Nama : usamah syaiful islam
Nim : 212121002
Kelas : HKI 4A
Revew skripsi
Tema : perkawinan
Judul : PERKAWINAN TIDAK TERCATAT DI KECAMATAN TANASITOLO KABUPATEN WAJO (TINJAUAN UU NO. 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM)
Penulis : Andi Mutmainnah A.miri
Jurusan : Ilmu Hukum
Fakultas : Syariah Dan Hukum
Manusia adalah makhluk yang tak bisa hidup sendiri mereka akan mencari kelompok dengan mulai dari yang terkecil atau bisa disebut keluarga, keluarga terbentuk karena adanya perkawinan dan perkawinan itu sendiri merupakan kehidupan suami dan istri yang harmonis atau juga biasa disebut sakinah mawadah warahmah.
Menurut Abdul Manan dalam bukunya "Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia" menjelaskan bahwa perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat. Dalam rumah tangga berkumpul dua insan yang berlainan jenis (suami istri), mereka saling berhubungan agar mendapat keturunan sebagai penerus generasi. pernikahan juga harus tercatat karena untuk meindungi hak-hak hukum, pernikahan tidak tercatat dikenal oleh masyarakat Indonesia sekarang ini ialah pernikahan yang dilakukan oleh wali atau wakil wali dan disaksikan oleh para saksi, tetapi tidak dilakukan di depan Petugas Pencatat Nikah (PPN) sebagai petugas resmi pemerintah atau perkawinan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama Islam atau di Kantor Catatan Sipil bagi yang tidak beragama Islam, sehingga dengan sendirinya tidak mempunyai Akta Nikah yang dikeluarkan oleh pemerintah. Perkawinan yang demikian di kalangan masyarakat selain dikenal dengan istilah nikah yang tidak tercatat, dikenal juga dengan sebutan perkawinan di bawah tangan. Nikah yang tidak tercatat yang dikenal masyarakat seperti disebutkan di atas muncul setelah diundangkannya UU No. 1/1974 tentang Perkawinan dan dikeluarkannya PP No. 9/1975 sebagai pelaksanaan Undang-undang No. 1/1974. mengenal istilah "nikah bawah tangan" atau "nikah yang tidak tercatat" dan semacamnya. Namun, secara sosiologis, istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan dan dianggap dilakukan tanpa memenuhi ketentuan undangundang yang berlaku, khususnya tentang pencatatan perkawinan yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 12 ayat 2 yang berbunyi: "Tiap-tiap, perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku". Menurut UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, mengenai sahnya perkawinan dan pencatatan perkawinan terdapat pada pasal 2, yang berbunyi: "(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; (2) "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." Dari Pasal 2 Ayat 1 tersebut, bahwa kita tahu sebuah perkawinan ialah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Akan tetapi sahnya perkawinan ini di mata agama dan kepercayaan masyarakat perlu disahkan lagi oleh negara, yang dalam hal ini ketentuannya terdapat pada Pasal 2 Ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 Perkawinan, tentang pencatatan perkawinan. Nikah tidak tercatat itu tidak diakui oleh negara. Adanya ikatan perkawinan diakui secara hukum hanya jika perkawinan tersebut dicatat oleh petugas yang ditunjuk. Jadi sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah perkawinan tidak tercatat atau kawin di bawah tangan dan tidak mengatur secara khusus dalam sebuah peraturan. Jadi perkawinan tidak tercatat dianggap tidak sah dan tidak diakui di hadapan hukum negara. Menurut kompilasi hukum islam Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam memberikan penegasan bahwa "perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.