Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mendayung Perahu Sekitar Pulau Kambing: Pangkalan Bahan Bakar Jepang (2)

4 Juli 2016   21:16 Diperbarui: 5 Juli 2016   10:14 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya, perjalanan kami diteruskan ke Utara.Dalam menuju ke sana, reporter Bima TV datang bersama adiknya, maka bertambahlah jumlah kami menjadi 6 orang. Hanya  beberapa menit, tibalah kami di sebuah lokasi makam mubaliq sekitar abad ke-17. Dari nisannya, kami catat, ada yang berbentuk ‘manggusu waru ‘(= segi 8) yang berarti makam itu adalah makam ketua atau pemimpin. 

Ada juga yg berbentuk segi empat yang berarti para pengikutnya. Namun, belum diketahui jelas asal usul makam tersebut. Yang jelas, di komplek itu, tercatat :  ada sekitar 7 makam, 4 makam nisannya mempunyai motif seperti seorang pemimping, 3 nisan batu biasa. Dari cerita guide bersama kami, menjelaskan bahwa yang sering berkunjung ke pulau ini, di samping membersihkan makam juga  mendoakan arwah.

Ketika salah seorang teman menanyakan ,siapakah sesungguhnya mubalig-mubalig tersebut,

Ketua Makembo, Alan Malingi menjelaskan bahwa sejauh ini belum diketahui. Dalam catatn sejarah Bima, hanya menyebutkan posisi makam para Sultan dan pejabat kerajaan. Yang ada keterangan dalam catatan sejarah antara lain makam Syekh Abdul Karim di Songgela, Syekh Muhammad di Kedo mMelayu. Makam Datu Raja Lelo di sebuah lokasi  sebelum Ule. Makam Syekh Subuh di Sambori. Sementara makam di Pulau Kambing belum disebutkan. Demikian pula di Bukit Nanga Nur Sape .

Sebaran tujuh makam di pulau ini kata Alan, adalah makam para mubaliq penyiar agama Islam di tanah Bima pada masa-masa awal berdirinya Kesultanan Bima.” Filosofi Nggusu Waru kemudian menjelma menjadi delapan sendi kepemimpinan yang harus dimiliki oleh seorang untuk menjadi pemimpin”, urai Alan sembari menambahkan,”Tidak hanya itu, Nggusu Waru juga diimplementasikan dalam ragam motif tenun, ornamen dan arsitektur di Dana Mbojo”.

Hanya satu setengah jam kami mengitari Pulau Kambing, seterusnya kami berlayar lagi untuk seterusnya berpisah dengan Reporter Bima TV bersama adiknya terus ke Bajo dan selanjutnya ke Sila. Sementara kami harus melaju lagi ke Kota Bima, menjelang matahari condong ke Barat, apalagi pesiapan menjelang buka bersama masih harus dikerjakan. ***)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun