Mohon tunggu...
Usep Supriatna
Usep Supriatna Mohon Tunggu... -

Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Catatan Akhir Tahun 2012

31 Desember 2012   16:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:43 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tahun 2012 telah beranjak meninggalkan kita dan tahun 2013 sudah kita awali. Tentu saja pergantian tahun ini menjadi momentum bagi setiap insan untuk mengevaluasi dan menata diri, agar selalu membawa perubahan yang lebih baik dimasa datang. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Hasyr : 18).

Islam tidak mengajarkan tradisi penyambutan tahun baru sebagaimana yang biasa dilakukan sebagian orang selama ini. Memeriahkan pergantian tahun dengan kegiatan-kegiatan pesta kembang api, konvoi kendaraan yang membuat macet, bunyi-nyian terompet yang membikin bising, memang takada larangan khusus dalam ajaran Islam, tetapi melakukan sesuatu yang madharatnya lebih besar daripada manfaatnya, pesta pora yang sia-sia dan melampuai batas syariat, apalagi diisi dengan kegiatan maksiyat yang terlaknat, tidaklah pantas dilakukan oleh orang yang memeiliki nalar dan akal yang sehat. Terlebih ketika bangsa ini, yang beberapa saat yang lalu didera dengan berbagai bencana dan deritanya masih dirasakan hingga kini, maka pesta pora yang menghambur-hamburkan uang, hanya akan membutakan mata hati dan nurani kita.

Pergantian waktu merupakan salah satu tanda dari kekuasaan Allah yang harus kita tafakuri dan tentu saja harus mengambil hikmah di dalamnya, sebagaimana firman-Nya, “Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur”. (QS. Al-Furqan : 62). Berdasarkan ayat di tersebut, pergantian malam dan siang yang mengakibatkan pergantian tahun harus kita gunakan untuk mengambil pelajaran (dzikir) dan memanfaatnya untuk berbuat kebaikan (syukur). Harus ada kesadaran untuk membaca ulang peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang telah kita lalui dimasa lalu, agar dapat menganalisa prestasi-prestasi ataupun kesia-siaan apa yang pernah kita alami dan kita torehkan selama tahun yang telah kita jalani.

Tahun baru harus kita maknai sebagai upaya menghargai waktu yang telah diberikan Allah. Waktu memiliki makna yang amat penting namun sering sekali kita lupakan. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia waktu adalah “seluruh rangkaian saat yang telah berlalu, sekarang, maupun yang akan datang”, di dalam Al-Quran kata waqt (waktu) ditemukan tiga kali dalam konteks penggunaan yang sedikit berbeda. Waktu dalam Quran lebih bermakna ‘batas akhir suatu masa,’ atau masa akhir hidup di dunia ini.

Dalam pandangan Islam, waktu bersifat linier (lurus), artinya ia selalu bergerak ke depan dan tidak pernah berbalik ataupun berputar ke masa yang silam. Islam tidak mengenal istilah reinkarnasi. Waktu adalah makhluk Allah yang selalu diciptakan baru. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, “Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali dia berseru, "Wahai putra-putri Adam, aku waktu, aku ciptaan baru, yang menjadi saksi usahamu. Gunakan aku karena aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat."

Seorang ulama/penyair berkata, ”Waktu adalah sungai yang mengalir ke seluruh penjuru sejak dahulu kala, melintasi pulau, kota, dan desa, membangkitkan semangat atau meninabobokan manusia. Ia diam seribu bahasa, sampai-sampai manusia sering tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya, walaupun segala sesuatu, selain Tuhan, tidak akan mampu melepaskan diri darinya.”

Sedemikianbesarperananwaktu,sehinggaAllahSwt. berkali-kalibersumpahdengan menggunakan berbagai kata yang menunjuk pada waktu-waktu tertentu sepertiwa Al-Lail(demi Malam), wa An-Nahar (demi Siang), wa As-Subhi, wa AL-Fajr, dan lain-lain.

Dalam hal memaknai waktu, seorang muslim selalu melakukan peningkatan dan perbaikan diri (improvement). Perbaikan diri berarti pendekatan kita menuju ketaqwaan, dan prosesnya memerlukan kehati-hatian dan kesungguhan. Ada beberapa tahapan-tahapan yang dapat membantu kita dalam melakukan proses perbaikan dan peningkatan diri, yaitu :


  1. Muraqabah atau pengawasan diri, yaitu sikap seorang muslim yang selalu sadar betul bahwa setiap gerak-gerik dan ibadah-ibadahnya selalu diawasi oleh Allah SWT. Salah satu upaya agar kita merasa selalu diawasi oleh Allah adalah dengan memperbaiki lingkungan hidup kita. Kalau kita belum bisa menghadirkan Allah dalam setiap hidup kita maka hadirkan orang-orang yang dekat dengan Allah disekitar kita. Jadikan mereka sebagai pengawas-pengawas yang nyata bagi kita layaknya Malaikat Atid dan Raqib.
  2. Mu’ahadah atau merumuskan visi-visi (tujuan hidup) yang jelas. Salah satu yang keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain adalah kemampuan merumuskan tujuan dalam kehidupannya. Tak ada seorang pun yang sukses kecuali dia merebut lalu menundukkan waktu dalam bentuk penggalan-penggalan kegiatan, rencana dan target-target yang harus diraih. Rumusan rencana atau tujuan itu harus diawali dengan niat karena Allah dan disertai dengan prinsip-prinsip hidup yang semata-mata ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Dan yang lebih penting lagi adalah membentengi diri dengan sikap tawakkal, istiqamah serta menjadikan kesabaran dan shalat sebagai upaya penolong kita. “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”(QS. Al-Baqarah : 153).
  3. Muhasabah atau evaluasi diri. Seorang mukmin akan selalu membaca seluruh peta perbuatan yang dia lakukan sepanjang hidupnya. Melakukan kalkulasi untuk menghitung kelemahan dan kekuatan dirinya selama melaksanakan tata pergaulan dengan manusia. Dengan rasa cemas, dia putar kembali seluruh tindakan dan sepak terjangnya di dunia. Cemas apabila ada sikap yang mubazir (berlebihan) dan sia-sia. Sikap muhasabah akan melahirkan manusia yang berbudi luhur, efisien dan efektif dalam bertindak.
  4. Mu’aqabah atau konsekuensi diri. Sebagai upaya untuk melakukan perubahan yang lebih baik, kita memerlukan sebuah komitmen pada setiap prinsip yang telah kita yakini. Tentu saja upaya tersebut memerlukan suatu kajian yang mendalam terhadap berbagai permasalahan dan kekurangan yang telah kita temui, kemudian konsekuen dalam melakukan perubahan.
  5. Mujahadah, perjuangan tiada akhir. Setiap kesuksesan selalu diwarnai kegagalan, namun kita harus menyikapi kesuksesan dengan sikap syukur dan kegagalan harus disikapi dengan kesabaran serta dijadikan sebagai pelajaran. Mujahadah adalah kesungguhan dalam setiap gerak dan langkah kita sebagai konsekuensi dari keunggulan yang dianugerahkan Allah. Jadikanlah diri sebagai bagian dari solusi dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi umat manusia dan jadilah rahmat bagi alam semesta. Allah telah berjanji akan memberi pertolongan dan jalan keluar bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan-Nya. ”Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Ankabut : 69)

Hidup akan bermakna selama kita sendiri memberikan makna terhadap waktu. Seseorang yang menyia-nyiakan waktu, pada hakekatnya dia sedang mengurangi makna hidupnya. Bahkan kesengsaraan manusia bukanlah terletak pada kurangnya harta, tetapi justru karena membiarkan waktu berlalu tanpa makna.

Pemaknaan terhadap waktu yang paling fundamental adalah ketika kita menyadari bahwa perjalanan waktu itu merupakan perjalanan menuju kematian. Setiap insan harus menyadari bahwa hidup bukanlah kemauannya sendiri yang harus dijalankan semau-maunya. Dia harus menyadari bahwa hidupnya berada dalam posisi dan dimensi ganda. Dia bukan hanya sekedar makhluk yang mengada di dunia, tetapi juga mengada di akhirat. Hidup adalah amanah suci yang harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Ilahi, sehingga hidup harus memeiliki keberpihaan kepada kebenaran, memiliki tanggung jawab moral yang luhur dan tak pernah berhenti menyebarkan nilai dan gagasan kebenarannya dengan sikap dan perilaku yang nyata.

Akhirnya, marilah kita sambut datangnya fajar baru di tahun yang baru dengan semangat yang baru pula, semangat untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan prestasi yang telah diukir di tahun yang lalu. Di permulaan tahun 2013 ini pun kita merenungkan semua sepak terjang yang pernah kita lakukan di tahun-tahun sebelumnya, agar bisa dikoreksi dan diperbaiki di masa yang akan datang, dengan bekal harapan dan keyakinan akan kemurahan danpertolongan Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun