Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejenak Bersama si Embun Penyejuk : Willem B.Berybe (2)

11 Januari 2016   18:54 Diperbarui: 11 Januari 2016   19:11 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usman D.Ganggang*)

Seperti terdeskripsi sebelumnya bahwa si Embun Penyejuk yang kita angkat kali ini , memang bukan hanya sebagai guru atau dosen. Setelah kita dekat dengannya , eh ... ternyata memang dia adalah gurunya penyair NTT, terutama penyair-penyair yang naik daun. Mau bukti? Silakan saja membaca Rubrik JURNALIS NTT (Kami Penggemar Pos Kupang).

Di sna, dijumpai tulisan-tulisanya yang mencerahkan.Rubrik terkait “Imajinasi”,disebutnya sebagai sebuah arena dan media pembelajaran yang cukup efektif bagi siapa saja yang ingin menuangkan imaginasinya dalam bentuk sastra baik puisi maupun prosa tanpa harus lewat pembelajaran formal di dalam kelas. “Sastra adalah sebuah institusi sosial yang memakai bahasa sebagai medium’, demkian si Embun Penyejuk mengutip Rene Wellek & Austin Warren dalam bukunya berjudul Theory of Literature, "Teori Kesusasteraan" (Melani Budianta; Penerbit, PT Gramedia, Jakarta, 1990).

Selanjutnya, si Embun Penyejuk menguraikan, bahwa sastra berkaitan dengan situasi tertentu seperti sistem pilitik, ekonomi, sosial tertentu (hal. 109-110). Sebuah situasi entah bernuansa politik, ekonomi, sosial, budaya, bahkan pengalaman hidup individu yang riil sekalipun bisa menjadi pemicu bagi seseorang untuk bersastra. “Pada kolom pinggir kiri sebuah kotak panjang terjurai dari atas ke bawah berisikan puisi-puisi indah dengan aneka judul dan konteks yang dikirim oleh penulis-penulis berbakat dari NTT”, urainya dalam sebuah artikel terkait kemajuan apresiasi pembaca pada karya sastra.

Si Embun Penyejuk yang adalah mantan Guru SMAK Giovanni Kupang itu, menilai bahwa HU Pos Kupang Minggu sudah memberi banyak ilmu buat pembaca. Bagaimana tidak? Kalau dicermati saksama pada rubrik yang tersedia di HU Pos Kupang Minggu, tersaji rubrik pembelajaran sastra yang unik lewat ruang 'Imajinasi'.

Kakak kandung almarhum Hendryk Berybe ini, juga mengkaji data pada “Sajian khusus rubrik "imajinasi" Pos Kupang”. Hasilnya menurut catatannya, ternyata rubrik ini, tak pernah sepi saban minggu. Itu berarti puisi yang masuk ke meja redaksi terus mengalir. Sebagai ilustrasi ada 150 judul puisi yang sempat saya copot secara acak dari edisi Pos Kupang minggu periode 2005 hingga 2007.

Kemudian setelah dipilah-pilah ditemukan begitu beraneka ragam tema yang diangkat oleh para penulis. Ada nuansa lokal (10), tentang negeri ini (7), hukum (9), guru (2), cinta (50), bernuansa religius (23), ibu (3), kemiskinan (7), cemoohan, sinisme=mockery (12), dan aneka tema umum ( 27). Nuansa lokal dengan konteks NTT dapat kita simak dalam Rambu (Agust Goga), Ile Mandiri (B Bala Kaya), Pantun anak Timor (Amanche Franck). Kekuatan seorang Yohanes Manhitu dalam berpuisi dengan konteks lokal di luar NTT dapat kita temukan dalam Serumpun lilin di wajahku (Mei 2007). Ia sungguh mengagungkan keheningan tempat peziarah Sendangsono dengan aksesoris alam seperti rumpun betung, pohon kelapa, pohon sono. “Sorotan tajam tentang negeri ini banyak terungkap dalam Jangan diam (Servas K Bero)”, urainya.

Selain mengkaji karya-karya yang masuk di HU Pos Kupang, pria yang banyak senyum ini juga menurunkan karya sastranya berupa puisi . Salah satunya, ditampil berikut ini, berjudul: Pulau Inspirasi

(Sebuah apresiasi untuk Dedikasi Sastrawan Umbu Landu Paranggi sebagaimana diikrarkan seniman sastra dan akademisi di Taman Budaya Denpasar, Bali, 9 Juli 2009)

Telah lama aku mengembara
Mencari sebuah pulau bernama Pulau Inspirasi
Mengapung, diam
Di atas cadar laut Sawu yang lepas
Bagai seekor kerbau raksasa yang sedang tidur
Dengan mulut berbusa mengunyah rumput kehidupan
Sembari mengibas lalat-lalat nakal sekujur punggungnya
Itulah pulau yang kukejar dalam nafasku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun