" Tuhan, mengapa aku terlahir bukan dari keluarga kaya" protesnya manakala ia melihat teman-temannya yang hidupnya selalu berkelebihan.
Protes pada Sang Penguasa Jagad Raya itu ia layangkan ketika ia masih duduk di bangku SMA kelas sebelas. Ia ingin seperti layaknya teman-temannya yang selalu berkecukupan, namun ia harus bekerja memberi makan ternak ayam dan ikut menyiram tanaman cabai yang menjadi sumber penghasilan keluarganya.
Adalah Dodi. Perawakannya sedikit kurus dengan warna kulit yang tak jelas karena hitan tidak, dibilang putih juga tidak. Ia terlahir dari keluarga petani. Ia bisa sekolah dari kerja keras orang tuanya. Karena otaknya yang dapat dibilang sedikit encer nilainya selalu berada di peringkat tiga besar di kelasnya. Sejak SD hingga ia selesai sekolah biaya pendidikannya mengandalkan penghasilan keluarga dan terbantu oleh beasiswa yang selalu ia dapatkan karena prestasinya itu.
Sebenarnya bila harus jujur dan boleh memilih tentunya ia ingin terlahir dari keluarga kaya. Namun kenyataan tak dapat mengubah nasibnya. Kesadaran untuk dapat menerima keberadaan dirinya ia alami manakala ia mengikuti kegiatan live in yang diadakan sekolahnya waktu itu. Ia kebetulan singgah di keluarga pencari barang bekas. Penghasilan keluarga yang ia singgahi itu tak menentu untuk kebutuhan hidup, dapat rejeki di hari itu ya dimakan hari itu, hari esok merka makan apa tidaklah jelas.
Melihat kebahagiaan dan kedamaian di keluarga itu, Dodi tersadar bahwa dirinyalah yang kurang bisa bersyukur atas anugerah yang diberikan oleh Tuhan.
Sepulang live in pola pikirnya berubah total, tak lagi ia protes lagi pada Tuhan. Ia bisa menerima dan bersyukur dengan keadaan dirinya, ia kini bisa menjalani kehidupannya dengan lebih semangat dan bahagia.
Waktu terus berjalan. SMA adalah tempat dimana dirinya harus ia bisa berubah secara total, dengan usaha dan kerja kerasnya ia lulus dengan prestasi yang gemilang. Di sekolah inilah Dodi merasa dirinya dididik untuk menjadi manusia yang bisa mensyukuri semua hal yang Tuhan berikan di dunia ini. Bagi Dodi sekolah inilah yang meletakkan dirinya benar-benar menjadi manusia yang punya jiwa dan kepribadian yang utuh.
Kini dia telah sukses dan memimpin sebuah perusahaan besar. Segala kebutuhan hidup keluarganya jauh dari dulu. Rumah mewah, mobil yang bisa dibilang lumayan mewah telah ia miliki. Istrinya juga merupakan seorang pengusaha yang sukses. Dua anaknya sekolah di sekolah yang bisa dibilang sekolah favorit, yang tidak sembarang orang mampu untuk membayar SPPnya.
Meskipun Dodi telah menjadi orang sukses, Dodi selalu menjadi orang yang tetap rendah hati. Ia adalah seorang pemimpin yang selalu bisa menegrti apa yang dirasakan anak buahnya dan dia bisa memanusiakan anak buahnya. Setia pada kesempatan berderma, ia selalu tidak sungkan untuk merogoh sakunya untuk berderma ke orang yang membutuhkan bantuan.
" Hai bro, lama ga ketemu. sekarang sudah jadi orang sukses ya ? " tanya salah satu temanya di acara reuni SMA .
" Ah, biasa saja. " sahutnya dengan merendah.