"PSK yang Dipungut Bule". Begitu seorang mantan Kompasianer kaya raya memanggilku. Bukan cuma dia, berondong partner in crime nya juga memanggilku begitu, seorang Analis yang analisanya mencla-mencle tergantung pesanan, wkwkkwkwk. Ah, itu masa lalu ya, aku tak ingin membicarakan masa lalu karena itu kutarik diri sejenak dari hiruk pikuk menulis di Kompasiana ini tapi melayani mereka yang ternyata sama-sama belum mup on sampai sekarang, ya mari saya layani juga, mumpung anak saya lagi tidur jadi bisa ketak-ketik lagi.
PSK yang Dipungut Bule.
Marah dan panas sekali hati ini mendengarnya. Wanita mana yang mau disebut PSK? Ingin sekali memuntahkan semua isi temuan saya tentang kehidupannya ke muka mereka biar skor kita sama. Tapi saya diamkan hati saya beberapa saat kemudian mikir begini pada akhirnya:
Eeehh tapi iya kan dulu saya pernah beberapa kawin kontrak ya sama pria Arab, jadi mungkin itu masuk kategori PSK juga. Ya, harusnya saya jangan marah dong ya, wong bener kalau begitu. Tak peduli itu nikahnya sah atau tidak menurut Islam, pokoknya yang nggak kawin resmi pake surat-surat berarti masuk kategori PSK.
Terus emang kalau PSK kenapa?. Mereka, kami menjual tubuh kami, bukan menjual tubuh orang lain. Kami masih lebih baik dari tukang daging ayam, karena kami menjual daging kami sendiri, bukan daging orang lain, bahkan daging ayam sekali pun. Kami tidak mencuri hak orang lain setidaknya. Dan para lelaki yang datang itu? Mereka yang datang, bukan kami yang meminta atau mengundang datang. Biarpun kami bekerja sebagai PSK, jangan kalian anggap rendah kami, kalian pikir jadi PSK itu mudah?. Coba yang nyinyir-nyinyir sama PSK, cobain sendiri rasanya bagaimana, belum tentu kalian jadi PSK yang sukses. Yang paling susah dari keseluruhan pekerjaan PSK itu adalah melawan hati nurani sendiri. Hati bilang tidak, tapi tubuh harus melakukannya demi mengisi perut-perut lapar keluarga kami.
Ah, tapi setidaknya itu tadi, kami tidak menjual hati nurani kami. Tidak menjual idealisme kami pada uang. Tidak menjilat-jilat dan bersilat lidah demi uang. Tidak membeli-beli pengagum dan pengikut dengan uang. Kan suka ada tuh orang yang begitu ya, yang agar dikagumi dan diikuti banyak orang terus dia rela ngeluarin duit. Ngebeli-beli gitu istilahnya. Misalnya ayo sini masuk kesini, ntar dibayarin lho. Pokoknya dermawanlah dalam hal ngasih duit. Namanya juga orang kaya, orang kaya duit ya memang harusnya begitu, jangan susah ngeluarin duit. Cuma kadang ada yang kaya duit tapi miskin hati.
Bay de way any way bus way lagi pawai, pada akhirnya PSK mana pun tidak mau selama hidupnya menjalani pekerjaan itu. Itu yang terjadi padaku. Niatku menjual diri adalah untuk melunasi hutang ibu bapakku dan ketika hutangnya sudah lunas, maka aku pun berniat mencari suami sungguhan yang mau menerima aku apa adanya.
Tuhan memang maha tahu isi hati dan niat kita. Dia pun mengirimkan seorang laki-laki yang mau memungut aku.... wkwkwkwk. Bahasanya "memungut" itu kok rasa-rasanya kasar banget?. Tak pantas diucapkan seorang Nyonya Kaya berpendidikan tinggi tapi terserahlah, mungkin kosa kata sopannya kurang di kamus dia. Habisnya kayak sampah aja dipungut. Eh biarin ah dipanggil sampah juga. Sampah kan tidak selalu jelek, banyak sampah yang berguna bila didaur ulang. Bagus juga dong yang dulunya sampah kini disimpan dengan baik oleh manusia waras. Dikacain, dikasih makan, dibajuin, dikasih stempel kalau itu milik dia, biar gak diganggu orang lain.
Masih bagus dipungut bule, coba kalau dipungut orang gila? wkwkwkwk... atau dipungut Kucing Garong?
Biarpun aku sampah dan mereka barang segar ketika dipungut bulenya, tapi aku yakin kehidupan memperlakukan kami sama; bermasalah. Ya, karena hidup adalah masalah. Kadang kita melihat kehidupan orang lain bahagia sentosa makmur bahagia tapi aku yakin setiap kita punya beban sendiri-sendiri. So, what is the good thing about you that make you mock other people's life?. Nothing.
AKU, PSK YANG DIPUNGUT BULE, SETIDAKNYA TIDAK MENCURI HAK ORANG LAIN SEPERTI PARA KORUPTOR ITU, TIDAK JUGA MENJUAL ISI HATI NURANIKU.