Beberapa hari lalu saya menelpon ke rumah dan sodara bilang kalau salah satu bibi kami sedang kesurupan. Bibi saya itu katanya sudah sakit selama satu bulan lebih sebelumnya. Saya pikir dia hanya sakit biasa waktu itu mengingat dia yang sudah berusia mendekati 60 tahunan. Dia dulunya bolak-balik kerja sebagai pembantu ke negara2 Timur Tengah bahkan sempat mengalami penyiksaan oleh majikannya di Saudi.
Dia sepertinya kecapean di usia senjanya. Dia sepertinya hanya tertekan batinnya melihat anak yang dulu menghabiskan uang hasil jerih payahnya tapi kini jarang menelpon apalagi memberi materi di saat kini dia sedang membutuhkannya. Apalagi salah satu anaknya kini juga bekerja di Saudi dan meninggalkan dua anak2 kecil bersamanya.
Rumah tangga si anak ini kini di ambang kehancuran karena dia di negeri orang malah selingkuh dengan pria lain yang sama2 jadi pekerja buruh disana. Dia juga kini berani berpose dengan mengumbar auratnya seperti memakai celana sepantat dan baju tidur sepaha saja. Parahnya perselingkuhannya dan foto2nya itu diumbar di Fesbuk tanpa seting privasi. Orang2 sekampung pun jadi tahu karena teman2nya sebagian adalah mereka dan berita ini sampai ke telinga bibi saya.
Itulah penyebab kenapa bibi saya jadi orang seperti kesurupan menurut saya. BUKAN KESURUPAN. Dia depresi dan tubuhnya sudah lemah. Setelah beberapa hari berlalu, ternyata keadaannya makin parah. Kini dia berperilaku seperti orang hilang akal bahkan pintu rumahnya pun oleh paman saya dikunci terus karena dia suka kabur dengan bertingkah aneh. Hati saya terasa perih sekali membayangkannya. Saya tak percaya dia kemasukan setan atau kesurupan.
Kata menantunya yang kini mengurusnya esok dia akan dibawa ke dokter ahli syaraf. Bibi, cepat sembuh ya. Saya merasa sedih ketika menelpon cucunya yaitu anak yang ditinggalkan ibunya kerja jadi TKW itu, dia umurnya baru 8 tahun, dia bilang dia sangat sedih karena neneknya sakit, dia sedih karena ibunya tak kunjung pulang, dia sedih karena bapaknya juga tak ada disana, dia kerja di beda kota. Saya tak kuasa menahan tangis.
Saya marah kepada kemiskinan yang menyebabkan bibi saya harus kecapean, yang membuat ibu anak itu jadi jauh dari anaknya, kemiskinan yang menghancurkan keutuhan keluarga. Tapi marah pun tiada guna. Bibi, sembuhlah, tolong sembuhlah bibiku...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H