Mohon tunggu...
Usmadina Aulia
Usmadina Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bismillah, to be author mendunia 🙌

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Seberapa Pentingkah Nilai Pendidikan Islam Jika di Sandingkan dengan Ijazah?

1 Juni 2023   13:40 Diperbarui: 1 Juni 2023   13:42 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Waktu terus berputar seiring mengikuti perkembangan zaman yang ada. adapun tradisi dari tahun ke tahun yang menjadikan pola sistem pendidikan terpaku pada leluhurnya. tak heran, kelembagaan pendidikan di zaman dahulu seakan memberikan nilai nilai yang sudah tertanam di dalam diri, bahwa Kelulusan akan berakhir dengan secarik kertas yang bertempelkan angka angka dengan penandaan tinta yang berbeda beda.

Sebenarnya kita melupakan arti dari Pendidikan itu sendiri. mau sehebat apapun, mau setinggi apapun dalam memiliki tingkatan sarjana pun, akan tetap memiliki kekurangan dalam pengelolaan kelembagaan pendidikan itu sendiri. konsep disini, bukan untuk menyudutkan pihak manapun, karena kekurangan dalam mendidik pasti terjadi dan perlu untuk melakukan evaluasi guna untuk perbaikan tersebut. Ijazah adalah sebuah bukti bahwa kita telah menyelesaikan suatu kurikulum dan sebagai bukti untuk naik tingkat level pada jenjang kehidupan, lebih spesifik nya untuk tuntutan melamar suatu pekerjaan.

Apakah kau tahu? Selama kurang lebih dari 12 tahun lamanya kita belajar, kita tentu melakukan usaha yang sangat beragam demi menggapai kata Ijazah itu sendiri. selama 12 tahun lamannya, kerap kali sistem pembelajaran yang kita ikuti dari kelembagaan sekolah menuntut untuk peningkatan nilai yang mana dengan mudahnya seorang dapat menyimpulkan bahwa siswa tersebut pandai ketika dia mendapatkan nilai yang tertinggi di dalam kelas nya.

Jika sudah terbiasa dengan penanaman nilai, penanaman karakter seperti itu, maka sampai dewasa pun pasti akan dibawa di lingkup kehidupannya. Kita mengingat kembali pada masa masa awal islam, dimana perjuangan para ulama, para thabiin dalam mencari, menuntut ilmu, yang kemudian itu tidak mudah untuk digapai nya. akan banyak rintangan yang dihadapinya. Sehingga niat dalam menuntut ilmu yang tinggi menjadikan para ulama disebut dengan istilah knowledge oriented. Sehingga banyak hasil karya, pengabdian ilmu yang luar biasa yang diberikan kepada peradaban sebagai sebuah warisan yang tak ternilai harga nya.

Namun, dibandingkan dengan model menuntut ilmu saat ini, menunjukkan kecenderungan untuk beralih dari berbasis knowledge oriented ke berbasis bukti ataupun certificate oriented. Menuntut ilmu hanyalah sebuah proses untuk mendapatkan sertifikat dan gelar, sedangkan semangat dan kualitas ilmu adalah prioritas berikutnya. Jual beli gelar juga menjadi isu besar di kalangan akademisi Indonesia yang semakin menambah keterpurukan pendidikan bangsa di mata dunia.

Apakah pengetahuan diperlukan untuk mendapatkan gelar? 

Menurut Dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D. bahwa Terkait dengan pembahasan sebelumnya adalah pertanyaan (masalah) bahwa jika seseorang belajar ilmu agama di lembaga pendidikan resmi, di mana dia menerima ijazah, apakah hal itu termasuk larangan dalam hadits-hadits di atas? Perlu diketahui bahwa ilmu yang dicita-citakan seseorang di sisi Allah Ta'ala adalah ilmu syari'at, yaitu ilmu yang mempelajari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Jika niat seseorang ketika mempelajari ilmu Al-Qur'an dan As-Sunnah hanya untuk memenangkan dunia (tidak ada niat untuk akhirat), maka dia tidak akan mencium aroma surga. Nyatanya, si fulan bisa  mencium bau langit dari jauh. Arti "tidak mencium surga" artinya Haram (tidak diperbolehkan) masuk surga.

Adapun mempelajari ilmu duniawi selain mempelajari Al-Qur'an dan As-Sunnah untuk perolehan harta,  hukumnya boleh. Karena ilmu ini memang ilmu  duniawi, maka wajar jika tujuannya adalah untuk mencapai ilmu duniawi. Akan tetapi, seorang muslim hendaknya memiliki niat untuk mencari ilmu duniawi  agar  dapat memberikan manfaat  atau menunjang umat muslim dan memperlancar pelaksanaan ibadah sehingga mendapatkan pahalanya di akhirat. 

Ada perincian hukum tentang seseorang yang mempelajari Al-Quran dan As-Sunnah untuk mendapatkan gelar ialah Pertama, jika gelar atau kualifikasi yang dituju semata-mata untuk tujuan memperoleh pekerjaan, tanpa imbalan yang dimaksudkan, maka orang tersebut dianggap belajar agama hanya untuk tujuan duniawi. Kedua, jika gelar atau ijazahnya berarti dia bisa bekerja dalam posisi di mana dia bisa menggunakan posisi itu untuk memberikan banyak manfaadua, jika gelar atau ijazahnya berarti dia bisa bekerja dalam posisi di mana dia bisa menggunakan posisi itu untuk memberikan banyak manfaat bagi orang banyak dan membuat mereka mendengarkannya, misalnya dengan menjadi guru di masjid. yang bisa memberi petunjuk kepada jemaah atau pimpinan lembaga pendidikan Islam, hukumnya diperbolehkan. Ini karena saat ini orang tidak dinilai dari ilmunya, tapi dari derajatnya. Oleh karena itu, ia belajar dan memperoleh gelarnya untuk mengajar dan bermanfaat bagi umat Islam secara umum. Untuk contoh yang kedua ini artinya niatnya baik dan hukumnya teratur (diperbolehkan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun