Siapa yang tidak kenal Cina? Kayaknya semua orang tahu Cina karena keberadaannya yang kayaknya tiap negara dihuni mereka termasuk tentu saja Indonesia yang belakangan bikin baper beberapa kelompok... ya itu Koh Ahok aka Basuki Tjahaya Purnama. Satu orang Cina bikin senewen jutaan orang, saya sampai ketawa melihat wall temen2 di facebook banyak yang baper sama dia. Bukan membela orang Cina tapi ya wow gitu lho ada jutaan orang dibikin puyeng sama satu orang.
Negara-negara di Asia udah plek pleklah ekonominya dikuasai Cina biarpun di negara-negara bermayoritas non Cina seperti Indonesia dan Malaysia. Nah ada apa dengan mereka kok bisa sampai begitu? Di Amerika sendiri orang Cina ada dimana-mana tak heran ketika bahkan di kota kecil pun itu restoran Cina pasti ada. Gak cuma restoran Cina, bahkan ketika kami mau membeli makanan Afrika, eh itu ternyata sang pemilik restonya orang Cina... hahahha.... Dalam skala besar, Cina merupakan negara yang disegani dan cukup diperhitungkan negara-negara maju macam Amerika. Sekali lagi, mengapa mereka bisa begitu? Melihat pola hidup orang-orang Cina yang saya kenal dapatlah memberikan saya gambaran sedikit banyak mengapa mereka bisa begitu.
Orang Cina pertama yang saya kenal adalah teman sendiri ketika sekolah. Dia pintar dan kaya tapi melihat baju-baju yang dipakainya sangat sederhana. Sepatunya cukup sampai NB atau Warrior itu. Tas nya pun begitu. Ketika mengunjungi rumahnya yang dipagari benteng itu, terparkir ratusan becak. Ya, usahanya adalah meyewa-nyewakan becak-becak itu. Dari usaha menyewakan becak-becak itu, mereka selain memiliki rumah tinggal tersebut tapi juga memiliki villa mewah di Puncak, Jawa Barat. Hal lain yang menarik adalah rumahnya amburadul acak-acakan kotor. Mereka kayak gak peduli sama hal itu tapi melihat meja belajar teman saya yang licin dan buku-buku yang rapi tak berdebu, menunjukan kayaknya teman saya itu disuruh belajar doang sama orang tuanya, jangan pedulikan bersih2 rumah. Tak heran ini anak dapat rangking tiga besar terus di kelas kami dan saat tamat sekolah, dia menerima beasiswa dari Bina Nusantara, salah satu sekolah terbaik di Jakarta. Kalau sekolah di sekolah bagus kan kita bisa tahu kemana ntar arahnya, ya pegang posisi bagus biasanya di tempat kerjanya ntar.
Orang Cina kedua masih teman sekolah juga. Orang tuanya punya toko kelontong. Jadi bisalah kalau cuma buat ngasih ongkos ke sekolah tapi orang tuanya malah nyuruh si anak ini jalan kaki ke sekolah yang berjarak sekitar 20 menit. Buset dah.... dia pinter juga karena di sekolahnya dapat rangking bagus terus.
Orang Cina ketiga yang saya kenal adalah Ob Gyn di Amerika sini. Ketika dia mengetahui saya dari Indonesia, dia tak segan bercerita tentang kehidupannya di Cina yang dari ceritanya dapat diketahui kalau dia berasal dari keluarga biasa saja. Katanya makananannya seadanya, kebanyakan sayuran karena daging mahal. Tapi semangatnya serta kerasnya orang tuanya mendidik dan mementingkan pendidikan membawa dia sampai ke Amerika dan menjadikan dia salah seorang dokter terbaik di kota kami. Saya ingat ketika hamil lagi dan mau membuat janji dengan dia, perlu waktu tiga bulan untuk mendapatkan slot kosongnya. Penuh banget sampai dia tidak menerima lagi pasien ibu-ibu hamil karena kebanyakan pasien. Panteslah banyak yang antri karena dia telaten dan informatif sama pasiennya serta ramah bukan main. Tak malu-malu juga dia dengan masa lalunya yang serba kekurangan.
Orang Cina keempat yang saya tahu adalah co-worker suami. Seorang dokter juga. Sama dia juga tak malu bercerita tentang betapa miskinnya dia dulu tapi orang tuanya menyekolahkan dia sekuat tenaga. Bahkan di Cina katanya ada Boarding School yang ketat banget sampai susah anak2 ditemui orang tuanya karena fokusnya belajar belajar belajar. Orang-orang Cina kata dia kehausan untuk belajar dan tahu betapa pentingnya pendidikan karena dulu mereka mengalami masa2 sulit bahkan makan sekalipun harus memakan apa saja. Maka ketika ada kesempatan datang, mereka tidak menyia-nyiakannya. Mereka seperti orang kesetanan dalam hal memberikan pendidikan pada anak-anaknya.
Nah, co-worker suami ini meyekolahkan anak-anaknya di sekolah swasta di Amerika sini yang mahal menurut ukuran kantong saya karena tiap tahunnya mereka harus bayar 30rb dolaran per tahun. Yang menarik, dia nggak malu2 untuk meminta baju2 bekas bayi kepada kami ketika dia hamil lagi. Padahal dia orang kayalah pasti mampu beli baju bagus seabreg2. Tapi kayaknya bagi dia, kalau bisa gratis kenapa harus buang2 duit? Harus dicontoh nih, jangan gengsi2 menggunakan barang bekas biarpun duit banyak. Duit buat baju barunya kan bisa dipakai untuk hal lain yang lebih bermanfaat.
Belum cukup anaknya dimasukin sekolah swasta, dia masukin juga tuh anak-anaknya ke kursus2 kayak piano. Penuhlah tuh anaknya sama pelajaran ini itu. Tak heran ibu-ibu Cina di Amerika dikenal dengan Tiger Mom, saking kesetanannya mereka dalam mendidik anak-anaknya.
Orang Cina kelima yang memberikan gambaran kenapa mereka berhasil adalah para pemilik toko di kota kami. Itu toko beratus-ratus pemiliknya Cina 80%..... hahahha, gila ya? Padahal penduduk di kota kami mayoritas ya non Cina. Yang unik dari cara berdagang mereka itu:
- mereka tak ambil banyak laba, dikit aja ambil labanya dari barang yang mereka jual. Tapi pembeli balik lagi balik lagi.
- berusaha berkomunikasi dengan bahasa kami walaupun minim tapi kelihatan sekali mereka berusaha keras