Mohon tunggu...
Devy Arysandi
Devy Arysandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Remahan Rakyat

Masih memanusiakan manusia dengan cara manusia hidup sebagai manusia yang diciptakan Tuhan untuk menjadi manusia sebaik-baiknya manusia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Faith

26 Januari 2022   18:38 Diperbarui: 26 Januari 2022   18:41 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perbedaan mempertemukan kita pada suatu pertemuan yang sama sekali tak pernah kuduga. Di awal Bulan Juni yang sunyi sejuk, selepas hujan datang dengan santunnya kepada bumi dan khalayak semesta. Seindah puisi Hujan di Bulan Juni yang habis kubaca pagi tadi dan pastinya semerbak melati yang putih dan bersih. Ternyata, rencana Tuhan begitu baik, melepaskan rasanya dengan perindu yang menancap ke hati. Ketika aku dan dirimu diperkenankan untuk ada dalam satu kondisi yang sama, tapi dalam Aamiin yang berbeda.

Kita tak saling mengenal, hanya dua insan yang asing satu sama lain. Tak jua dalam satu atap apalagi untuk saling menetap dan menatap dua bola mata sendumu. Kala aku melafalkan dua kalimat Syahadat dan kau melafalkan doa Aku Percaya. Saat itulah, mungkin Tuhan menggariskan kita untuk bertemu, saling mengenal dan akhirnya saling menatap dalam perasaan yang selalu ingin menetap. Akan tetapi, bukan dalam satu atap untuk memanjatkan doa dan mengamini hal yang sama, di antara Baitullah dan Vatikan.

Keyakinan kita terbelenggu dengan lipatan tanganmu dan tanganku yang menengadah pada langit. Janjimu pada Kudus dan janjiku pada Rabbku, cinta beda agama yang menyisakan luka dan rahasia. Memberikan rasa dengan seribu uraian cinta dan kasih, merangkul perbedaan kita untuk melebur, tapi tidak bisa karena kita tidaklah sama. Terlalu tinggi sekat yang memisahkan dan terlalu dalam jurang yang menanti kita di bawah sana. Lagi-lagi Tuhan mempertemukan kita dengan seribu tanya pada hati dan raga yang tak mampu menjawab pertanyaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun