Selama bertahun-tahun Aceh sarat dengan berbagai konflik. Namun, ketika kedamaian datang, tempat berjuluk Serambi Mekkah tersebut benar-benar menawarkan keindahan luar biasa.
[caption id="attachment_158165" align="aligncenter" width="300" caption="Keindahan Masjid Baiturrahman"][/caption] Ada pertanyaan menggelitik dari atasan di kantor tentang rencana perjalanan saya dan seorang teman, Lutfiyah, ke Aceh, Oktober tahun lalu. Kebetulan kami mengambil rute darat Solo-Surabaya, kemudian disambung penerbangan Surabaya-Medan. Baru setelah itu dilanjutkan dengan perjalanan darat dari Medan menuju Banda Aceh.
“Apakah aman perjalanan dari Medan ke Banda Aceh dengan bus?” tanyanya. Sambil tertawa namun serius, saya menjawab bahwa perjalanan ini aman. Keyakinan tersebut terbukti ketika saya menginjakkan kaki di Tanah Rencong. Situasi di Aceh sangat berbeda dengan stigma seram yang selama ini masih melekat di benak banyak orang.
[caption id="attachment_158166" align="alignnone" width="300" caption="Slogan Damai Itu Indah bertebaran di sudut Banda Aceh"]
Gara-gara jadwal perjalanan yang padat, saya dan Lutfiyah hanya punya waktu sehari untuk mengeksplorasi keindahan Banda Aceh. Terpaksa kami hanya mendatangi beberapa ikon wisata. Tapi kunjungan singkat tersebut terasa sangat berkesan. Apalagi ada enam kawan baru yang dengan baik hati menemani kami mengeksplor harta karun Banda Aceh.
Tur singkat kami diawali dengan mengunjungi ikon tersohor di Banda Aceh, yaitu Masjid Baiturrahman. Bangunan megah nan indah yang terletak di pusat kota Banda Aceh bukan sekadar tempat ibadah. Masjid tersebut sangat bermakna karena berhasil menyelamatkan banyak warga dari terjangan tsunami. Walaupun bukan hari libur, Baiturrahman tampak dipadati pengunjung, yang beribadah maupun berekreasi bersama keluarga.
[caption id="attachment_158169" align="alignnone" width="150" caption="Rumoh Aceh"]
Setelah puas menyesapi kemegahan Baiturahman, kami melanjutkan perjalanan ke obyek wisata Kapal PLTD Apung I. Keberadaan kapal besar yang terdampar di tengah pemukiman warga tersebut menjadi bukti kedasyatan tsunami. Kapal berbobot 2.600 ton tersebut terseret gelombang tsunami hingga sekitar empat kilometer. Sayang sekali, saat itu kami tidak diizinkan naik ke kapal karena sedang dalam proses perbaikan.
[caption id="attachment_158170" align="alignnone" width="300" caption="PLTD Apung yang terdampar di daratan akibat tsunami"]
Setelah itu kami juga sempat mengunjungi museum dan rumoh aceh, plus museum tsunami dan rumah yang pernah dipakai oleh pejuang Tanah Rencong, Cut Nyak Dien. Lelah mengubek-ubek sejarah dan budaya Aceh, kami akhirnya menutup perjalanan singkat di Banda Aceh dengan menunggu keindahan matahari tenggelam di Pantai Lampuuk. Pantai yang terletak 15 km dari Banda Aceh itu sangat memesona lantaran memiliki hamparan pasir putih yang indah.
[caption id="attachment_158171" align="aligncenter" width="300" caption="Pantai Lampuuk"]
Slogan damai itu indah yang dipilih warga Aceh rasanya sangat tepat. Tapi sayang sekali, menjelang Pilkada situasi di Aceh dikabarkan agak tegang. Semoga ketegangan itu segera berlalu karena Aceh benar-benar indah jika berbalut kedamaian.
[caption id="attachment_158174" align="aligncenter" width="300" caption="Bersama teman-teman Aceh yang baik hati"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H