Budaya menawar ternyata adanya di transaksi yang besar-besar seperti kalau beli mobil, komputer, furniture, dan sebagainya. Untuk minta harga spesial di departemen store, bisa menghubungi manajernya langsung, kata suami. Aaahhh rumit amat kata saya. Iya kan katanya yang tahu barang itu masih berlaba atau tidak setelah didiskon itu ya manajernya. Ogah banget kalau begitu, malu nyari-nyari manajer cuma mau diskon seupil. Lupain aja.
Walaupun budaya menawar tidak populer tapi ada strategi lain yang diterapkan perusahaan untuk mengurangi harga jual produk mereka yaitu menerbitkan kupon, program sale, ngeluarin sticker berbunyi "manager special" atau "manager's choice" dan sejenisnya. Ada juga program mengeluarkan Kartu Keanggotaan yang berfungsi memberikan harga-harga diskon bagi anggotanya plus poin khusus setiap kali kita berbelanja. Ada juga program mengeluarkan kartu kredit khusus sebuah produk atau departemen store begitu. Demi poin, saya menjadi korban rayuan salah satu kartu kredit sebuah departemen store disini. Wkwkwkwkk... iya, padahal saya nggak suka kredit tapi hidup di Amerika kok susah banget menghindari kartu kredit ya? Saking populernya, itu pas nawarinnya serasa diunjuk-unjuk ke hidung begitu. Jadi kalo nggak diambil tuh serasa lubang hidung kita bakal keselek sama kartu kredit yang ditawarin itu.
Trik lain untuk mendapatkan harga diskon adalah menunjuk kekurangan/cacat barang yang kita beli. Misal waktu saya beli cangkang hape, saya lihat ada sedikit goresan, jadi yang tadinya berharga 20 dolar, mereka kasih 15 dolar. Lumayan. Padahal goresannya sedikit sih, nggak akan mempengaruhi fungsi hape yang dikantonginya.
Atau bisa juga melihat tanggal kadaluarsa barang yang mau kita beli terutama makanan, biasanya toko-toko akan merelakan produk mereka dijual dengan harga hampir gratis daripada dibuang. Lebih baik dijual dengan harga terjjungkir daripada masuk tong sampah. Ih padahal dulu waktu di kampung, saya jarang lihat tanggal kadaluarsa produk. Blasss aja masuk perut dan alhamdulillah masih hidup ternyata. Lagian barang dagangan di kampung saya jarang yang bertanda kadaluarsa begitu. Seperti Cireng, Baso, Kerupuk kulit, dan kawan-kawannya, itu dijual di pasar tradisional tanpa ditempeli sticker kadaluarsa.
Ditulis berdasarkan pengalaman pribadi dengan tambahan info dari beberapa situs diantaranya:
wisebread.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H