Mohon tunggu...
Usep Saeful Kamal
Usep Saeful Kamal Mohon Tunggu... Human Resources - Mengalir seperti air

Peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sepak Bola, Cak Imin, dan PSSI

24 Januari 2019   07:27 Diperbarui: 26 Januari 2019   07:28 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cak Imin sebagai trah pendiri NU tentu sangat khatam bahwa pesantren dan sepak bola merupakan dua simbol pemersatu dalam perjalanan bangsa Indonesia. Ditambah pesantren merupakan agen perubahan sosial melalui nilai-nilai keislaman

LSN diinisiasi untuk memfasilitasi tumbuhnya pesepak bola yang profesional dikalangan santri dan tentunya berkarakter khas santri yang berbudi luhur. Cak Imin sangat yakin dibalik 4.290.626  (data Kemenag tahun 2016) jumlah santri di seluruh Indonesia terselip bakat-bakat terpendam pesepak bola profesional.

Gagasan Cak Imin yang kemudian di jalankan melalui Kemenpora dibawah nahkoda Imam Nahrawi telah memberi warna baru terhadap pembinaan pemain muda. Hasil dari pembinaannya kemudian direkomendasikan kepada PSSI untuk disalurkan kepada klub-klub profesional.

Kehadiran LSN memberi semangat baru sebagai alternatif kompetisi ditengah kelesuan prestasi sepak bola kita. Hal ini seiring dengan kehendak Presiden Jokowi supaya sepak bola mampu meningkatkan prestasinya.

Dengan karakter dan semangat yang kuat sebagai hasil pembelajaran dan pembiasaan santri di pesantren mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, dengan 24 jam kehidupan yang dijalani secara teratur merupakan modal besar kedisiplinan sehingga ia membentuk karakter pribadinya.

Tentu kita mengenal Adeng Hudaya (Persib Bandung), Budi Sudarsono (Deltras Sidoarjo), Ahmad Bustomi (Arema Malang) mereka adalah contoh santri yang mampu menjadi pemain profesional, bahkan langganan pemain Timnas Indonesia.

Pada generasi milenial ada Yadi Mulyadi, Santri asal Plered Purwakarta dari pondok pesantren Al-Mujtaba mampu menjadi pemain terbaik pada kompetisi Piala Danone U-12 tahun 2014 di Sao Paulo Brazil. Ada lagi, M. Rafly Mursalim santri asal Banten yang kini menjadi andalan coach Indra Syafri untuk pemain Timnas U-19. Rafly adalah pemain terbaik LSN 2016.

Cak Imin sebagai salah seorang yang mengikuti proses awal hingga akhirnya setiap tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri sadar betul tidak ada yang mustahil jika kelak dari kalangan santri menjadi top leader di PSSI sebagai induk olah raga cabang sepak bola di negeri ini.

Masyarakat Indonesia sungguh rindu akan tontonan sepak bola yang menghibur dan memunculkan kenikmatan tersendiri tanpa disusupi kepura-puraan akibat uang "menguasai" kompetisi dan pertandingan.

Santri 24 jam dilatih taat terhadap setiap aturan atau regulasi di pesantren, tidak dikenal negosiasi kepada kiai. Nilai sportifitas, kejujuran, fair play, ketaatan kepada regulasi bukan barang baru bagi santri. Inilah pondasi yang kuat dalam membangun karakter seorang pemain maupun pengelola sepak bola. Sikap Cak Imin (Panglima Santri) tadi tiada lain sebagai sebuah keterpanggilan, saatnya sepak bola kita bangkit dari keterpurukan prestasi.

Penulis adalah peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun