Mohon tunggu...
🍀 Usi Saba 🍀
🍀 Usi Saba 🍀 Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

🎀 Menolak Tenar 🎀

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kejanggalan Mowgli di The Jungle Book

18 April 2016   11:38 Diperbarui: 19 April 2016   21:57 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ini orangnya tidak mengerti seni dan tidak suka film kartun atau animasi murni maupun campuran. Bisa dihitung jari berapa film kartun yang saya tonton. Maka ketika orang-orang pada ribut ngomongin film The Jungle Book atau apa tuh yang kemarin Zootopia atau apalah lupa, saya biasa-biasa aja. Di Amerika lebih rame lagi, kayak mau ada apa gitu kalau ada film baru keluar, kayak mau ngumpul buka arisan. Heuwir alias riweuh alias noisy banget.

Nonton di bioskop alias Movie Theater itu udah jadi hiburan biasa dan budaya, padahal di kota asal saya di Indonesia, bioskop itu harom aka haram katanya jadi ditutup. Makanya gak heran hidup saya baru masuk bioskop hanya setelah menginjakan kaki di Amerika aja. Pelanga-pelongo pas liatnya kayak anak di film G 30 S PKI yang dibawa ke Jakarta sama emaknya itu lho.  Kehidupan saya yang tidak dikelilingi bau-bau seni seperti film ini tak pelak menjadikan sense of art saya nggak ada sama sekali.

Makanya ketika orang bilang Jungle Book itu rame, hebat, jempol dan seterusnya, saya tidak kabita alias tidak tertarik untuk menontonnya sekalipun. Tapi karena suami ngajak ya ikut aja itu kemarin. Suami saya ini usianya bukan anak-anak lagi, tapi heran kadang suka nonton film kartun atau animasi. Eh bukan suami saya aja ternyata yang aneh disini, pas di bioskop ya adults alias orang dewasa disini pada suka nonton film gituan, kartun maksudnya, bukan gituan yang itu, ngeres aja. Antriiii banyak. Pemandangan yang aneh karena ibu2 dan bapak2 di kampung saya nggak pernah antri di bioskop begitu mau nonton kartun. Ya, iyalah, orang bioskopnya juga nggak ada wkwkwkwkkwk.... bapak2 dan ibu2 di kampung saya antrinya kalo lagi dibagi BLT aja, depan kantor pos, saking banyaknya sampe dipasangin tali rafia itu batasnya... hihihi... orang di Amerika antrinya dipisah sama pita beludru, di kampung saya masih sama tali rafia. Padahal bahaya itu tali rafia, kalo stres karena antri lama, bisa langsung dipakai menjerat leher dirinya sendiri maupun orang didepannya. Kemungkinan mati dijerat tali rafia itu lebih besar daripada dijerat pita bulatan kain beludru lho. 

[caption caption="indepenet.co.uk"][/caption]

Oiya balik lagi ke film Jungle Book, jadi kemarin saya nonton itu. Jadwalnya yang 3D itu jam Tujuh malam tapi karena suami kurang pinter trik mendatangi konter pembelian tiketnya yaitu dengan buang2 waktu lama2 di tempat parkir, jadinya kita kehabisan tiket yang jam 7 itu. Mbak di konternya teriak begini : "Jungle Book by 7 sold out" teriaknya pas dua orang antri didepan kita. Ya Tuhan, saya mau ketawa dengernya. Sampe sold out begitu. Tapi ada jadwal yang selanjutnya. Jam Delapan, tapi nggak 3D. Ya, kadung ada disono, ya tungguin aja deh kata suami.

Ditungguinlah itu jadwal.  Karena di lobby nggak banyak kursi tunggu sementara kaki sudah pegel, akhirnya masuklah kita ke dalam jam 7.30.  Jadilah nonton iklan 45 menit didalam. Aaahhh udah ngantuk duluan ini. Yang tadinya jadwal jam 8 tapi pas jam 8 lebih lima belas menit, pilem belum diputer juga. Saya fikir kita salah masuk ruangan. Hampir aja saya kabur karena panas itu bokong duduk selama itu, duduk gak karu2an. Untunglah pihak bioskop kayaknya bisa baca pikiran saya, pas sebelum saya kabur, terdengarlah pengumuman dil layar buat mematikan hape karena pilem bakal segera dimulai. Legaaa.

Neel Sethi aka si Mowgli pun mulai beraksi. Tapi sejak pertama pilem ini dimulai, hati saya udah gak sreg sama ini film. Karena ada yang janggal. Cerita film ini kan mengisahkan seorang anak manusia yang dibesarkan di hutan sama hewan, namanya si Mowgli itu, usianya 12 tahun. Tapi wajah ini anak tidak menggambarkan sama sekali kalau dia selama ini hidup di hutan. Karena yang ada dalam bayangan saya, ini anak wajahnya mestinya agak gelap karena terbakar matahari siang malam tapi wajah anak ini putih bersih, nggak ada tanda2 kepanggang matahari. Taruhlah malam hari dia gak kepanasan tapi belasan tahun tinggal di hutan tanpa sunblock itu pastilah menimbulkan warna kulit yang nggak semulus ini anak.

Kulit bule aja kalau berjemur dibawah matahari seharian, keliatan bedanya padahal pake sun cream, keliatan bekas kebakar mataharinya. Tapi ini anak nggak sama sekali. Sutradara mencoba membohongi saya dengan menimbulkan bercak2 hitam di tubuh anak ini tapi wajahnya nggak kebagian kebohongan sutradara, putih bersih, mulus. 

Di tengah pilem akhirnya saya ketiduran, itu pas adegan raja monyet berhadapan sama si Mowgli itu. Secara keseluruhan, menurut saya film ini biasa2 aja. Kalah jauh sama film Si Kabayan dan Nenek Anteh, atau Si Kabayan dan Anak Jin.  Ah, kapan ya Si Kabayan go internasional?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun