OPINI -- Setelah perjalanan panjang di panggung politik nasional, Pilpres 2024 menjadi panggung besar bagi Anies Baswedan untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Didukung oleh koalisi besar yang terdiri dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai NasDem, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Anies maju dengan harapan mengusung visi perubahan bagi Indonesia.Â
Dukungan tiga partai besar ini jelas memberikan modal politik yang signifikan bagi Anies dalam meraih popularitas di kancah Pilpres. Namun, dengan Pilpres yang sudah selesai, pertanyaan baru muncul: Apakah Anies Baswedan akan membalas budi politik dengan mendukung calon gubernur (Cagub) dari partai-partai yang telah mendukungnya di Pilkada DKI Jakarta?
PKS, Nasdem, dan PKB secara konsisten mendukung Anies sejak awal kampanye Pilpres. PKS, misalnya, memiliki basis pendukung yang kuat di Jakarta, yang pada masa lalu turut menyumbang kemenangan Anies dalam Pilkada DKI 2017.Â
Nasdem dengan kekuatan media dan jejaring politiknya juga menjadi pilar utama yang mengangkat Anies hingga mencuat ke tingkat nasional. Sedangkan PKB membawa pengaruh besar dari komunitas Nahdliyin, yang memperkuat basis dukungan di kalangan umat Islam tradisional.
Melihat komitmen dari ketiga partai ini, wajar jika muncul harapan agar Anies kini balas budi dengan mendukung calon gubernur yang diusung oleh mereka. PKS, Nasdem, dan PKB masing-masing memiliki figur-figur potensial untuk bertarung di Pilkada DKI 2024, dan mereka tentunya berharap Anies, sebagai tokoh yang pernah didukung habis-habisan, dapat membalas dukungan tersebut dengan memberikan restunya kepada kandidat dari partai-partai tersebut.
Namun, apakah Anies akan melakukan hal itu? Ada sejumlah pertimbangan yang membuat langkah ini tidak mudah. Pertama, sebagai mantan gubernur DKI Jakarta, Anies tentu memiliki ambisi tersendiri dalam memastikan siapa yang akan menggantikannya.Â
Ia tidak ingin sembarangan mendukung calon yang mungkin tidak mampu melanjutkan program-programnya atau bahkan merusak legacy yang telah ia bangun selama menjabat. Ini bukan hanya soal membalas budi, tetapi juga soal menjaga reputasi politik Anies.
Selain itu, ada spekulasi bahwa Anies mungkin lebih memilih bersikap netral atau bahkan mendukung calon independen yang dianggap lebih sesuai dengan visinya. Jika Anies mendukung calon dari salah satu partai yang berkoalisi dengannya, hal ini bisa membawa risiko politik, terutama jika kandidat tersebut tidak memiliki elektabilitas yang cukup kuat.Â
Anies mungkin tidak ingin terjebak dalam permainan politik yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
Namun, jika Anies memilih untuk tidak mendukung calon yang diusung oleh PKS, Nasdem, atau PKB, hal ini bisa memicu kekecewaan besar dari basis partai-partai tersebut.Â