Kedisiplinan menjadi tema yang tak pernah ada habisnya dikampanyekan dalam dunia pendidikan kita. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Menginstruksikannya Kepada Kepala Sekolah, Kepala sekolah menyampaikan pada  guru, dan guru menekankan kepada peserta didik, harus disiplin!!!
Sedangkal pengetahuan penulis, kedisiplinan selalu menjadi salah satu menu amanat pembina, pada upacara penaikan bendera setiap hari Senin. Tema itu, malah tak luput menjadi sajian utama pada apel di setiap pagi, dari Selasa hingga Sabtu. Hanya saja, meski sudah begitu, pada banyak sekolah kedisiplinan masih akrab sekedar menjadi materi kampanye, karena sejauh ini wujudnya tetap saja jauh panggang dari api.
Salah seorang kawan pernah berujar: "Kedisiplinan tak cukup hanya dipidatokan, tapi harus dicontohkan. Setiap guru harus menjadi teladan. "Jangan pernah memarahi peserta didik ketika terlambat datang ke sekolah, jika anda juga sering datang terlambat. Jangan pernah menghukum peserta didik yang merokok, jika anda masih biasa merokok di depannya."
Atas pernyataan di atas, rasanya, tak ada pilihan kata yang bisa dipakai untuk menyangkal. Makanya, saya cukup mengaminkan. Guru memang mestinya menjadi teladan bagi siswanya. Sebagaimana kepala sekolah harus bisa menjadi teladan bagi seluruh guru.
Analoginya, Kepala sekolah dengan guru adalah ibarat seseorang yang bercermin dan bayangannya. "Orang bercermin" itu adalah kepala sekolah, sedangkan guru adalah "bayangannya". Tentu tak bijak mengharapkan "bayangan" yang rupawan sementara "orang bercermin" itu "buruk rupa".
Rumus itu juga berlaku untuk hubungan guru dan peserta didik. Tidak tepat, "memaksa" peserta didik agar rajin datang ke sekolah, tidak terlambat, tidak bolos serta tidak merokok, sementara pada saat yang sama anjuran tersebut justeru kita abaikan.
Pada kondisi ini maka tepatlah kiranya pesan Kahlil Gibran dalam syairnya "GURU. Barangsiapa mau menjadi guru, biarkan dia memulai mengajar dirinya sendiri sebelum mengajar orang lain, dan biarkan dia mengajar dengan teladan sebelum mengajar dengan kata-kata. Sebab mereka yang mengajar dirinya sendiri dengan membetulkan perbuatan-perbuatannya sendiri lebih berhak atas penghormatan dan kemuliaan daripada mereka yang hanya mengajar orang lain dan membetulkan perbuatan-perbuatan orang lain."
Semoga kita tidak termasuk guru yang muridnya "kencing berlari", hanya karena terbiasa melihat kita "kencing berdiri". Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H