  sumur, kau tak habis-habisnya menggali hingga lumpur-lumpur kehidupan kau temukan, dan ujungnya, air kehidupan itu, mencurat jernih di atas tebing nan tinggi. 

 Sebentar jeda, kau bersihkan jemarimu, untuk sebentar merasakan air sumur galianmu. Iya tak main-main, tidak sekedar  berkumur-kumur, atau  sekedar mencuci tangan hingga bersih, akan tetapi, air hasil galianmu ditelan menjadi air kehidupan. Karena engkau tahu, kemarau menerjang bumi,terkadang menanduskan lahan serta menggersangkan tanah kehiudpan ini. Dan gilirannya, gara-gara tak pernah menampung curahan air dari langit, penghuni di perbukitan tersandung jatuh, terseret, bahkan terjebak dalam erangan kesakitan. 

 Dan pada hari ini, kau menuju oase pada sahara kehidupan. Dari pebukitan tinggi, kau saksikan ruas jalan menuju sumur, tak lagi sempit untuk dilalui.Kembang-kembang sepanjang jalan kau saksikan sedang berbunga, hadirkan pesona, sekaligus memberi ruang buat siapa pun yang datang saksikan bunga-bunga ilalang tumbuh menjadi kerinduan ketika penggalan musim tersungkur.

 Sementara gadis-gadis dari gunung , mencumbui angin, sambil menimba air sumur galianmu, belakangan ini. Kau pasang senyum setelah ada gerimis yang jatuh. Namun begitu hanya sebentar, kau saksikan tawa renyah gadis-gadis yang melenggok menuruni gunung, sambil berdialog-ria, karena sumur galianmu mereka timba dan digunakan bukan untuk dikumur-kumur, kemudian dibuang. 

 Dan di awal penggalan musim kemarau ini, sumur galianmu tetaplah penuh, meski ditimba banyak pihak, dan kalaupun kemarau lupa akan musimnya, biarkan ilalang-ilalang kau siram dari air perigimu. Dari sanalah bulir bulir cinta yang kau dengungkan ,akan tersemai pada subur ladang jiwa yang lagi gersang.***)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun