Mohon tunggu...
🍀 Usi Saba 🍀
🍀 Usi Saba 🍀 Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

🎀 Menolak Tenar 🎀

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mahalnya Bersosialisasi di Amerika

22 Mei 2016   07:18 Diperbarui: 22 Mei 2016   09:14 1063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika pertama kalinya datang ke Amerika, kami bertetangga dengan berbagai macam tetangga dengan ras yang berbeda-beda. Ada Hispanik (Amerika Latin), Pakistan, Kaukasian, African-American, bahkan Afganistan. Karena kami tinggal di komplek rumah sewa, maka tetangga kami itu datang dan pergi dalam waktu cepat. Tidak ada tetangga yang tinggal lama sampai diatas lima tahunan. Kata suami, hanya beberapa keluarga yang tinggal selama kami disana. Diantaranya Dua keluarga Hispanik dan Satu keluarga Kaukasian. 

Kami tidak pernah berkenalan dengan tetangga secara resmi. Kami hanya saling mengenal lebih karena anak-anak kami yang main bersama. Karena tidak mengetuk pintu dan berkenalan secara resmi itulah, kami tidak mengenal mereka bahkan secara selewat sekali pun. Cuma kadang kami berbagi kepada mereka seperti ketika kami memancing dan mendapat banyak sekali ikan, kami bagi ikan-ikan itu kepada para tetangga kami. Atau ketika Idul Adha, tetangga Pakistan kami yang melakukan kurban dengan keluarganya, mengetuk pintu kami dan menghantarkan daging kurban. Dan ketika kami pindah, saya sengaja mengumpulkan anak-anak tetangga untuk makan Pizza bareng sebagai Pesta perpisahan. 

Di tempat baru kami, keadaannya berbeda. Kami memasuki komplek perumahan dimana hanya keluarga ber-ras Kaukasian saja tinggal. Saya menjadi orang Asia satu-satunya disana. Beberapa tetangga yang kebanyakan sudah sepuh datang mengetuk pintu kami dengan membawa kue atau bunga sebagai tanda perkenalan mereka. Kami senang dan menyambutnya dengan gembira. Sebagai balasan, kami pun mendatangi rumah mereka satu per satu dengan buah tangan. Beberapa rumah yang kami datangi orangnya ada dan mereka senang menerima bingkisan dari kami. Beberapa rumah ketika didatangi orangnya tidak ada, maka saya tinggalkan bingkisan tersebut dengan dilengkapi catatan nama, nomor rumah, serta nomor telpon kami. Ada yang menelpon balik kami dan bilang terima kasih, ada yang datang ke rumah langsung dan bilang senang, ada juga yang tidak memberi respon sama sekali. 

Karena komplek perumahan kami tidak memiliki HOA atau Home Owner Association (dimana biasanya panitianya mengadakan rapat dengan para pemilik rumah) rasanya sulit untuk bertemu secara formal dengan para tetangga ini apalagi kelihatannya memang orang Amerika sibuk-sibuk. Kalau pun mau bertemu harus membuat janji dulu. Mau belanja bareng harus sms-an dulu, mau main basket bareng telponan dulu, mau apa-apa harus melibatkan hape atau komputer.  Terasa dingin menurut saya hubungan pertetanggaan ini kalau kita tidak berusaha menghangatkannya. Jauh sekali dengan kehidupan bertetangga di kampung saya di Indonesia dimana mudah sekali bercengkerama dan bertemu dengan tetangga yang kadang sering melebihi batas. Karena privasi kita lebih sering dilanggarnya. Rumah bibi saya yang terletak ditengah-tengah kampung bahkan sudah seperti jalan raya saja, karena tetangga kami yang dibelakang rumahnya pada malas jalan keliling untuk ke bagian depan jalan, maka mereka lebih sering menempuh jalan pintas untuk mencapai jalan depan dengan cara menerobos masuk rumah bibi saya itu. Dan bibi saya tidak marah kalau kebetulan pintunya terbuka ya lalu lalanglah orang-orang itu. Sesuatu yang tak akan terjadi di Amerika sini sepertinya. 

Kebutuhan sosial kita untuk berinteraksi dengan sesama cukup mahal disini. Ya, karena kita jadi harus tergabung dengan misal organisasi ini itu, atau harus aktif di kegiatan keagamaan dan sejenisnya. Kenapa mahal? Karena buat ngumpul2nya itu perlu ongkos atau bensin karena letaknya sering yang berjauhan dengan rumah kita. Tidak seperti arisan RT di kampung yang ngeriungnya ya di rumah tetangga. Kalau kita tidak tergabung dengan hal-hal seperti itu, yang saya rasakan sulit sekali berbaur dan memiliki teman disini. Aktif di tempat ibadah bukan merupakan wujud ibadah kepada Tuhan saja tapi lebih dari itu adalah agar kita tergabung dan terhubung dengan komunitas kita.

Selain tempat ibadah, klub-klub olahraga, seni, dan sebagainya juga menjadi wadah untuk mencari teman dan keluarga disini agar terpenuhi kebutuhan kita sebagai manusia untuk bersosialisasi. Klub-klub seperti itu kan harus bayar, jarang yang gratis. Ada Klub Golf dekat rumah kami yang keanggotaannya berharga ribuan dolar. Sayamah gak gabung, bengong aja dari luarnya liatin hamparan rumputnya aja udah senang. Lagian gak ngerti aturan golf. Dimana letak olahraganya kata saya olahraga golf ini?  Orang jalan2 naik mobil kecil di rerumputan begitu? 

Bagi yang bekerja untuk mendapatkan teman ini bisa didapat dari tempat mereka kerja, jadi beda dengan saya yang tempat kerjanya di rumah. Rekan kerjanya ya cuma suami dan anak. Kalau mau lebih dari mereka, ya harus aktif nyari sendiri karena keluarga suami jauh di negara bagian lain.

Anak-anak kalau mau punya teman juga ya kitanya harus rajin-rajin kumpul atau terlibat dengan organisasi-organisasi itu atau ikutkan anak kita di les-les seperti les renang, les musik, les tari dsbnya dimana banyak anak lainnya terlibat. Nah, les-les seperti itu harganya juga gak murah.

Cara lain agar anak mendapatkan teman adalah di sekolah tentu saja.   Tapi saya menolak ketika ada teman yang usul agar saya menyimpan anak saya di Pre School atau kayak PAUD begitu di usia sangat dini agar anak kami sudah bersosialisasi sejak dini.  Suami juga menolak karena dia fikir, kalau saya sebagai ibunya ada di rumah setiap hari, ngapain ngirim anak sejak dini ke Pre School begitu.  Ntar aja nunggu TK katanya. 

Di saat itulah saya menyadari betapa indahnya kehidupan bertetangga di kampung halaman, begitu mudahnya mencari teman dan bersosialisasi.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun