Puncak Tawakal dan Ikhtiar Ditempuh Seorang Siti Hajar
Oleh : Usep Danu Sumantri
Allahu akbar Allahu akbar, laa ilaaha illallah, waallahu akbar Allahu akbar walillahil hamdu.
 Kumandang takbir tahmid menggema seantero penjuru dunia, walau tak sesemarak jika serentak bersama. Karena masih ada yang besok (Kamis, 29/6/2023), semarak takbir semakin panjang, syiar semakin lama dan meriah. Umat belajar beda, belajar menempatkan perbedaan, belajar sabar dengan sesungguhnya sabar yang nyata dalam kebersamaan.
Boleh jadi, umat rukun dalam perbedaan, ada yang tak suka, tak apalah. Anggap saja itulah riak-riak bunga dunia fana, kalau ada kebaikan dipastikan sisi buruk selalu menjadi bayang-bayang kegamangan dan keraguan. Sabar ini ujian,
Kembali ke laptop, dalam kisah momentum kurban, ada tiga sosok penting yang kita cermati. Namun sudah sering dan banyak dikupas fokus pada 2 hamba utusan Allah SWT, Ibrahim dan Ismail Nabi Allah yang luar biasa. Padahal kisah kurban tak bisa dipisahkan dengan momen haji (ibadah haji) bersatu manusia 2,1 juta berkumpul berharap ridho Allah SWT.
Kalau itu sudut pandangnya maka Siti Hajar lah tokoh sentral yang tak boleh dilupa. Ada beberapa catatan penting menjadi hibroh bagi kita (istri) sekaligus untuk umat semua 'tawakal dan ihtiar'. Untuk urusan ini, patut kita belajar dari Ibu siti Hajar, istri Bapaknya para nabi.
Nabi Ibrahim a.s. membuat langkah yang tak masuk akal, bagi siapapun. Istri yang belum lama melahirkan jabang bayi adalah Ismail, diajak pergi ke lembah yang tandus bahkan tumbuhan pun tak hidup disana. Hajar tak komentar sepatah katapun, Beliau nurut sebagai istri, sambil menggendong bayi kesayangannya.
Ketika dipastikan Siti Hajar, akan ditinggal ditempat yang tandus lagi gesang, kemudian Nabi perlahan meninggal istrinya, Hajar teriak bertanya, "Hai Ibrahim mau kemana Engkau?" Tak dijawab, diulang lagi hinga tiga kali tak juga direspon Nabi. Sebagai istri cerdas, bahwa suaminya adalah utusanNya, pertanyaan diganti "Apakah ini termasuk perintah Allah, Tuhanmu?" Nabi cepat dan berhenti seraya menoleh. Menjawab singkat "Na'am" (iya). Siti Hajar tertegun tak meneruskan rasa penasarannya, diam dan diam. Nabi pun tanpa ragu terus melanjutkan perjalanan. Selang tak lama, Â Ismail calon nabi tertampan seantero langit dan bumi, merengek butuh minum. Naluri Sang Ibu dengan cepat mencari air, ke bukit kiranya di bukit ada sumber mata air, bolak-balik antar bukit Shofa dan Marwah, tapi karunia itu tak selalu lurus dengan logika. Air datang dari bawah kaki calon Sang Nabi Allah, dipuncak rasa kegagalan dalam mendapatkan air. Sungguh rasa syukur langsung meluap wajah Sang Ibu, buah ketawakalan dan ikhtiar yang tinggi. Momen ini diabadikan sepanjang masa, Air Zamzam dan lari-lari kecil dalam Sa'i.
Wallahu a'lam bish showaab.....
Cibitung, 28 Juni 2024 M./10 Dzulhijah 1444 H.
Inti sari khutbah sholat Idul Adha.